13
barang-barang yang ia lihat bagus, ada yang seperti emosi-emosi yang berkeliaran. Untuk memahami pengertian hati nurani, suara
hati, dan batin baiklah kita simak lebih dahulu cerita berikut:
Seorang siswa, sebelum pelaksanaan ujian nasional mendapatkan berbagai info dari beberapa temannya tentang
kunci jawaban, yang katanya merupakan bocoran. Siswa tersebut meragukan kebenaran bocoran kunci tersebut. Dalam
keraguannya siswa itu mengalami semacam perang batin. Ada bisikan yang mengatakan ‘bawa saja bocoran itu, kerjakan soal
berdasarkan bocoran itu, tidak perlu susah-susah. Di sisi lain ia mendengar suara bahwa nyontek itu tidak baik, jangan lakukan.
Siswa tersebut tetap belajar mempersiapkan ujian. Tetapi ia juga membeli bocoran kunci jawaban tersebut.
Ketika tiba saat pelaksanaan ujian, siswa tersebut membawa bocoran kunci tersebut. Ia mengerjakan semua soal yang ia
yakin bisa. Ketika menghadapi soal yang ia merasa tidak bisa, ia mendengar bisikan agar membuka kunci jawaban yang ia simpan
di saku dan menjawab soal sesuai kunci jawaban tersebut. Tetapi ia juga mendengar suara bahwa menyontek itu tidak baik, jangan
dilakukan, jawablah soal dengan berpikir sendiri. Ketika tangannya mencoba mengambil kunci jawaban itu dari saku celananya, ia
merasa gemetar, jantungnya berdegup agak kencang. Merasakan hal itu akhirnya ia menarik lagi tangannya dari saku celananya.
Ia mulai konsentrasi memahami soal dan mengerjakannya sesuai pemikirannya. Selesai ujian ia merasa tenang dan lega.
1. Pengertian Hati Nurani Suara Hati
Untuk memahami hal ikhwal hati nurani, di samping cerita di atas, baik kalau kita simak juga ajaran Gereja mengenai hati nurani
sebagai berikut: Di lubuk hati nuraninya manusia menemukan hukum, yang
tidak diterimanya dari dirinya sendiri, melainkan harus ditaatinya. Suara hati itu selalu menyerukan kepadanya untuk mencintai
14
dan melaksanakan apa yang baik, dan untuk menghindari apa yang jahat. Bilamana perlu, suara itu menggemakan dalam
lubuk hatinya: jalankanlah ini, elakkanlah itu. Sebab dalam hatinya manusia menemukan hukum yang ditulis oleh Allah.
Martabatnya ialah mematuhi hukum itu, dan menurut hukum itu pula ia akan diadili. Hati nurani ialah inti manusia yang
paling rahasia, sanggar sucinya; di situ ia seorang diri bersama Allah, yang sapaan-Nya menggema dalam batinnya. Berkat hati
nurani dikenallah secara ajaib hukum, yang dilaksanakan dalam cinta kasih terhadap Allah dan terhadap sesama. Atas kesetiaan
terhadap hati nurani Umat kristiani bergabung dengan sesama lainnya untuk mencari kebenaran, dan untuk dalam kebenaran
itu memecahkan sekian banyak persoalan moral, yang timbul baik dalam hidup perorangan maupun dalam hidup kemasyarakatan.
Oleh karena itu semakin besar pengaruh hati nurani yang cermat, semakin jauh pula pribadi-pribadi maupun kelompok-kelompok
menghindar dari kemauan yang membabi-buta, dan semakin mereka berusaha untuk mematuhi norma-norma kesusilaan yang
objektif. Akan tetapi tidak jaranglah terjadi bahwa hati nurani tersesat karena ketidaktahuan yang tak teratasi, tanpa kehilangan
martabatnya. Tetapi itu tidak dapat dikatakan tentang orang, yang tidak peduli untuk mencari apa yang benar serta baik, dan karena
kebiasaan berdosa hati nuraninya lambat laun hampir menjadi buta Gaudium et Spes, artikel 16 dalam Dokumen Konsili Vatikan
II, 1993: 525-526.
Istilah hati nurani dan suara hati dalam bahasa Indonesia biasanya digunakan untuk menerjemahkan istilah yang sama,
yakni conscience Inggris atau conscientia latin. Dengan demikian suara hati dan hati nurani merujuk pengertian yang sama, yakni
pengetahuan akan yang baik dan jahat yang menyertai tindakan. Hati nurani adalah kesadaran moral. Dalam kasus di atas kesadaran
moral itu adalah “menyontek itu tidak baik” karenanya tidak boleh dilakukan.
15
Kesadaran moral dalam diri manusia bukan sesuatu yang netral. Kesadaran moral senantiasa mewajibkan manusia untuk
melakukan hal yang dianggap baik itu dan tidak melakukan apa yang dianggap jahat. Gaudium et spes dalam artikel di atas
menyatakannya bahwa hati nurani sebagai hukum, ‘Di lubuk hati nuraninya manusia menemukan hukum, yang tidak diterimanya
dari dirinya sendiri, melainkan harus ditaatinya’.
Moral selalu menunjuk dan berhubungan dengan perbuatan. Maka kesadaran moral itu menjadi nyata dalam keputusan
moral ketika menghadapi situasi konkret. Hal ini disebut sebagai kecakapan moral. Dalam cerita di atas Siswa tersebut akhirnya
memutuskan untuk tidak menyontek dan mengerjakan soal sesuai dengan kemampuannya. Gaudium et Spes dalam artikel di atas
menyatakannya, “Bilamana perlu, suara itu menggemakan dalam lubuk hatinya: jalankanlah ini, elakkanlah itu”.
Sehubungan dengan gagasan di atas hati nurani dan suara hati dapat digunakan secara berbeda. Mgr. Nicholaus Adi Seputra MSC,
menyampaikan gagasan Pater Yong Ohoitimur kamerauke.blog. spot, 201110 bahwa hati nurani menunjuk pada kesadaran dan
keterarahan akan hal yang baik kesadaran moral atau kewajiban moral yang dalam bahasa latin disebut ‘synderesis’; sedangkan
suara hati menunjuk pada keputusan moral dalam situasi konkret. Dengan demikian suara hati merupakan perwujudan konkret dari
hati nurani.
“Suara hati yang terdapat dalam hati setiap orang merupakan suatu pertimbangan akal budi yang muncul pada saat tertentu dan
mengarahkannya untuk melakukan yang baik dan menghindari yang jahat. Berkat suara hati ini, pribadi manusia memahami
kualitas moral suatu tindakan untuk dilaksanakan atau sudah dilakukan, membuat dia bisa mengambil tanggung jawab terhadap
tindakannya. Jika betul-betul memperhatikan suara hati ini, orang bijak dapat mendengar suara Allah yang berbicara kepadanya”
Kompendium Katekismus Gereja Katolik, 2011: artikel 372.
16
2. Sifat-sifat Hati Nurani