Membentuk Persekutuan Pribadi-pribadi Ciri-ciri Keluarga Kristriani

63

D. CIRI-CIRI DAN PERANAN KELUARGA KRISTIANI

Dalam amanat Apostolik tentang Keluarga: Familiaris Consortio, Sri Paus Yohanes Paulus II Yohanes Paulus II: 1994, menguraikan mengenai ciri-ciri dan peranan keluarga Kristiani sebagai berikut:

1. Ciri-ciri Keluarga Kristriani

a. Membentuk Persekutuan Pribadi-pribadi

Keluarga mempunyai peranan membentuk persekutuan pribadi-pribadi. Membentuk persekutuan pribadi berarti membangun persekutuan pribadi-pribadi dalam suatu komunitas yang berdasar pada cinta kasih. Pribadi yang bersekutu atau bersatu adalah pertama-tama suami dan isteri, kemudian orang tua dan anak-anak serta sanak saudara. Pribadi-pribadi yang hidup dalam keluarga memerlukan dasar untuk mempersatukan mereka. Dasar yang mengikat persatuan mereka adalah cinta kasih. Cinta kasih merupakan dasar, kekuatan dan tujuan akhir dalam hidup keluarga. Tanpa dilandasi dan diperkokoh dengan cinta kasih, keluarga tidak dapat hidup berkembang atau menyempurnakan diri sebagai persekutuan pribadi-pribadi Paus Yohanes Paulus II, 1994: art.18. Berkat Sakramen Perkawinan, dipersatukanlah pasangan suami isteri dengan Allah. Mereka dipanggil untuk mewujudkan persatuan yang bersumber dari dan dalam cinta kasih Kristus di tengah-tengah keluarga. Keluarga menemukan dalam cinta kasih sumber dan dorongan terus-menerus untuk menghormati dan mengembangkan martabat masing-masing anggota keluarga sebagai pribadi yang bermartabat sama sebagai manusia di hadapan Allah. Wanita dan pria mempunyai martabat yang sama. Wanita dalam keluarga berperanan sebagai isteri dan ibu. Peranan seorang ibu dalam keluarga perlu dijunjung tinggi martabatnya. Peranannya dalam keluarga ikut menentukan terutama dalam pendidikan 64 iman anak-anaknya. Anak pertama kali dalam hidupnya mengenal ibunya sejak dalam rahim. Maka anak mengenal apa itu iman pertama kali juga dari ibunya yang sejak bayi menyusui, mengasuh dengan penuh kasih dan menyediakan keperluan hidupnya. Di samping berperanan sebagai ibu, seorang isteri juga mempunyai kewajiban untuk selalu taat dan setia kepada suaminya. Seorang isteri hendaklah menghormati suaminya” Ef 5:33. Martabat seorang pria juga harus dihormati dalam kedudukannya sebagai suami dan ayah dalam keluarga. Demikian pula seorang suami hendaklah mau menghormati isterinya dan mencintainya dengan sepenuh hati. Seorang suami diharapkan mampu mengembangkan sikap cinta kasih dan menampakkan cinta kasih kepada isterinya yaitu cinta kasih yang penuh kelembutan hati dan kuat. Cinta kasih yang ditampakkan Kristus terhadap Gereja- Nya menjadi dasar dan teladan bagi suami-istri Bdk.Ef 5:25. Setiap anak yang lahir dalam keluarga Kristiani mempunyai hak dan martabat yang sama. Oleh karena itu seorang anak berhak memperoleh perhatian yang khusus di pelbagai segi kehidupan baik jasmani, emosional, pendidikan dan pembinaan imannya dan semua itu hendaklah menjadi kekhasan keluarga Kristiani. Jadi anak mempunyai hak untuk mendapat cinta kasih, pendidikan, pembinaan iman dari orang tuanya dan berhak juga mengemukakan pendapatnya serta menentukan masa depannya.

b. Monogam dan Tak Terceraikan