Persepsi Kerangka Berpikir KAJIAN PUSTAKA

Kurikulum 2013 merupakan kurikulum baru yang mulai diterapkan pada tahun pelajaran 2013 2014. Kurikulum ini adalah pengembangan dari kurikulum yang telah ada sebelumnya, baik Kurikulum Berbasis Kompetensi yang telah dirintis pada tahun 2004 maupun Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan pada tahun 2006. Hanya saja yang menjadi titik tekan pada kurikulum 2013 ini adalah adanya peningkatan dan keseimbangan soft skills dan hard skills yang meliputi aspek kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Kemudian, kedudukan kompetensi yang semula diturunkan dari mata pelajaran berubah menjadi mata pelajaran dikembangkan dari kompetensi. Selain itu, pembelajaran lebih bersifat tematik integratif dalam semua mata pelajaran. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa Kurikulum 2013 adalah sebuah kurikulum yang dikembangkan untuk meningkatkan dan menyeimbangkan kemampuan soft skills dan hard skills yang berupa sikap, keterampilan, dan pengetahuan.

2. Tujuan dan Fungsi Kurikulum 2013

Mengenai tujuan dan fungsi kurikulum 2013 secara spesifik mengacu pada UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam undang-undang Sisdiknas ini disebutkan bahwa fungsi kurikulum ialah mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta pearadaban bangsa yang bermartabat dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Sementara tujuannya, yaitu untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Mengenai tujuan Kurikulum 2013, secara khusus dapat diuraikan sebagai berikut: a. Meningkatkan mutu pendidikan dengan menyeimbangkan hard skills dan soft skills melalui kemampuan sikap, keterampilan, dan pengetahuan dalam rangka menghadapi tantangan global yang terus berkembang. b. Membentuk dan meningkatkan sumber daya manusia yang produktif, kreatif, dan inovatif sebagai modal pembangunan bangsa dan negara Indonesia. c. Meringankan tenaga pendidik dalam menyampaikan materi dan menyiapkan administrasi mengajar, sebab pemerintah telah menyiapkan semua komponen kurikulum beserta buku teks yang digunakan dalam pembelajaran. d. Meningkatkan peran serta pemerintah pusat dan daerah serta warga masyarakat secara seimbang dalam menentukan dan mengendalikan kualitas dalam pelaksanaan kurikulum di tingkat satuan pendidikan. e. Meningkatkan persaingan yang sehat antar-satuan pendidikan tentang kualitas pendidikan yang akan dicapai. Tujuan-tujuan tersebut merupakan analisis yang didasarkan pada pengembangan kurikulum 2013 yang disosialisasikan oleh Kemendikbud. Beberapa tujuan kurikulum 2013 di atas dapat dipahami bahwa secara umum tujuan tesebut hampir sama dengan tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan KTSP. Hanya saja pada kurikulum 2013, pemerintah telah menyiapkan buku teks pembelajaran, serta berusaha meningkatkan hard skills dan soft skills peserta didik secara seimbang dan berkelanjutan.

