Penyusunan Program Kerja METODE KAJIAN

barang langka. Cara yang dimaksud di sini berkait dengan semua aktivitas yang berhubungan dengan produksi, distribusi, pertukaran dan konsumsi jasa-jasa dan barang-barang langka. Dimensi lokal menunjuk tidak hanya pada kesatuan wilayah geografis, namun juga kesatuan entitas basis sosia l untuk tindakan kolektif. Di tingkat lokal tersebut terdapat tiga entitas basis sosial, yaitu: lokalitas, komunitas, dan kelompok. Dengan demikian konsep ekonomi lokal mencakup seluruh aktivitas ekonomi yang berlangsung di masyarakat. Perkembangan ekonomi lokal tidak terlepas dari pengaruh eksternal yaitu konteks geografis yang lebih besar seperti propinsi, nasional atau bahkan internasional. Serta pengaruh internal, yaitu dinamika ekonomi yang berlangsung ditingkat komunitas, kelompok, maupun pelaku rumah tangga. Pembangunan ekonomi lokal menekankan pada pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber daya alam secara optimal untuk mengembangkan ketenagakerjaan dan menciptakan kesejahteraaan masyarakat di suatu lokalitas tertentu. Syaukat dan Sumarti 2004 menjelaskan bahwa, sumber-sumber daya saing ekonomi lokal antara lain : lahan, tenaga kerja, dan modal. Sumber-sumber daya saing yang ada di Desa Koto Teluk adalah : 1. Sumber Daya Alam Lahan merupakan sumber daya alam yang paling dapat dikontrol oleh komunit as. Seluruh produksi bisa terjadi dimana saja, tetapi membutuhkan tetapi tetap membutuhkan lokasi khusus. Semenjak tanah kemudian menjadi suatu sumberdaya ekonomi yang penting, kontrol terhadap tanah dan lahan menjadi sangatlah penting. Sumber daya alam yang dapat digunakan dalam pengembangan ekonomi lokal di Desa Koto Teluk adalah: Pertama, sumber daya alam berupa sawah tadah hujan. Luas lahan sawah tadah hujan di Desa Koto Teluk adalah sebesar 24 hektar. Hal ini tidaklah sebanding dengan jumlah penduduk yang bermata pencaharian petani. Sistem kepemilikan bersama atas lahan pertanian menyebabkan satu lahan sawah tertentu digarap secara bergantian oleh beberapa keluarga yang memilikinya. Sistem pengairan yang belum optimal mengakibatkan sebagian besar sawah yaitu sekitar delapan hektar hanya dapat sekali panen pada satu tahun. Ketergantungan yang besar pada curah hujan, mengakibatkan lahan tersebut terbengkalai pada musim kemarau dan hanya dijadikan tempat para peternak mencari pakan ternak selain dilahan rawa. Kedua, sumber daya alam berupa sungai. Di Desa Koto Teluk terdapat sebuah sungai yang belum dimanfaatkan oleh masyarakat bagi kegiatan usaha ekonomis produktif. Selama ini sungai Batang Merao dimanfaatkan untuk kepentingan mandi, cuci dan kakus MCK saja, akan tetapi sedikit demi sedikit fungsi sungai sebagai tempat MCK sudah mulai berkurang. Disamping karena adanya kesadaran akan pentingnya kebersihan akan air yang dikonsumsi, air yang ada di sungai Batang Meraopun sudah tidak layak digunakan untuk kep erluan MCK. Batang Merao airnya sudah tidak bersih dan jernih lagi, karena banyaknya warga disepanjang sungai yang memanfaatkan sungai sebagai tempat pembuangan sampah. Sungai sekarang lebih banyak dimanfaatkan untuk memandikan hewan ternak saja seperti kuda, kerbau, sapi dan itik. Sekitar tahun 2001, di Desa Koto Teluk pernah dilaksanakan budidaya ikan dengan menggunakan sistem keramba. Akan tetapi usaha ini tidak terlalu membuahkan hasil yang optimal. Tercemarnya sungai Batang Merao menyebabkan ikan yang dipelihara mati dan masyarakat mengalami gagal panen. Disamping itu, pengikisan yang terjadi di tebing- tebing sungai mengakibatkan keramba-keramba milik masyarakat akan hanyut jika terjadi curah hujan yang cukup besar. Hambatan ini menyebabkan potensi sumber daya alam berupa sungai belum dimanfaatkan bagi kegiatan usaha ekonomis produktif. Ketiga, sumber daya alam berupa lahan rawa. Luas lahan rawa yang ada di Desa Koto Teluk berkisar empat hektar, yang terdapat diperbatasan dengan desa Simpang Tiga. Keberadaan lahan rawa ini belum dimanfaatkan bagi pertanian sawah karena keterbatasan pengetahuan masyarakat tentang bagaimana bercocok tanam di lahan rawa. Sistem pertanian yang masih tradisional dalam mengolah lahan tidak cocok diterapkan pada lahan rawa ini. Karena dari berbagai penuturan petani yang pernah mengolah lahan rawa ini, biaya yang dikeluarkan untuk mengolah lahan tidak sebanding dengan hasil yang diperoleh. Kondisi ini mengakibatkan terlantarnya lahan rawa tersebut. Akan tetapi lahan rawa ini justru merupakan lahan bagi para peternak khususnya sapi untuk memperoleh pakan tambahan bagi ternaknya. Sistem peternakan sapi yang tradisional dengan sistem gembala yang membutuhkan lahan penggembalaan yang luas, menyebabkan peternakan sapi di Desa Koto Teluk mengalami kemacetan. Masyarakat belum terbiasa dengan sistem penggemukan dimana sapi tidak lagi digembalakan, tetapi dikandangkan dengan memberikan pakan yang dapat memacu pertumbuhan sapi. 2. Sumber Daya Manusia Sumber daya saing ekonomi lokal yang kedua adalah tenaga kerja. Tersedianya tenaga kerja yang terampil bukan hanya memiliki pendidikan yang baik, tetapi secara umum lebih intelektual dan membentuk suatu sumberdaya bagi komunitas dalam pengembangan ekonomi lokal. Di Desa Koto Teluk, sebagian besar tenaga kerja masih bertumpu pada pekerjaan di sektor pertanian, yang secara turun temurun telah menjadi mata pencaharian pokok masyarakat, walaupun sekarang pada umumnya mereka telah memiliki pekerjaan sampingan pada sektor lainnya. Kualitas angkatan kerja jika dirinci menurut pendidikan yang ditamatkan di Desa Koto Teluk masih tergolong rendah, jumlah angkatan tenaga kerja yang menamatkan Sekolah Dasar adalah sebesar 40,27 persen atau sejumlah 323 orang, dan hanya 3,87 persen atau 31 orang saja yang berpendidikan sarjana. Tabel 6. Kualitas Angkatan Kerja Jika Dirinci Menurut Pendidikan Yang Ditamatkan Di Desa Koto Teluk Tahun 2004 No Tingkat Pendidikan Jumlah jiwa Persentase 1. Tidak Tamat SD 13 1,63 2. Tamat SD 323 40,27 3. Tamat SLTP 198 24,69 4. Tamat SLTA 187 23,31 5. Akademi 50 6,23 6. Sarjana Strata 1 31 3,87 Jumlah 802 100,00 Sumber: daftar isian data dasar profil Desa Koto Teluk tahun 2005.