Martabat Kerja Kerja sebagai Partisipasi dalam Karya Allah

99 Kerja merupakan kewajiban. Tidak ada orang yang mempunyai hak untuk tidak bekerja atau hidup atas tanggungan orang lain bdk. 2Tes. 3:6-12. Rasul Paulus memerintahkan semua orang untuk menjadikan kerja sebagai suatu kehormatan agar tidak bergantung pada siapa pun 1Tes. 4:12, dan mempraktikkan solidaritas dengan berbagi-bagi hasil kerja degan orang yang berkekurangan Ef. 4:28. Dengan kerja kita mampu meningkatkan kesejahteraan umum.

2. Martabat Kerja

Kerja merupakan ungkapan keluhuran martabat manusia sebagai citra Allah Komisi Kepausan untuk Keadilan dan Perdamaian, 2009: 188-198. Kerja manusia mempunyai dua dimensi: objektif dan subjektif. Secara objektif, kerja merupakan sejumlah kegiatan manusia untuk menghasilkan barang atau pun mengolah bumi. Secara subjektif, kerja adalah kegiatan pribadi manusia yang mampu melaksanakan tindakan kerja sesuai dengan panggilan pribadinya sebagai citra Allah. Sebagai pribadi, manusia menjadi subjek kerja. Dimensi subjektif kerja harus ditempatkan lebih dahulu dari dimensi objektifnya, karena dimensi pribadi menentukan mutu dan nilai pelaksanaannya. Kerja manusia tidak hanya berasal dari pribadi, tetapi juga diatur menuju dan memiliki sasaran pada pribadi manusia. Dengan demikian kerja juga memiliki dimensi sosial, yaitu dilakukan bersama orang lain dan untuk orang lain. Bekerja berarti berbuat sesuatu untuk orang lain. Hasil kerja memberi kesempatan untuk mengalami perjumpaan dengan orang lain. Kerja, oleh karena faktor subjektifnya, lebih unggul dari semua faktor lainnya yang berkaitan dengan produksi, khususnya modal. Kerja memiliki prioritas atas modal, karena dalam proses produksi kerja merupakan penyebab utama, sedangkan modal merupakan sarana produksi. Dengan demikian para pekerja mempunyai hak untuk berpartisipasi di dalam kepemilikan, pengelolaan dan laba. 100 Beristirahat dari kerja adalah hak setiap pekerja. Sebagaimana Allah beristirahat pada hari ketujuh, demikian pula manusia yang diciptakan seturut citra Allah memiliki hak untuk beristirahat yang memungkinkannya untuk mengurusi kehidupan keluarga, budaya, sosial dan agamanya.

3. Kerja sebagai Partisipasi dalam Karya Allah

Dalam Katekismus Gereja Katolik ditegaskan bahwa dengan kerja manusia bekerja sama dengan Allah demi penyempurnaan ciptaan KGK 378. Sewaktu bekerja, manusia menggunakan sekaligus mengembangkan kemampuan kodratinya. Nilai utama dari kerja datang dari manusia sendiri yang menciptakannya dan yang menerima keuntungannya KGK 2428. Dengan bekerja diharapkan setiap orang dapat menghasilkan sarana-sarana untuk memelihara diri sendiri dan keluarganya serta supaya ia dapat menyumbang sesuatu bagi kesejahteraan umum. Pekerjaan diadakan untuk manusia, dan bukan manusia untuk pekerjaan bdk. Laborem Exercens 6. Pekerjaan dimaksudkan Tuhan untuk menguduskan manusia. Kerja tidak dapat dipisahkan dari manusia yang diciptakan seturut citra Allah, sebab Allah melibatkan manusia untuk meneruskan karya penciptaan-Nya, demi kesejahteraannya sendiri dan sesamanya. Perintah untuk menaklukkan bumi dan berkuasa atas semua makhluk hidup bdk. Kej. 1:28 diartikan sebagai perintah untuk memelihara alam semesta, mengolah dan mengembangkannya sehingga bermanfaat bagi manusia. Kekuasaan manusia atas alam semesta tidak boleh dilakukan dengan sewenang-wenang, tetapi dengan tetap memeliharanya dan menghindari dari perusakan lingkungan hidup. Itulah makna berpartisipasi dalam karya Allah. Sebagaimana Yesus yang selalu bekerja demi keselamatan orang banyak, kita pun dipanggil untuk melanjutkan karya keselamatan Allah itu. Secara khusus Yesus memilih orang kecil, orang miskin dan tersingkir dalam pelayanan-Nya, maka kita 101 pun diharapkan memperhatikan dan membela orang kecil, orang miskin dan tersingkir, yang menjadi korban di dalam masyarakat. Misalnya saja, kita perlu membela kaum buruh agar mereka mendapatkan hak mereka atas upah yang adil. Pembebasan orang kecil dari penindasan termasuk bentuk keselamatan yang diwartakan Yesus. Pertanyaan Reflektif: 1. Pada zaman sekarang, orang lebih suka menyibukkan diri sendiri dengan bermain gadget untuk mendengarkan musik, main games, ber-SMS ria, atau sekedar browsing internet, sehingga tidak lagi peduli pada orang lain. Orang menjadi egois, kurang mau bersosialisasi. Bagaimana aku menanggapi situasi ini? 2. Apa bentuk keterlibatanku di dalam menanggapi permasalahan sosial yang terjadi di masyarakat sekitarku? 3. Permasalahan sosial apa saja yang terjadi di Indonesia? 4. Manakah ajaran sosial Gereja yang relevan dengan situasi sosial, budaya, ekonomi dan politik di Indonesia? 5. Bagaimana aku memaknai kerja atau belajarku selama ini?

F. PENUTUP