Pengatasan Kekerasan Dalam Pacaran a

77

C. Pembahasan Umum

Setiap kelompok individu memiliki keistimewaanya sendiri, demikian pula remaja awal. Dalam penelitian ini, beberapa orang remaja yang termasuk dalam kategori remaja awal berkumpul dan berdiskusi bersama tentang fenomena kekerasan dalam pacaran. Dari diskusi tersebut, tampak beberapa persamaan dan perbedaan hasil antara remaja putra dan putri tentang fenomena kekerasan dalam pacaran, yaitu tentang bentuk, penyebab, akibat, dan pengatasan kekerasan. Berkaitan dengan bentuk kekerasan dalam pacaran, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa remaja putra dan putri mengkategorikan KDP menjadi dua bentuk, yaitu kekerasan fisik dan kekerasan non fisik atau yang biasa mereka sebut dengan kekerasan mental batin. Mereka tidak menyebutkan tentang kekerasan seksual. Untuk kedua bentuk kekerasan tersebut fisik dan nonfisik, mereka melihatnya sebagai sesuatu yang diskret atau terpisah. Remaja putra dan putri tidak melihat hubungan antara kekerasan fisik dan nonfisik. Kenyataannya, kekerasan fisik biasanya merupakan tingkat terakhir dalam KDP. Ketika terjadi kekerasan fisik, dalam kebanyakan kasus, terdapat sejarah panjang kekerasan verbal dan emosional, dan seringkali kekerasan seksual Murray, 2006. Dengan kata lain, sebenarnya terdapat hubungan antara kekerasan fisik dan nonfisik. Jika dibandingkan dengan data di lapangan, laporan dari Rifka Annisa WCC tahun 2001-2006 menyebutkan bahwa dari semua kasus KDP yang ada, 106 kasus merupakan kasus kekerasan emosi, 39 kasus merupakan kekerasan emosi dan seksual, 30 kasus merupakan kasus kekerasan seksual, dan 15 kasus merupakan kasus kekerasan fisik. Selain itu, penelitian Price et al 2000 78 menyebutkan bahwa 22 remaja putri dan 12 remaja putra mengalami kekerasan fisik danatau psikologis serta 19 remaja putri dan 4 remaja putra mengalami kekerasan seksual. Dari data tersebut, terlihat bahwa remaja seringkali mengalami kekerasan fisik, emosi, dan seksual dalam hubungan pacaran mereka. Sebenarnya, dari hasil diskusi juga terlihat bahwa remaja putra menyebutkan perilaku-perilaku yang berkaitan dengan seksualitas seperti memperkosa dan pelecehan sebagai sebagai contoh perilaku negatif yang terjadi dalam hubungan pacaran  . Lebih lanjut, menurut remaja putri, contoh-contoh perilaku yang muncul misalnya seperti memaksa pasangan untuk berhubungan intim memperkosa serta memaksa pasangan untuk berciuman. Dari beberapa perilaku tersebut, hanya satu perilaku yang dikategorikan remaja sebagai suatu bentuk kekerasan, yaitu memperkosa dikategorikan sebagai bentuk kekerasan fisik. Pengkategorian tersebut dilakukan oleh remaja putri. Untuk perilaku- perilaku yang lain, remaja putra dan putri tidak mengkategorikannya ke dalam bentuk kekerasan ataupun ke dalam kategori lain di luar konsep kekerasan. Berkaitan dengan faktor penyebab pelaku melakukan kekerasan dalam pacaran, remaja putra dan putri sama-sama berpendapat bahwa ekspresi ketidakmampuan diri, dalam hal ini kurangnya kemampuan interpersonal dan intrapersonal, serta penggunaan kekerasan sebagai sarana untuk menguasai pasangan merupakan salah satu faktor penyebab KDP. Secara lebih detil, kurangnya kemampuan intrapersonal, yakni pelampiasan emosi dan ekspresi kemarahan merupakan alasan yang sering diungkapkan oleh remaja putra dan  Lampiran halaman 121-123 79 putri. Hasil ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Follingstad et.al 1991 dan O’Keefe 1997. Hal ini menunjukkan bahwa remaja awal kurang mampu mengontrol amarahnya sehingga cenderung mengekspresikannya dengan cara yang kurang adekuat Dye Eckhardt, 2000; Santrock, 2003. Kurangnya kemampuan remaja awal dalam mengelola emosinya tersebut bisa disebabkan karena pada awal masa remaja, terjadi perubahan pada bagian otaknya sehingga mempengaruhi kemampuannya dalam mengontrol emosi Nelson, 2002; Yurgelon-Todd, 2002. Haynie Piquero 2006 juga menambahkan bahwa awal masa remaja atau masa pubertas merupakan stressful event. Oleh karena itu, kebanyakan remaja awal menjadi kurang sabar serta senang menunjukkan perlawanan yang akhirnya