C. Keterlaksanaan Pembelajaran Aktif 1. Pengertian Keterlaksanaan Pembelajaran Aktif

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia 2007: 627, keterlaksanaan berasal dari kata dasar laksana, berarti sifat, laku, atau perbuatan, imbuhan keter-an menyatakan suatu hal atau peristiwa yang telah terjadi. Dengan demikian, keterlaksanaan berarti suatu hal, keadaan, kejadian, atau peristiwa yang telah berlangsung. Sedangkan menurut Pat Hollingsworth Gina Lewis 2008: viii pembelajaran aktif ialah siswa belajar secara aktif ketika mereka secara terus-menerus terlibat, baik secara mental ataupun secara fisik, pembelajaran aktif itu penuh semangat, hidup, giat, berkesinambungan, kuat, dan efektif. Pembelajaran aktif melibatkan pembelajaran yang terjadi ketika siswa bersemangat, siap secara mental, dan bisa memahami pengalaman yang dialami. Menurut Hamruni 2009 dalam Suyadi 2013:36, pembelajaran aktif adalah segala bentuk pembelajaran yang memungkinkan peserta didik berperan secara aktif dalam proses pembelajaran, baik dalam bentuk interaksi dengan peserta didik ataupun peserta didik dengan guru dalam proses pembelajaran. Dengan demikian, pembelajaran aktif merupakan suatu pembelajaran yang memusatkan perhatian sepenuhnya kepada peserta didik, dan peserta didik berperan sebagai subyek dalam pembelajaran. Pembelajaran aktif sangat erat kaitannya dengan konteks PAKEM, berikut adalah kajian teoritis pembelajaran aktif berdasarkan konteks pakem menurut Zulfahmi 2013: 278-284 a. Kajian Teoretis Standar Standar Teori standar pertama tentang pembelajaran aktif dalam konteks PAKEM adalah teori yang diungkapkan oleh Depdiknas 2005, 2006, dan 2009. Menurut Depdiknas 2005:3, kata aktif dimaksudkan bahwa dalam proses pembelajaran guru harus menciptakan suasana sedemikian rupa sehingga siswa aktif bertanya, mempertanyakan, dan mengemukakan gagasan. Selanjutnya, ditambahkan bahwa belajar memang merupakan suatu proses aktif dari si pembelajar dalam membangun pengetahuannya, bukan proses pasif yang hanya menerima kucuran ceramah guru tentang pengetahuan. b. Kajian Teoretis Terkembang Elaborated Pemikiran tentang pembelajaran aktif active learning bukan merupakan pemikiran yang bersifat regional, tetapi internasional. Menurut filsuf terkemuka Amerika, John Dewey sangat mengagungkan proses berpikir ilmiah yang bercorak induktif melalui inkuiri serta meyakini pentingnya peran pengalaman dalam berpikir. Pengalaman bukan sekedar akumulasi masa lalu, tetapi merupakan akomodasi guna memahami pengalaman baru dan merumuskannya sebagai akomodasi bagi pengalaman berikutnya. Proses ini berlangsung terus secara berkelanjutan. Dengan kata lain, dalam konteks pendidikan, Dewey meyakini bahwa pendidikan merupakan proses berkelanjutan yang mengakomodir pengalaman manusia untuk mampu memaknai dan merumuskan. Pendidikan dipandang sebagai usaha untuk memajukan individu melalui proses inkuiri berkelanjutan sehingga mampu merancang, mengembangkan, dan menata kehidupan masa mendatang yang lebih baik dibandingkan dengan masa lampau. Dalam pandangan Dewey, proses belajar adalah proses individual meskipun dapat berlangsung dalam konteks sosial. Siswa secara individual akan mengembangkan pengalaman yang telah dimiliki untuk memaknai pengalaman baru dan merumuskan pengalaman baru tersebut. Oleh sebab itu, siswa atau anak hendaknya dijadikan sebagai subyek pembelajaran, bukan obyek. Menurut Robson 2010:1 dalam Zulfahmi 2013: 278-284, pembelajaran aktif memberikan peluang seluas-luasnya untuk mengembangkan interaksi antara guru dengan siswa, antar siswa itu sendiri, serta antara siswa dengan bahan atau topik dalam suatu disiplin akademis. Keuntungan utama pengimplementasian pembelajaran aktif adalah: a. memungkinkan tingginya tingkat partisipasi aktif peserta didik, b. mendorong penggunaan pengalaman dan pengetahuan sebelumnya, c. memungkinkan adanya perspektifpandangan baru tentang topik atau materi, d. memungkinkan berkembangnya konstelasi nilai dan asumsi dari berbagai disiplin ilmu, e. memungkinkan berkembangnya sikap terbuka terhadap hasil pembelajaran, f. memungkinkan adanya dukungan dan rekan rekan belajar, g. mendorong adanya kristalisasi dan refleksi pengalaman, serta, h. mendorong adanya rasa tanggung jawab untuk belajar sehingga mengembangkan siswa untuk menjadi lebih mandiri dan mampu memotivasi diri. Strategi pembelajaran aktif juga dikembangkan di Jerman pada tahun 1980-an sebagai perpaduan behaviorisme dan kognitivisme. Salah seorang penganjur strategi ini adalah Dave Meier dalam bukunya The Accelerated Learning Handbook Sidjabat, dalam Zulfahmi 2013: 278-284 Menurut Meier dalam Zulfahmi 2013: 278-284, manusia memiliki empat dimensi yakni: tubuh atau somatis S, pendengaran atau auditori A, penglihatan atau visual V, dan pemikiran atau intelek I. Bertolak dari pandangan ini, Meier mengajukan model pembelajaran aktif yang disingkat SAVI– somatis, auditori, visual dan intelektual. Prinsip-prinsip yang melandasi SAVI adalah: a. belajar melibatkan seluruh tubuh dan pikiran, b. belajar adalah berkreasi, bukan mengkonsumsi, c. kerja sama akan sangat membantu proses belajar, d. pembelajaran berlangsung pada banyak tingkatan kognisi secara simultan, e. belajar berasal dari mengerjakan pekerjaan itu sendiri, f. emosi positif sangat membantu pembelajaran, serta g. otak-citra menyerap informasi secara langsung dan otomatis. Menurut Bonwell and James A. Eison 2010: 1 dalam Zulfahmi 2013: 278-284, aspek kesadaran siswa dalam melakukan sesuatu dalam pembelajaran merupakan kunci pembelajaran aktif. “Within this context, it is proposed that strategies promoting active learning be defined as instructional activities involving students in doing things and thinking about what theyare doing” Melalui konteks ini, dianjurkan bahwa strategi untuk memicu pembelajaran aktif dapat didefinisikan sebagai aktivitas pembelajaran yang melibatkan siswa dalam melakukan berbagai hal dan memikirkan apa yang mereka lakukan tersebut.

