Konsep Dasar Sistem Dinamik

21 Pemahaman tentang sistem melahirkan identifikasi dan definisi atas permasalahan yang terjadi dalam sistem tersebut. Konseptualisasi sistem kemudian dilakukan atas dasar permasalahan yang didefinisikan. Ini akan menimbulkan pemahaman yang lebih mendalam atas sistem yang selanjutnya mungkin akan menimbulkan redefinisi masalah sampai konseptualisasi sistem dinyatakan diterima. Didasari atas konseptualisasi sistem ini, selanjutnya model diformulasikan secara detail dalam persamaan matematis yang juga akan menimbulkan tambahan pemahaman atas sistem. Formulasi terus berlangsung dengan tujuan mendapatkan model logis yang dapat mempresentasikan sistem nyata. Kemudian model disimulasikan dan dilakukan validasi yang juga akan menimbulkan umpan balik tentang pemahaman atas sistem. Hasil validasi kemudian akan menimbulkan proses perbaikan dan reformasi model. Akhirnya dilakukan analisis kebijakan pada model yang telah valid dan ini akan menambah pemahaman atas sistem. Kebijakan yang menimbulkan perbaikan selanjutnya diimplementasikan dan umpan balik yang diperoleh dari sistem nyata, pada akhirnya juga akan menimbulkan tambahan pemahaman atas sistem. 2.8.2 Pendekatan Sistem Dalam Perencanaan Wilayah Dalam bidang perencanaan, pendekatan sistem baru mendapat perhatian pada tahun 1960-an. Hal ini disebabkan karena semakin kompleksnya masalah lingkungan buatan dan kehidupan manusia yang tidak diikuti dengan pendekatan perencanaan yang baik dan mantap, serta tidak memperhatikan beberapa elemen pembentuk yang terkandung dalam suatu wilayah, yang merupakan satu kesatuan yang saling berinteraksi dan berkaitan antara satu elemen dengan elemen yang lainnya dan tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lain. McLoughlin 1970 menyatakan bahwa berdasarkan pemikiran ini, maka muncul paradigma baru dalam perencanaan yang disebut dengan “System Paradigm ”. Dalam paradigma tersebut dikemukakan bahwa suatu sistem merupakan seperangkat bagian-bagian yang saling terkait, setiap bagian bias dilihat pula sebagai suatu sistem, dan keseluruhan sistem juga merupakan satu bagian saja dari sistem yang lebih luas. Budiharjo 1995 menyebutkan bahwa pendekatan perencanaan yang sering digunakan adalah pendekatan fungsionalist dan formalist yang cenderung deterministik dimana pendekatan dalam proses perencanaan menggunakan prosedur klasik yang dikemukakan oleh Patrik Geddes yaitu survei, analisis dan rencana. Hasil berupa master plan merupakan cetak biru produk akhir rencana jangka panjang yang dinilai ideal menurut kaca mata perencana. Kenyataannya antara rencana yang disusun dengan realitas kehidupan dunia nyata terdapat kesenjangan. Terlebih lagi aspirasi masyarakat tidak tertampung dalam suatu produk perencanaan. Gambaran mengenai paradigma sistem dalam perencanaan disajikan dalam Gambar 3. 22 Sumber: McLoughlin 1970, dalam Budihardjo 1995 Gambar 3 Paradigma Sistem Dalam Perencanaan Pendekatan paradigma sistem ini, perencanaan bersifat probalistik dimana korelasi dan saling pengaruh antara bagian-bagiannya tidak bisa ditentukan dengan akurat karena sistem tata ruang wilayah yang sangat sarat dengan konflik kepentingan. Seperti sudah dijelaskan bahwa pendekatan sistem menekankan pemahaman pada kompleksitas kehidupan manusia dan aneka ragam konflik yang menyangkut lokasi dan perolehan lahan dengan keterbatasan sumberdaya yang ada, perencanaan