48
oleh kesadaran bahwa Tuhan sangat mencintainya baik dalam suka maupun duka baik saat sehat maupun sakit. Oleh karena itu
dengan rendah hati ia bersedia menerima kenyataan sakit sebagai suatu bentuk cinta Tuhan kepadanya juga.
Sebagai calon konselor yang kuliah di Prodi BK-USD yang mempunyai misi “menjadi sesama bagi orang lain”, maka
pengalaman perjumpaan dengan ibu Y mengajarkan pentingnya: 1 Mengasah kepekaan terhadap pergulatan hidup orang lain
yang sedang mengalami sakit dan dibayangi kematian. 2 Mengasah kemampuan untuk mendengarkan, bersikap sabar dan
berempati terhadap orang yang sedang mengalami pergulatan dalam hidupnya
E. PENUTUP
Moral hidup mengajarkan kita tentang pentingnya merawat kehidupan di setiap tahapan dan transisi hidup yang dialami
manusia sepanjang usianya. Sikap hormat terhadap kehidupan sedari awal mula perlu terinternalisasi dalam diri kita, sehingga
kita tidak akan pernah melakukan tindakan pembunuhan, aborsi, euthanasia dan bunuh diri; karena sangat bertentangan dengan
ajaran Gereja Katolik.
Kesadaran untuk memelihara kesehatan fisik dan psikologis juga perlu kita lakukan di tahap tengah perjalanan hidup. Kita
bertanggung jawab untuk merawat kesehatan fisik kita dan orang lain, dengan menghindari pemakaian obat-obat bius,
penyalahgunaan makanan, alkohol, tembakau, dan obat-obatan lainnya; sebab dapat merusak fungsi organ-organ tubuh bagian
dalam. Sedangkan merawat kesehatan psikologis harus kita lakukan dengan kesediaan untuk terus-menerus mengolah setiap
pengalaman sedih, gagal dan kecewa. Tujuannya supaya emosi kita dapat tetap stabil sehingga sanggup merasakan serta menghargai
aneka percikan kebahagiaan hidup.
49
Pembahasan tentang tahap akhir hidup manusia menyadarkan kita tentang pentingnya mempersiapkan diri memasuki usia tua
sehingga rentan menjadi sakit-sakitan, juga siap menghadapi fakta kematian. Kita perlu memahami pergulatan-pergulatan psikologis
dan teologis seseorang saat menghadapi sakit dan menjelang kematian, supaya kita dapat memberikan pendampingan yang
tepat kepada mereka.
KEPUSTAKAAN
Hadi, Hardono. 1996. Jati Diri Manusia Berdasarkan Filsafat Organisme. Yogyakarta: Kanisius.
Hidayat, Komaruddin. 2006. Psikologi Kematian: Mengubah Kematian Menjadi Optimisme. Jakarta: Hikmah
Hogan, Frances. 2002. Suffering, The Unwanted Blessing: Ziarah Bathin di Belantara Penderitaan. Terjemahan: P.Petrus Salu,
SVD. Yogyakarta: Kanisius. Kiesert, B., 1994. Diktat Kuliah Harapan I “Ber-Teologi Harapan Sebagai
Proyek”. hlm.7-15 tidak diterbitkan. Kubler-Ross, Elisabeth. 1998. On Death and Dying: Kematian sebagai
Bagian Kehidupan, Terjemahan: Wanti Anugrahani. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Maria de Ligouri, Alfonsus. 2001. Kematian itu Indah: Bagaimana Menghadapinya? Terjemahan: P.Moses Beding CSsR. Jakarta:
Obor. Meyer, Joice. 2003. “Follow the Holy Spirit”. Dalam: Beauty for
Ashes: Receiving Emotional Healing. New York: Warner Faith, p.47-52.
Prama, Gede. 2004. Jejak-Jejak Makna. Jakarta: Gramedia. Susanto, Harry penerjemah. 2011. Kompendium Katekismus Gereja
Katolik. Yogyakarta: Kanisius.
50
Simon dan Christoper Danes. 2000. Masalah-masalah Moral Sosial Aktual. Yogyakarta: Kanisius.
Tri Subagya, Y. 2005. Menemui Ajal: Etnogafi Jawa tentang Kematian. Yogyakarta: Kepel.
51
HIDUP BERKELUARGA: SEBUAH PILIHAN YANG MENUNTUT
TANGGUNG JAWAB
Yoseph Kristianto
A. PENDAHULUAN