2. Indikator-indikator Pembelajaran Aktif

Berdasarkan deskripsi teori tentang pembelajaran aktif, dapat disimpulkan empat belas indikator tentang pembelajaran aktif. Berikut adalah empat belas indikator pembelajaran aktif menurut Zulfahmi 2013: 278-284: a. Pertama, pembelajaran hendaknya berpusat pada siswa student centred. Oleh sebab itu, materi pembelajaran hendaknya dikaitkan dengan kebutuhan, minat, dan orientasi siswa dalam kehidupan nyata. b. Kedua, pembelajaran hendaknya didasarkan atas tujuan yang jelas dan dipahami siswa. Guru hendaknya mengkomunikasikan tujuan pembelajaran sebelum proses pembelajaran dilaksanakan. c. Ketiga, pembelajaran aktif hanya dimungkinkan jika siswa dihadapkan pada suatu masalah yang perlu dipecahkan sehingga siswa melakukan proses penemuan. d. Keempat, untuk melakukan penemuan, siswa hendaknya memiliki rambu-rambu yang jelas dari guru. e. Kelima, pembelajaran aktif adalah pembelajaran yang memungkinkan siswa mengaitkan pengalaman atau pengetahuan siap yang telah dimilikinya dengan pengalaman baru yang ditawarkan guru dalam bentuk masalah. f. Keenam, pembelajaran aktif adalah pembelajaran yang memungkinkan adanya perspektifpandangan baru siswa tentang topik atau materi pembelajaran. g. Ketujuh, pembelajaran aktif hendaknya memungkinkan berkembangnya konteslasi nilai dan asumsi dari berbagai disiplin ilmu dalam diri siswa. h. Kedelapan, pembelajaran aktif hendaknya memungkinkan siswa mengembangkan sikap terbuka terhadap hasil pembelajarannya. i. Kesembilan, untuk memfasilitasi memahami permasalahan dan mengaitkan pengalaman siap dengan pengalaman yang baru, pembelajaran aktif memerlukan media yang layak. j. Kesepuluh, pembelajaran hanya dimungkinkan jika siswa memiliki kesadaran bahwa dirinya merupakan subyek yang bertanggung jawab secara mandiri, baik dalam proses maupun pemerolehan hasil belajarnya. k. Kesebelas, pembelajaran tidak hanya melibatkan aktivitas fisik dan mental tetapi juga keseluruhan indera. l. Keduabelas, dari sudut aktivitas otak, pembelajaran bukan hanya melibatkan aktivitas belahan otak sebelah kanan namun juga kiri. Dengan kata lain, faktor kesadaran dan ambang sadar hendaknya dikembangkan secara maksimal. Faktor emosi sangat tergantung pada penciptaan suasana yang menyenangkan dalam konteks kelas yang demokratis. Siswa hendaknya juga mampu mengendalikan emosi dan dapat menikmati proses dan pemerolehan hasil belajarnya. m. Ketigabelas, meskipun pembelajaran merupakan aktivitas individual, namun faktor interaksi sosial juga sangat menentukan. n. Keempatbelas, pembelajaran aktif dipengaruhi oleh umpan balik. Bagi siswa, umpan balik dimanfaatkan untuk merefleksi apa yang telah dipelajari, apa yang belum dikuasai, apa yang dapat direncanakan dan dikerjakan pada masa mendatang untuk mengembangkan hal-hal yang telah dipelajari, dan apa manfaat materi tersebut bagi pengembangan keilmuan maupun kehidupan masa mendatang. Bagi guru, umpan balik dapat dimanfaatkan untuk mencermati kelemahaman dan kekuatan pembelajaran yang telah dilaksanakan dan mengembangkan pembelajaran yang lebih baik pada masa mendatang.