berarah pada kekerasan. Masih berkaitan dengan kemampuan intrapersonal, cemburu atau perselingkuhan juga menjadi alasan KDP yang seringkali muncul dalam penelitian ini. Alasan ini diperkuat oleh pendapat remaja lainnya yang menyatakan bahwa orang ketiga atau selingkuhan menjadi salah satu dari beberapa faktor lain yang ikut andil dalam kekerasan. O’Keefe 1997 menyebutkan bahwa selain kemarahan dan keinginan untuk mengontrol, cemburu merupakan salah satu motif pelaku dalam melakukan KDP. Hal ini didukung oleh Gagne Lavoie yang mengungkapkan bahwa pada remaja usia 14-17 tahun, cemburu merupakan penyebab utama kekerasan fisik dan emosi dalam hubungan pacaran Geary et.al, 2006. Hal tersebut disebabkan karena pada masa remaja, pasangan romantis merupakan figur kelekatan yang menggantikan kelekatan dengan orangtua 80 sehingga ancaman akan kehilangan kasih sayang dari figur tersebut berpotensi memunculkan ketegangan pada diri remaja. Berkaitan dengan kemampuan interpersonal, konflik dalam hubungan pacaran dan masalah komunikasi juga telah diidentifikasi sebagai penyebab timbulnya kekerasan dalam hubungan pacaran O’Kefee, 1997; Riggs O’Leary dalam Mahlstedt Welsh, 2005. Dalam penelitian ini, konflik dalam hubungan pacaran teridentifikasi secara lebih detil misalnya seperti kesalahpahaman, perbedaan pendapat, ketidakpercayaan, dan kekurangmampuan dalam menerima kelemahan pasangan. O’Keefe 2005 dalam reviewnya juga menyebutkan bahwa kurangnya kemampuan menyelesaikan masalah serta rendahnya ketrampilan mengelola kemarahan dan mengkomunikasikan perasaan juga akan meningkatkan kemungkinan penggunaan kekerasan dalam penyelesaian konflik. Opini remaja putra dan putri tentang faktor penyebab KDP tersebut sejalan dengan opini mereka tentang langkah-langkah pengatasan KDP. Dalam diskusi, kedua kelompok remaja menyebutkan perilaku-perilaku seperti saling percaya, menjaga komunikasi, saling terbuka, dan lain sebagainya sebagai langkah untuk mengatasi KDP. Hal tersebut menunjukkan bahwa remaja putra dan putri secara umum menyarankan seseorang danatau pasangan untuk memperbaiki hubungan interpersonal dan intrapersonal untuk mengatasi KDP. Hal ini sejalan dengan opini mereka tentang penyebab KDP, yaitu bahwa KDP terjadi karena kurangnya kemampuan interpersonal dan intrapersonal. Berkaitan dengan akibat KDP, remaja putra dan putri menyebutkan beberapa akibat jangka pendek dan jangka panjang dari KDP. Walaupun PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 81 demikian, fokus perhatian remaja putra dan putri lebih ke akibat jangka pendek atau akibat langsung KDP, seperti melukai fisik, menimbulkan sakit hati, kekecewaan, dan lain sebagainya. Remaja putra dan putri kurang begitu menyadari akibat jangka panjang KDP. Kesamaan hasil antara remaja putra dan putri seperti yang telah dipaparkan di atas menunjukkan bahwa pemahaman remaja putra dan putri tentang fenomena kekerasan dalam pacaran masih terbatas. Remaja putra dan putri melihat KDP benar-benar dari situasi konkrit yang mereka pahami di lapangan. Dari sudut perkembangan kognitif, keterbatasan tersebut bisa disebabkan karena perkembangan biologisnya. Pada awal masa remaja, bagian otak yang disebut dengan frontal corticol system, suatu bagian otak yang berfungsi dalam proses perencanaan dan penilaian, belum mengalami perkembangan yang sempurna sehingga remaja kurang mampu melakukan pemikiran-pemikiran jangka panjang dengan baik. Oleh karena itu, mereka cenderung melihat akibat KDP dari jangka pendeknya, cenderung melihat kekerasan fisik dan nonfisik secara diskret, serta cenderung menitikberatkan faktor penyebab KDP pada kurangnya kemampuan interpersonal dan intrapersonal dan keinginan untuk menguasai pasangan. Walaupun demikian, dengan latihan, pengarahan, dan informasi yang tepat, maka remaja dapat mengembangkan pemikiran-pemikirannya dengan lebih baik Bjork et.al Chambers et.al dalam Papalia et.al., 2007. Di samping persamaan hasil seperti yang telah dipaparkan di atas, penelitian ini juga menunjukkan perbedaan opini antara remaja putra dan putri PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI