Berperan Serta Dalam Kehidupan dan Misi Gereja

68 II, 1994: art.45. Berdasarkan prinsip tersebut maka masyarakat khususnya negara harus menghormati hak-hak hakiki yang dimiliki oleh keluarga dan tidak bisa mengambilalih peranan- peranan keluarga. Negara harus mampu mengusahakan agar keluarga dapat mencukupi semua kebutuhan di bidang: ekonomi, sosial, pendidikan, politik dan kebudayaan secara memadai. Dalam suasana kesatuan yang akrab keluarga sebagai sekolah hidup bermasyarakat dapat menumbuhkan semangat berkorban dan dialog untuk dapat membina dan mengembangkan sikap sosial, rasa tanggung jawab. Maka orang tua mampu mengajak anak belajar memperhatikan orang lain. Hidup di tengah-tengah masyarakat bukannya tanpa resiko. Dalam menghadapi masyarakat yang sedang mengalami perubahan dan perkembangan di bidang teknologi yang pesat keluarga banyak menghadapi berbagai macam masalah. Kalau tidak waspada menghadapi kebiasaan- kebiasaan buruk masyarakat akan kehilangan martabat luhur dan sifat manusiawi sehingga hidup menjadi serba terkungkung dan diatur oleh nafsu. Akibatnya, timbullah ekses-ekses seperti: alcoholisme, narkotik dan terorisme. Namun diharapkan “keluarga masih mempunyai kekuatan untuk mengangkat manusia dari keadaannya yang tak bernama, membina dan mengembangkan kesadarannya akan martabatnya, serta memperkayanya dengan perikemanusiaan yang mendalam.” Paus Yohanes Paulus II, 1994: art.42.

c. Berperan Serta Dalam Kehidupan dan Misi Gereja

Dengan Sakramen Perkawinan keluarga Kristiani mengikatkan diri pada ikatan yang tak terceraikan karena mereka telah dipersatukan oleh Allah dan melalui kegiatan merayakan Sakramen-sakramen Gereja diharapkan dapat semakin memperkaya dan memperkuat keluarga Kristiani dengan rahmat Kristus, supaya keluarga dikuduskan demi kemuliaan Bapa. Gereja juga mewartakan cinta kasih terus-menerus kepada keluarga Kristiani dengan demikian 69 akan semakin mendorong dan membina keluarga Kristiani untuk melaksanakan pelayanannya dalam cinta kasih. Penghayatan cinta kasih itu meneladan pola cinta kasih Yesus Kristus yang penuh pengorbanan. Oleh karena itu keluarga tidak hanya menerima cinta kasih Kristus dan menjadi rukun hidup yang diselamatkan, melainkan mereka diharapkan juga dapat menyalurkan cinta kasih Kristus kepada saudara-saudara mereka. Hanya dengan demikian keluarga mampu menjadi persekutuan yang menyelamatkan Paus Yohanes Paulus II, 1994: art.51. Yesus Kristus menjadi teladan dan sumber hidup keluarga Kristiani maka keluarga Kristiani juga mempunyai tugas pokok dalam mengembangkan misi Gereja yang mengacu pada hidup Yesus sebagai Nabi, Imam, dan Raja. Keluarga menjalankan tugas kenabian yaitu bersikap kritis terhadap situasi berkenaan dengan kehendak Allah dengan menyambut dan mewartakan Sabda, yang terjadi dalam iman Kristiani yang harus tampak dalam persiapan, peresmian dan penghayatan hidup berkeluarga Paus Yohanes Paulus II, 1994: art.51. Begitulah keluarga Kristiani menjadi tempat menyalurkan sabda Allah dan menjadi tempat yang subur bagi pewartaan Injil. Pewartaan Injil dari orang tua kepada anak-anak sebaiknya dilakukan sejak usia kanak-kanak. Tidak menutup kemungkinan bagi anak-anak ikut mewartakan Injil melalui penghayatan yang mendalam dalam menerima Sabda Allah. Jadi orang tua dan anak, saling melengkapi bersama-sama memahami dan menghayati Injil dalam hidup berkeluarga. Keluarga ini juga menjadi pewarta Sabda Allah bagi keluarga-keluarga lain di lingkungannya. Dalam situasi jaman modern yang semakin kompleks ini kebutuhan akan pembinaan iman menjadi amat menyolok. Keluarga sebagai tempat pertama dan utama bagi hidup anak-anak menjadi tempat yang subur bagi pewartaan Sabda Allah, pembinaan iman dan katekese dalam keluarga. Tugas imamat keluarga Kristiani yaitu menyucikan yang dilaksanakan lewat pertobatan dan saling mengampuni, serta 70 memuncak dalam penyambutan Sakramen Tobat Paus Yohanes Paulus II, 1994: art.58. Tugas pengudusan dari orang tua dilaksanakan dalam doa bersama yang terpusat pada peristiwa hidup berkeluarga. Dengan demikian orang tua mempunyai kewajiban untuk mendidik anak-anak berdoa agar mempunyai relasi pribadi dengan Allah. Pembinaan hidup doa akan lebih baik melalui teladan orang tua dalam hidup doa mereka sendiri dan diadakan doa bersama dalam keluarga. Doa keluarga berguna juga untuk mempersiapkan anggota keluarga bagi doa dan ibadat Gereja. Keluarga juga mempunyai tugas rajawi, yakni memberi arah dan kepemimpinan dengan melayani sesama manusia, seperti Kristus Raja Rm 6:12. Dalam tugas rajawi ini keluarga harus melihat setiap orang termasuk anaknya sebagai citra Allah terutama mereka yang menderita dan semuanya itu harus dilaksanakan dan didasarkan dalam cinta kasih

3. Pokok-pokok Refleksi Moral