D. Kecerdasan Emosional 1. Pengertian Kecerdasan Emosional

Menurut Goleman 1999: 45 kecerdasan emosional merupakan kemampuan seperti kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustasi; mengendalikan dorongan hati, dan tidak melebih-lebihkan kesenangan; mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stres tidak melumpuhkan kemampuan berfikir; berempati dan berdoa. Kecerdasan emosional adalah kemampuan merasakan dan memahami secara lebih efektif terhadap daya kepekaan emosi. Dengan demikian kecerdasan emosional merupakan kemampuan yang dimiliki individu yang berupa kemampuan mengendalikan dorongan hati, dan tidak melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stres tidak melumpuhkan kemampuan berfikir, berempati dan berdoa, yang semua hal tersebut diperoleh sebagai akibat dari proses perkembangan hidupnya. Apabila seseorang pandai menyesuaikan diri dengan suasana hati individu yang lain atau dapat berempati, orang tersebut akan memiliki tingkat emosionalitas yang baik dan akan lebih mudah menyesuaikan diri dalam pergaulan sosial serta lingkungannya. Individu akan mudah menjalin hubungan dan kerja sama dengan orang-orang disekitarnya. Individu juga dapat memotivasi dirinya sendiri maupun orang lain dalam memecahkan masalah. Sehubungan dengan hal tersebut, dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya, setiap individu perlu untuk dapat mengelola emosi dirinya maupun emosi orang lain. Dengan demikian, dalam mengelola emosi diri sendiri serta emosi orang lain diperlukan kemampuan untuk memahami perasaan serta kepekaan terhadap setiap emosi atau perasaan diri sendiri maupun emosi atau perasaan orang lain. Bila seseorang dapat memahami segala bentuk emosi, maka emosi tersebut dapat dijadikan energi untuk menciptakan koneksi yang baik.

2. Indikator Kecerdasan Emosional

Menurut Goleman 1999: 58. kecerdasan emosional merupakan suatu bentuk kecerdasan dalam memproses tindakan berupa pengendalian dan kesadaran emosional diri, memotivasi serta peka terhadap orang lain dan lingkungan, dengan indikator-indikator berupa: a. Mengenal emosi diri. Kesadaran diri mengenali perasaan waktu perasaan itu terjadi merupakan kecerdasan emosional, kemampuan memantau perasaan dari waktu ke waktu merupakan hal penting bagi wawasan psikologi dan pemahaman diri. b. Mengelola emosi. Menangani perasaan agar perasaan dapat terungkap dengan pas adalah kecakapan yang bergantung pada kesadaran diri. c. Memotivasi diri sendiri. Menata emosi sebagai alat untuk mencapai tujuan adalah hal yang sangat penting dalam kaitan untuk memberi perhatian untuk memotivasi diri sendiri dan menguasai diri sendiri, dan untuk berkreasi. d. Mengenali emosi orang lain. Empati, kemampuan yang juga bergantung pada kesadaran diri emosional, merupakan “keterampilan bergaul”. Orang yang empatik lebih mampu menangkap sinyal-sinyal sosial yang tersembunyi yang mengisyaratkan apa-apa yang dibutuhkan atau dikehendaki orang lain. e. Membina hubungan dengan orang lain. Seni membina hubungan, sebagian besar merupakan keterampilan mengelola emosi orang lain. Orang-orang yang hebat dalam keterampilan ini akan sukses dalam bidang apa pun yang mengandalkan pergaulan yang mulus dengan orang lain; mereka adalah bintang-bintang pergaulan.

3. Macam-macam Emosi:

Daniel Goleman 1999:411-412 mengemukakan beberapa macam emosi yaitu: a. Amarah : beringas , mengamuk, benci, jengkel, kesal hati. b. Kesedihan : pedih, sedih, suram, melankolis, mengasihi diri, putus asa. c. Rasa takut : cemas, gugup, khawatir, was-was, perasaan takut sekali, waspada, tidak tenang. d. Kenikmatan : bahagia, gembira, riang, puas, senag, terhibur, bangga. e. Cinta : penerimaan, persahabatan, kepercayaan, kebaikan hati, rasa dekat, bakti, hormat, kemesraan, kasih. f. Terkejut : terkesiap, terkisap, takjub, terpana. g. Jengkel : hina, jijik, muak, mual, tidak suka. h. Malu : hati-hati, kesal hati, sesal, hina, dan hati hancur lebur.