wilayah menjadi lebih realistis, dan lebih tanggap terhadap perubahan. Pendekatan perencanaan dilakukan dengan pendekatan functionalist dan formalist disempurnakan dengan pendekatan humanist dan systemic yang merupakan satu kesatuan dalam pendekatan sistem. Adapun gambar pendekatan sistem dalam perencanaan disajikan dalam Gambar 4. Keberhasilan pelaksanaan suatu rencana harus ditunjang oleh pengelolaan dari lembaga yang terkait dengan struktur dan jaring-jaring organisasi dalam sistem yang saling jalin menjalin antara lembaga satu dengan lembaga yang lainnya. Sumber: Budiharjo 1995 Gambar 4 Pendekatan Sistem Dalam Perencanaan 23

2.8.3 Pendekatan Sistem Dalam Pengelolaan Wilayah Pesisir

Wilayah pesisir merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa sumberdaya baik sumberdaya manusia, sumberdaya alam, sumberdaya buatan maupun sumberdaya dana yang merupakan suatu kesatuan dan saling berinteraksi antara satu dengan yang lainnya. Sebagai kawasan yang mempunyai sumberdaya alam yang potensial untuk di kembangkan dan secara ekonomi dapat meningkatkan pendapatan masyarakat. Di sisi lain wilayah pesisir merupakan wilayah yang sangat rentan akan berbagai macam gangguan akibat dari meningkatnya aktifitas pembangunan di wilayah tersebut. Oleh karena itu diperlukan suatu pendekatan yang dapat digunakan dalam pengelolaan wilayah pesisir yakni pendekatan sistem dengan memperhatikan keterpaduan dan keberlanjutan agar sumberdaya yang ada sumberdaya yang tidak dapat dipulihkan, tidak punah dan tidak terjadi degradasi sumberdaya. Dahuri et al. 2001 menyatakan bahwa pengelolaan sumberdaya pesisir secara terpadu Integrated Coastal Zone Management menghendaki adanya keberlanjutan Suistainability dalam pemanfaatan sumberdaya pesisir. Pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu mengandung pengertian bahwa pengelolaan sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan dilakukan melalui :  Penilaian secara menyeluruh holistic and comprehensive assessment, menentukan tujuan dan sasaran, merencanakan dan mengelola segenap kegiatan pemanfaatannya guna mencapai pembangunan optimal dan berkelanjutan.  Dilaksanakan secara kontinyu dan dinamis denga mempertimbangkan aspek sosial-ekonomi-budaya dan aspirasi masyarakat pengguna kawasan pesisir serta konflik kepentingan dan pemanfaatan wilayah pesisir.  Keterpaduan dibangun dalam hirarkitatarn level sebagai berikut: 1 Teknis: pertimbangan teknis, sosial, ekonomi dan lingkungan, 2 Konsultif: aspirasi dan kebutuhan segenap stakeholder harus diperhatikan sejak tahap perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi co- management: bottom-up and top-down policy, dan 3 Koordinasi: kerjasama yang harmonis antar stakeholder. Pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu memiliki pengertian bahwa pengelolaan sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan pesisir dilakukan melalui penilaian secara menyeluruh Comprehensive Assesment, merencanakan tujuan dan sasaran, kemudian merencanakan serta mengelola segenap kegiatan pemanfaatannya guna mencapai pembangunan yang optimal dan berkelanjutan. Perencanaan dan pengelola wilayah pesisir dilakukan secara kontinyu dan dinamis dengan mempertimbangkan aspek-sosial-budaya dan aspirasi masyarakat pengguna wilayah pesisir Stakeholder serta konflik kepentingan dan pemanfaatan yang mungkin ada. Keterpaduan dalam perencanaan dan pengelolaan wilayah