16
2. Sifat-sifat Hati Nurani
a. Hati nurani bersifat subjektif: tindakan yang didasari hati nurani membuat pelaku sungguh menjadi subjek.
b. Hati nurani bisa keliru: kekeliruan muncul karena ketidaktahuan yang tidak disengaja, ketidaktahuan yang tidak
teratasi khususnya pada persoalan-persoalan hidup yang baru dan ketidakpedulian orang untuk mencari kebaikan dan
kebenaran. Gaudium et Spes dalam artikel di atas menyatakan “Akan tetapi tidak jaranglah terjadi bahwa hati nurani tersesat karena
ketidaktahuan yang tak teratasi, tanpa kehilangan martabatnya”.
c. Hati nurani bersifat mutlak: hati nurani harus ditaati. Orang
yang tidak taat pada suara hati akan merasa tidak aman. Orang yang taat pada hati nurani akan merasa tenang, sebagaimana
tampak dalam cerita pengantar pemahaman hati nurani ini.
d. Hati nurani bukan suara Tuhan: hati nurani meskipun bersifat mutlak, namun bukan suara Tuhan, karena suara hati
dapat keliru. Suara Tuhan tidak dapat keliru. Kompendium Katekismus Gereja Katolik sebagaimana dikutip di atas
mengemukakan bahwa jika betul-betul memperhatikan sura hati ini, orang bijak dapat mendengar suara Allah yang
berbicara kepadanya.
e. Hati nurani tidak serba melarang: Ada kesan suara hati serba
melarang. Suara hati tidak serba melarang. Menurut Sigmund Freud von Magnis, 1979:58-60, institusi batin manusia yang
serba melarang tersebut ialah super ego. Super ego merupakan hasil internalisasi dari larangan-larangan yang terdapat dalam
norma.
3. Fungsi Hati Nurani
Dari pemahaman di atas dapat ditarik tiga fungsi hati nurani, yakni kesadaran akan yang baik dan tidak baik, akan apa yang
harus dilakukan keputusan akan nilai, pengambilan keputusan
17
untuk bertindak, dan pengadilan keputusan akan tindakan yang dilakukan apakah benar atau salah Kieser, 1987: 96-102.
Hati nurani sebagai kesadaran artinya memberika informasi tentang perbuatan baik dan tidak baik dalam situasi konkret.
Informasi tersebut selanjutnya menjadi pertimbangan akan apa yang harus dilakukan. Hati nurani berfungsi sebagai pertimbangan
mengapa seseorang melakukan tindakan tertentu dan bukan tindakan yang lain. Dengan kesadaran dan pertimbangan itu
memungkinkan subjek untuk dapat bertanggung jawab, khususnya mampu menjawab mengapa ia melakukan perbuatan tertentu.
Dengan pertimbangan hati nurani subjek mampu memilih, memutuskan hal yang harus dilakukan. Memilih berarti
berkehendak. Berkehendak menunjukkan bahwa seseorang bebas menentukan. Dengan kehendak bebas itu, hati nurani
memungkinkan orang untuk mengambil tanggung jawab khususnya kesiapan menanggung risiko dari tindakannya. Jadi
hati nurani sangat berhubungan dengan kemampuan seserang mengambil tanggung jawab atas tindakannya.
Fungsi selanjutnya dari hati nurani ialah sebagai pengambil keputusan atas tindakan yang sudah dilakukan. Tindakan seseorang
dapat menyimpang dari hati nurani. Misalnya siswa dalam cerita di atas mengambil keputusan untuk menjawab soal berdasarkan
kunci jawaban atau menyontek padahal tindakan itu dilarang oleh suara hatinya. Dengan demikian siswa tersebut bertindak dengan
sengaja melawan suara hatinya. Setelah orang bertindak hati nurani mengambil peranan menjadi pengadil apakah tindakan seseorang
sesuai atau bertentangan dengan suara hati. Jika tindakan seseorang sesuai degan suara hati, suara hati akan memberikan pujian,
peneguhan yang berupa ketenangan batin, seperti digambarkan dalam cerita di atas. Siswa itu pada akhir ujian merasa tenang dan
lega Karena ia tidak jadi menyontek. Seandainya siswa tersebut akhirnya menyontek maka suara hati akan menyalahkan tindakan
sehingga siswa tersebut merasa tidak tenang.
18
Manusia bermartabat luhur justru karena ia memiliki hati nurani. Dan keluhuran itu terwujud manakala ia menaati keputusan
hati nurani. Dalam ketaatan terhadap keputusan hati nurani itulah letak martabat manusia. “Menurut hati nurani itu pula ia akan
diadili”, sebagaimana dinyatakan dalam artikel Gaudium et Spes di atas, “Martabatnya ialah mematuhi hukum itu, dan menurut
hukum itu pula ia akan diadili”.
4. Pembinaan Hati Nurani