4. Manfaat Keterampilan Sosial dan Emosional

Daniel Goleman 1999: 403-405 mengemukan manfaat dari adanya keterampilan sosial dan emosional bagi anak, bagi tingkah laku mereka di dalam dan di luar sekolah, dan bagi kemampuan belajar mereka, yaitu: a. Kesadaran Diri Emosional 1 Perbaikan dalam mengenali dan merasakan emosinya sendiri 2 Lebih mampu memahami penyebab perasaan yang timbul b. Mengelola Emosi 1 Toleransi yang lebih tinggi terhadap frustasi dan pengelolaan amarah 2 Berkurangnya ejekan verbal, perkelahian, dan gangguan di ruang kelas 3 Lebih mampu mengungkapkan amarah dengan tepat, tanpa berkelahi 4 Berkurangnya larangan masuk sementara atau skorsing 5 Berkurangnya prilaku agresif yang merusak diri sendiri 6 Lebih baik dalam menangani ketegangan jiwa 7 Berkurangnya kesepian dan kecemasan pergaulan c. Memanfaatkan emosi secara produktif 1 Lebih bertanggung jawab 2 Lebih mampu memusatkan perhatian pada tugas yang dikerjakan dan menaruh perhatian 3 Kurang impulsif; lebih menguasai diri 4 Nilai pada tes-tes prestasi meningkat d. Empati: membaca emosi 1 Lebih mampu menerima sudut pandang orang lain 2 Memperbaiki empati dan kepekaan terhadap perasaan orang lain 3 Lebih baik dalam mendengarkan orang lain e. Membina hubungan 1 Meningkatkan kemampuan menganalisis dan memahami hubungan 2 Lebih baik dalam menyelesaikan pertikaian dan merundingkan 3 Lebih baik dalam menyelesaikan persoalan yang timbul dalam hubungan 4 Lebih tegas dan terampil dalam berkomunikasi 5 Lebih populer dan mudah bergaul, bersahabat dan terlibat dengan teman sebaya 6 Lebih dibutuhkan oleh teman sebaya 7 Lebih menaruh perhatian dan bertenggang rasa 8 Lebih memikirkan kepentingan sosial dan selaras dalam kelompok 9 Lebih suka berbagi rasa, bekerja sama, dan suka menolong 10 Lebih demokratis dalam bergaul dengan orang lain

E. Keterampilan Berfikir Kreatif 1.

Pengertian Keterampilan Berpikir Kreatif Menurut Hamzah, dkk 2014: 110, berpikir menurut pemahaman umum manusia adalah hal esensi menyangkut kemanusiaannya. Berdasarkan kamus Oxford Advanced Learner’s Dictionary dalam Sudarma 2003: 37, istilah thinking salah satunya diartikan, “ideas or opinions about something”. Pemikiran itu adalah idea atau opini. Dengan kata lain, orang yang berpikir adalah orang yang memiliki idea atau opini mengenai sesuatu. Menurut Guilford dalam Hamzah, dkk 2014: 111 kemampuan berfikir terbagi dalam tiga kategori yaitu kognitif, divergen, evaluatif. Dengan dimilikinya keterampilan berpikir yang baik, seseorang akan memiliki modal untuk bisa memecahkan masalah yang terjadi dalam kehidupannya. Menurut Sudarma 2003: 34, seseorang yang memilki keterampilan berpikir, akan dapat memecahkan masalah kelompoknya, baik di tempat bermain maupun di rumah. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa keterampilan berpikir adalah usaha seseorang dalam menemukan idea atau gagasan yang diwujudkan dalam suatu bentuk opini, aksi atau tindakan untuk mengatasi permasalahan kehidupannya. Menurut J Geoffrey Rawlinson 1989:1 berfikir kreatif adalah upaya untuk menghubungkan benda-benda atau gagasan-gagasan yang sebelumnya tidak berhubungan. Menurut Florence Beetlestone 2011: 3 kreativitas melibatkan pengungkapan atau pengekspresian gagasan dan perasaan serta penggunaan berbagai macam cara untuk melakukannya, misal melalui seni eksprensif. Kreativitas adalah aktualisasi diri, merupakan karakteristik yang fundamental, suatu potensial yang ada pada semua manusia saat dilahirkan, akan tetapi yang sering hilang, terhambat atau terpendam alam proses pembudayaan. Menurut Robert Franken dalam Sudarma 2013: 18, ada tiga dorongan yang menyebabkan orang bisa kreatif, yaitu 1 kebutuhan untuk memiliki sesuatu yang baru, bervariasi dan lebih baik, 2 dorongan untuk mengomunikasikan nilai dan ide, serta 3 keinginan untuk memecahkan masalah. Ketiga dorongan itulah, yang kemudian menyebabkan seseorang untuk berkreasi. Dengan kata lain, masalah kreativitas ini dapat dimaknai sebagai sebuah energi atau dorongan dalam diri yang menyebabkan seseorang melakukan tindakan tertentu. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengertian keterampilan berpikir kreatif adalah suatu keterampilan yang dimiliki individu dalam mengkombinasikan suatu ide yang mencangkup antara kemampuan kognitif dan kemampuan afektif, yang kemudian diwujudkan dalam suatu tindakan.