pesisir mencakup empat aspek, yaitu: A. Keterpaduan WilayahEkologis Secara spasial dan ekologis wilayah pesisir memiliki keterkaitan antara lahan atas daratan dan laut. Hal ini disebabkan karena pesisir merupakan daerah pertemuan antara daratan dan lautan. Dengan keterkaitan kawasan tersebut, maka pengelolaan wilayah pesisir tidak terlepas dari pengelolaan lingkungan yang dilakukan di kedua wilayah tersebut. Berbagai dampak yang 24 ditimbulkan oleh kegiatan pembangunan, seperti pertanian, perkebunan, kehutanan, industri, pemukiman dan sebagainya. Demikian pula dengan kegiatan yang dilakukan di laut lepas, seperti kegiatan pengeboran minyak lepas dan perhubungan laut. Penanggulangan pencemaran yang diakibatkan oleh limbah industri, pertanian dan rumah tangga, serta sedimentasi tidak dilakukan hanya di wilayah pesisir saja, tetapi harus dilakukan mulai dari sumber dampaknya. Pengelolaan di wilayah pesisir harus terintegrasi dengan wilayah daratan dan laut serta Daerah Aliran Sungai DAS menjadi satu kesatuan dan keterpaduan pengelolaan. Pengelolaan yang baik di wilayah pesisir akan hancue dengan cepat jika tidak diimbangi dengan perencanaan DAS yang baik pula. Keterkaitan antar ekosistem yang ada di wilayah pesisir harus selalu diperhatikan. B. Keterpaduan Sektor. Sebagai konsekuensi dari besar dan beragamnya sumberdaya alam di wilayah pesisir adalah banyaknya instansi atau sektor-sektor pelaku pembangunan yang bergerak dalam pemanfaatan sumberdaya pesisir. Akibatnya, sering kali terjadi tumpang tindih pemanfaatan sumberdaya pesisir antar satu sektor dengan sektor lainnya.Agar pengelolaan sumberdaya alam di wilayah pesisir dapat dilakukan secara optimal dan berkesinambungan, maka perencanaan pengelolaan harus mengintegrasi semua kepentingan sektoral. Kegiatan suatu sektor tidak dibenarkan menganggu, apalagi sampai mematikan kegiatan sektor lain.Keterpaduan sektoral meliputi keterpaduan secara horizontal dan keterpaduan secara vertical.Penyusunan tata ruang dengan pendekatan sistem dan panduan pembangunan di wilayah pesisir perlu dilakukan untuk menghindari benturan antara satu kegiatan dengan kegiatan pembangunan lainnya. C. Keterpaduan Disiplin Ilmu Wilayah pesisir memiliki sifat dan karakteristik yang unik dan spesifik, baik sifat dan karakteristik ekosistem pesisir dan karakteristik sosial budaya masyarakat pesisir.Dengan dinamika perairan pesisir yang khas, dibutuhkan disiplin ilmu khusus pula seperti hidro-oseanografi, dinamika oseanografi dan sebagainya. Selain itu, kebutuhan akan disiplin ilmu dalam pengelolaan ekosistem dan sumberdaya pesisir adalah ilmu-ilmu ekologi, oseanografi, keteknikan, ekonomi, hukum dan sosiologi. D. Keterpaduan Stakeholder Keterpaduan wilayahekologis, keterpaduan sektor, keterpaduan disiplin ilmu, akan berhasil jika didukung dengan keterpaduan pelaku dan atau pengelola pembangunan di wilayah pesisir antara lain terdiri dari pemerintah pusat dan daerah, masyarakat pesisir, swastainvestor dan juga lembaga swadaya masyarakat LSM yang masing-masing memiliki kepentingan terhadap pemanfaatan sumberdaya alam wilayah pesisir. Penyusunan perencanaan dan pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu harus mampu mengakomodir segenap kepentingan stakeholderpembangunan wilayah pesisir. Oleh karena itu, perencanaan pengelolaan harus menggunakan pendekatan dua arah yaitu pendekatan top down dan pendekatan bottom up