18
c. Berpikir dalam hipotesis Remaja mampu berpikir logis, membuat hipotesis untuk
memecahkan suatu masalah serta mampu menguji keefektifan pemecahan masalah tersebut. Remaja juga dapat menarik
kesimpulan secara sistematik, baik bersifat deduktif ataupun induktif Keating dalam Gazzaniga Heatherton, 2003;
Santrock, 2003; Steinberg, 2002. d. Metakognisi
Metakognisi merupakan pengetahuan, kesadaran, dan kontrol terhadap proses kognitif yang ada pada diri individu Matlin,
1994. Dengan metakognisi, remaja menjadi lebih introspektif serta lebih menyadari tentang diri dan pikiran-pikirannya
Steinberg, 2002. e. Berpikir multidimensi
Pemikiran remaja tidak lagi terbatas pada satu hal atau satu isu saja, namun menjadi lebih kompleks Keating dalam Gazzaniga
Heatherton, 2003; Steinberg, 2002. f. Berpikir relatif
Remaja cenderung melihat sesuatu tidak hanya hitam dan putih, namun secara relatif Steinberg, 2002.
19
Selain hal-hal di atas, Schaie dalam Davis Palladino, 1997 menambahkan bahwa tugas perkembangan kognitif masa remaja adalah
untuk memperoleh informasi, pengetahuan, dan ketrampilan-ketrampilan dari lingkungan sekitarnya. Pengetahuan dan ketrampilan tersebut nantinya
akan digunakan ketika mereka dewasa. Oleh karena itu, penting bagi remaja untuk menaruh perhatian terhadap lingkungan sekitarnya guna memenuhi
tugas perkembangan ini. Adanya tugas perkembangan yang disandang remaja tersebut serta
mulai berkembangnya kemampuan remaja dalam berpikir abstrak dan multidimensi mendorong remaja untuk mulai meluaskan ketertarikannya
pada hal-hal yang bersifat non-riil. Remaja mulai tertarik pada topik-topik seperti hubungan interpersonal, politik, filosofi, religiusitas, maupun moral
Steinberg, 2002. Topik-topik tersebut mengandung hal-hal yang abstrak seperti persahabatan, harapan, demokrasi, keadilan, dan kejujuran; hal-hal
tersebut hanya dapat dipahami dengan baik ketika kemampuan berpikir abstrak individu sudah berkembang. Oleh karena itu, jelaslah mengapa
remaja lebih tertarik dan lebih mampu memahami isu-isu sosial daripada anak-anak.
3. Remaja Sebagai Bagian dari Kelompok Sosial
Sebagai bagian dari masyarakat atau kelompok sosial, remaja seringkali berperilaku atau berpandangan sesuai dengan apa yang dianut
oleh kelompoknya. Remaja mengobservasi perilaku dan pandangan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
kelompok untuk kemudian diinternalisasi menjadi perilaku dan pandangan pribadinya. Dalam psikologi, fenomena ini disebut dengan modeling
Pervin, Cervone, John, 2005. Dalam ranah sosiologi, fenomena ketika remaja berperilaku dan berpandangan seperti anggota kelompok merupakan
hasil dari proses sosialisasi Berry et al., 1999. Konsep modeling dicetuskan oleh Albert Bandura. Menurut
Bandura, dalam situasi sosial individu dapat belajar lebih cepat dengan mengamati atau melihat tingkah laku orang lain Cloninger, 2004. Individu
belajar mengenali tipe-tipe perilaku yang diterima dan tidak diterima dengan cara mengobservasi perilaku anggota kelompoknya Pervin, Cervone,
John, 2005. Oleh karena itu, individu menjadi tahu perilaku yang diterima kelompok dan perilaku yang yang tidak diterima.
Berkaitan dengan sosialisasi, proses ini menunjukkan proses pembentukan individu dengan sengaja melalui cara-cara pengajaran. Dalam
proses ini, orang-orang di sekitar individu mewariskan nilai, ketrampilan, keyakinan, dan lain sebagainya melalui pewarisan tegak dari orang tua,
pewarisan miring dari orang dewasa lainnya, atau pewarisan mendatar dari teman sebaya Berry et.al., 1999.
Melalui kedua hal tersebut, sosialisasi dan modeling, individu dalam hal ini remaja menjadi bagian dari kelompok sosial. Remaja mendapat
sosialisasi tentang nilai-nilai atau perilaku yang berkembang di kelompoknya dan selanjutnya remaja meniru nilai-nilai dan perilaku
tersebut. Proses tersebut berlangsung terus-menerus sehingga lama- PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
kelamaan remaja memiliki nilai-nilai dan perilaku yang relatif sama dengan yang dimiliki oleh kelompoknya. Dalam hal ini, remaja telah menjadi bagian
dari kelompok sosial tempat ia hidup.
C. Kekerasan Dalam Pacaran
1. Pacaran
Masa remaja merupakan suatu tahap ketika kebanyakan individu mulai menjalin komitmen personal dengan lebih loyal Davis Palladino,
1997. Salah satu komitmen personal yang dijalani individu terwujud dalam hubungan pacaran. Selain dilatarbelakangi oleh hal tersebut, pacaran identik
dengan masa remaja karena pada masa ini banyak terjadi perubahan hormonal pada diri individu yang menyebabkan mereka mulai tertarik pada
lawan jenis. Selain itu, hubungan heteroseksual yang diwujudkan dalam bentuk pacaran merupakan salah satu usaha untuk memenuhi tugas
perkembangan sosialisasi pada remaja Hurlock, 1980. Hal ini senada dengan yang disebutkan Fuhrmann Yarni, 2005 yang mengatakan bahwa
salah satu tugas perkembangan yang harus dipenuhi oleh remaja adalah mempersiapkan diri secara fisik, psikis, dan sosial untuk berkomitmen
dengan lawan jenis dan selanjutnya membentuk keintiman sebagai bentuk kematangan psikologis. Dowdy Howard Santrock, 2003 juga
menambahkan bahwa meskipun banyak remaja putra dan putri saling mempengaruhi secara sosial melalui teman sebaya, namun melalui