2. Sumber Keterampilan Berfikir Kreatif

Setiap individu pada dasarnya memiliki keterampilan berpikir kreatif. Berikut adalah sumber keterampilan berpikir kreatif a. Menurut Maslow,1968 : dalam Munandar, 2009:18 sumber dari kreativitas adalah kecendrungan untuk mengaktualisasikan diri, mewujudkan potensi, dorongan untuk berkembang dan menjadi matang, kecendrungan untuk mengekspresikan dan mengaktifkan semua kemampuan organisme, diri sendiri, dengan alam, dan dengan orang lain. b. Menurut Hulbeck 1945 dalam Munandar 2009:20 mengatakan ”Creative action is an imposing of one’s own whole personality on the environment in an uniqe and characteristic way”. Tindakan kreatif muncul dari keunikan keseluruhan kepribadian dalam interaksi dengan lingkungan. Dengan demikian keterampilan berpikir kreatif terbentuk melalui kepribadian seseorang yang bercampur dengan kondisi lingkungan yang dialaminya. c. Menurut Magill dalam Hamzah, dkk 2014: 108, kreativitas adalah kemampuan kognitif seseorang seperti dalam hal: a fluency, b fleksibilitas, c originalitas, d elaborasi, e visualisasi, f berfikir metaphora, g mendefinisikan, h evaluasi, pengertian- pengertian ini secara langsung menyatakan indikator pembelajaran aktif. Kreativitas ini tercipta di segala bidang dan kreativitas dapat diajarkan di sekolah-sekolah, karena setiap orang pada dasarnya memiliki kreativitas pada dirinya meskipun dengan kadar yang berbeda-beda. Bahwa pada intinya kreativitas adalah kemampuan seseorang untuk melahirkan sesuatu yang baru, baik berupa gagasan maupun karya nyata, yang relatif berbeda dengan apa yang telah ada sebelumnya. Keberhasilan kreativitas menurut Amabile Munandar dalam Hamzah, dkk 2014: 109 adalah persimpangan intersection antara keterampilan anak dalam bidang tertentu domain skills, keterampilan berpikir dan bekerja kreatif, dan motivasi intrinsik. Persimpangan kreativitas tersebut yang disebut dengan teori persimpangan kreativitas creativity intersection Pada tingkat berfikir lebih tinggi berfikir diarahkan pada pencarian kebenaran sesuatu atau disebut berfikir kritis, dan pencarian kebermaknaan sesuatu yang disebut dengan berfikir kreatif Hamzah, dkk 2014: 110. Berfikir kreatif adalah proses yang digunakan ketika mengajukan suatu gagasan baru, kriteria baru ini bergantung pada pandangan individu, kelompok ataupun masyarakat disekitarnya.

3. Syarat Berfikir Kreatif

Menurut MacKinnon dalam Hamzah, dkk 2014: 113 menyatakan tiga syarat penting dari berfikir kreatif yaitu: a. Melibatkan respon atau gagasan yang baru, b. Dapat memecahkan persoalan secara realistis, dan c. Mempertahankan insinght yang orisinil. Kebaruan, realistis, dan orisinalitas menjadi syarat penting dalam berfikir kreatif.

4. Tahapan dalam Berfikir Kreatif

Menurut Hamzah, dkk, 2014: 113, sebagai bentuk pemikiran, berfikir kreatif berusaha menghasilkan sesuatu yang baru melalui penggabungan baru dari unsur-unsur yang telah ada dalam pikiran sesorang melalui sebuah proses. Proses berfikir ini menurut teori Wallls ada empat tahap yaitu: a. Persiapan, yaitu tahap berfikir kreatif dengan mempersiapkan diri untuk memecahkan masalah dengan orang lain. b. Inkubasi atau pengeraman, yaitu tahap berfikir kreatif dengan seakan-akan melepaskan diri untuk sementara waktu dari masalah yang dihadapi. c. Tahap iluminasi, adalah tahap berfikir kreatif dengan munculnya gagasan baru sebagai pemecah masalah, dalam tahap ini muncul pikiran atau gagasan yang dapat digunakan sebagai dasar pemecah masalah atau suatu pandangan baru yang dibutuhkan untuk membuka wawasan. d. Tahap verifikasi, adalah tahap berfikir kreatif berupa pengujian atau pengembangan atas ide atau kreasi baru, pada tahap ini akan diperoleh apakah gagasan yang ditelorkan dapat dilaksanakan atau tidak.

5. Ciri-ciri Kreatifitas

a. Ciri-ciri kreativitas Menurut Munandar ciri-ciri berfikir kreatif dapat ditinjau dari dua aspek yaitu antara lain: 1 Aspek Kognitif. Ciri-ciri kreativitas yang berhubungan dengan kemampuan berpikir kreatifdivergen ciri-ciri atitude yaitu: a keterampilan berpikir lancar fluency, meliputi antara lain: mencetuskan benak gagasan, jawaban, penyelesaian masalah, memberikan banyak cara atau saran untuk melakukan berbagai hal, dan memikirkan lebih dari satu jawaban. b keterampilan berpikir luwesfleksibel flexibility, meliputi menghasilkan gagasan, jawaban, pertanyaan yang bervariasi, melihat suatu masalah dari sudut pandang yang berbeda, dan mampu mengubah cara pendekatan atau cara pemikiran. c keterampilan berpikir orisinal originality, meliputi mampu melahirkan ungkapan yang baru dan unik, memikirkan cara yang tidak lazim untuk mengungkapkan diri, dan membuat kombinasi-kombinasi yang tidak lazim dari bagian-bagian atau unsur-unsur. d keterampilan memperinci elaboration, meliputi mampu memperkaya dan mengembangkan suatu gagasan atau produk, dan menambah atau merinci detil-detil dari suatu obyek, gagasan atau situasi sehingga lebih menarik. e keterampilan menilai evaluation, meliputi menentukan patokan penilaian sendiri dan dapat menentukan kebenaran pertanyaan, rencana atau tindakan, mampu mengambil keputusan terhadap situasi yang terbuka, dan dapat melaksanakan gagasannya. 2 Aspek Afektif Ciri-ciri kreativitas yang lebih berkaitan dengan sikap dan perasaan seseorang ciri-ciri non-aptitude yaitu: a rasa ingin tahu; b bersifat imajinatiffantasi; c merasa tertantang oleh kemajemukan; d sifat berani mengambil resiko; e sifat menghargai; f percaya diri; g keterbukaan terhadap pengalaman baru; dan h menonjol dalam salah satu bidang seni

6. Faktor Penghambat Pengembangan Kreativitas.

Berdasarkan proyek 1000 guru dalam studi Fryer 1996 dalam Florence Beetlestone 2012: 169 menunjukkan bahwa ada enam faktor kunci yang bisa menjadi hambatan bagi perkembangan kreatifitas, antara lain: a. Lingkungan yang menghambat, b. Latar belakang keadaan di rumah, di mana kadang-kadang banyak kegiatan anak yang dilarang, c. Guru yang mendorong kerja cepat, d. Tekanan dari teman sebaya, e. Penekanan pada perbedaaan antara bekerja dan bermain.

F. Kerangka Berpikir

1. Hubungan Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran Aktif dengan Kecerdasan Emosional Salah satu komponen pembelajaran aktif yang dapat mendorong peserta didik untuk memiliki kecerdasan emosional adalah pembelajaran yang berpusat pada siswa. Konsep ini menjelaskan bahwa dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran, seorang pendidik harus melibatkan siswa secara aktif dalam proses kegiatan pembelajaran, karena dalam pembelajaran aktif peserta didik merupakan subjek dan pendidik hanya berperan sebagai fasilitator. Dalam upaya membangun pembelajaran berpusat pada siswa, pendidik perlu memahami bahwa masing-masing siswa memiliki karakteristik dan tingkatan emosi yang berbeda-beda. Oleh sebab itu, dalam merancang sebuah pembelajaran, pendidik perlu menyamakan pemusatan perhatiaan pada masing-masing siswa secara sama rata, agar masing-masing siswa memperoleh perlakuan yang adil. Dalam proses pembelajaran yang berpusat pada siswa, para peserta didik membiasakan untuk bersikap mandiri dan mampu menyesuaikan diri dengan keadaaan yang sedang terjadi selama proses pembelajaran. Jika individu pandai menyesuaikan diri dengan suasana hatinya, dapat berempati, dan mampu menciptakan situasi kondisi yang positif, maka individu tersebut memiliki tingkat emosionalitas yang baik sehingga akan lebih mudah menyesuaikan diri dalam pergaulan sosial serta lingkungannya. Dengan demikian, diharapkan semakin terlaksananya pembelajaran aktif maka akan menumbuhkan kecerdasan emosional peserta didik. Komponen kedua dalam pembelajaran aktif yang dapat mendorong peserta didik dalam memiliki kecerdasan emosional adalah dari sudut aktivitas otak. Konsep ini menjelaskan bahwa pembelajaran bukan hanya melibatkan aktivitas belahan otak sebelah kanan namun juga kiri. Dengan kata lain, faktor kesadaran dan ambang sadar hendaknya dikembangkan secara maksimal. Faktor emosi sangat tergantung pada penciptaan suasana yang menyenangkan dalam konteks kelas yang demokratis. Siswa hendaknya juga mampu mengendalikan emosi, dan dapat menikmati proses dalam pemerolehan hasil belajarnya. Dari penjelasan di atas, peneliti menduga bahwa terdapat hubungan yang positif antara tingkat keterlaksanaan model pembelajaran aktif dengan kecerdasan emosional. 2. Hubungan Tingkat Keterlaksanaan Model Pembelajaran Aktif dengan Keterampilan Berfikir Kreatif Salah satu konsep pembelajaran aktif yang dapat digunakan untuk mengembangkan keterampilan berfikir kreatif adalah mengacu pada proses penemuan pemecahan masalah inquiry. Komponen menemukan merupakan kegiatan dengan pengamatan terhadap fenomena atau kejadian, dilanjutkan dengan kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk menghasilkan temuan yang diperoleh sendiri oleh peserta didik. Dalam suatu proses penemuan peserta didik diminta untuk mengamati suatu hal. Hal tersebut akan menimbulkan rasa keingintahuan peserta didik dan kemudian akan memunculkan suatu proses berfikir. Dalam mencari suatu pemecahan masalah, peserta didik diajak pada tahapan proses berfikir kreatif dengan mempersiapkan diri untuk memecahkan masalah dengan belajar berfikir, mencari jawaban, bertanya atau berdiskusi dengan orang lain. Dengan pembiasaan yang dilakukan oleh guru dengan mengajak peserta didik untuk dapat menemukan pemecahan masalah, maka peserta didik akan terbiasa menanggapi suatu masalah sebagai suatu tantangan yang harus dihadapi dan dapat meningkatkan keluwesan bagi peserta didik dalam berfikir. Dari penjelasan berdasarkan kajian teori dan uraian diatas maka peneliti menduga terdapat hubungan positif tingkat pembelajaran aktif dengan keterampilan berfikir kreatif siswa.

G. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kajian teori dan kerangka berfikir dalam diajukannya hipotesis sebagai jawaban atau dugaan sementara mengenai permasalahan yang sedang dihadapi yaitu sebagai berikut: 1. Ho 1 = Tidak ada hubungan positif tingkat keterlaksanaan pembelajaran aktif dengan kecerdasan emosional. Ha 1 = Ada hubungan positif tingkat keterlaksanaan pembelajaran aktif dengan kecerdasan emosional emosional. 2. Ho 2 = Tidak ada hubungan positif tingkat keterlaksanaan pembelajaran aktif dengan ketrampilan berfikir kreatif Ha 2 = Ada hubungan yang positif keterlaksanaan pembelajaran aktif dengan keterampilan berfikir kreatif X

H. Model Penelitian

Hubungan antara variabel-variabel data penelitian ini jika digambarkan secara sistematis dalam paradigma penelitian adalah sebagai berikut: Keterangan: X = Pembelajaran aktif Y1 = Kecerdasan emosional Y2 = Keterampilan berfikir kreatif = Hubungan tingkat keterlaksanaan pembelajaran aktif dengan kecerdasan emosional dan ketrampilan berfikir kreatif. Y 1 Y 2 32

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian korelasional. Penelitian korelasional menurut Arikunto 1989: 201 merupakan penelitian yang bertujuan untuk menemukan ada tidaknya hubungan dan apabila ada, beberapa eratnya hubungan serta berarti atau tidaknya hubungan. Sedangkan menurut Kuncoro 2003:9-10 dalam Suharso 2009:10, penelitian korelasional adalah usaha untuk menentukan apakah terdapat dua hubungan atau lebih, serta beberapa jauh tingkat hubungan yang ada di antara variabel yang diteliti. Dalam penelitian ini, peneliti ingin mengetahui hubungan keterlaksanaan pembelajaran aktif dengan kecerdasan emosional dan ketrampilan berfikir kreatif pada siswa SMA di wilayah daerah Kulonprogo.

B. Waktu dan Tempat

1. Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2016 sampai dengan Februari 2017

Dokumen yang terkait

Hubungan tingkat keterlaksanaan pembelajaran aktif pada materi Akuntansi dengan kecerdasan emosional dan keterampilan berpikir kreatif siswa : survey pada siswa kelas XII IIS SMA di wilayah Kabupaten Bantul yang menerapkan kurikulum 2013.

0 0 165

Hubungan tingkat keterlaksanaan pembelajaran aktif pada materi Akuntansi dengan kecerdasan emosional dan keterampilan berpikir kreatif siswa : survei pada siswa kelas XII IIS di SMA N 1 Wates, SMA N 2 Wates, dan SMA N 1 Sentolo di Kabupaten Kulonprogo.

0 18 171

Hubungan tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dengan keterampilan berkomunikasi, integritas pribadi, dan minat belajar siswa.

0 0 2

Hubungan tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dengan keterampilan berkomunikasi, integritas pribadi, dan minat belajar siswa.

0 2 229

Hubungan tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2013 dengan keterampilan berkomunikasi, integritas pribadi, dan minat belajar siswa.

5 14 226

Hubungan tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dengan Keterampilan berkomunikasi, integritas pribadi, dan minat belajar siswa.

0 0 205

Hubungan tingkat keterlaksanaan pembelajaran aktif pada materi Akuntansi dengan kecerdasan emosional dan keterampilan berpikir kreatif siswa

0 1 163

Hubungan tingkat keterlaksanaan pembelajaran aktif pada materi akuntansi dengan motivasi belajar dan kecerdasan emosional siswa

0 0 158

Hubungan tingkat keterlaksanaan pembelajaran aktif pada materi Akuntansi dengan keterampilan berpikir kreatif dan efikasi diri

0 4 189

HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL DAN BERPIKIR KREATIF TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA

0 0 12