Penguatan Kelembagaan Usaha Ekonomi Desa Simpan Pinjam Dalam Pengembangan Ekonomi Lokal di Desa Koto Teluk Kecamatan Hamparan Rawang Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi

(1)

LOKAL DI DESA KOTO TELUK KECAMATAN HAMPARAN

RAWANG KABUPATEN KERINCI PROVINSI JAMBI

VIKING RIZARTA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir Penguatan Kelembagaan Usaha Ekonomi Desa Simpan Pinjam Dalam Pengembangan Ekonomi Lokal di Desa Koto Teluk Kecamatan Hamparan Rawang Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi adalah karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun.

Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tugas akhir ini.

Bogor, Pebruari 2006

VIKING RIZARTA NRP. A. 154040255


(3)

VIKING RIZARTA, Penguatan Kelembagaan Usaha Ekonomi Desa Simpan Pinjam Dalam Pengembangan Ekonomi Lokal di Desa Koto Teluk Kecamatan Hamparan Rawang Kabupaten Kerinci. Dibimbing oleh EKAWATI SRI WAHYUNI sebagai ketua, SUTARA HENDRAKUSUMAATMAJA sebagai anggota komisi pembimbing.

Lembaga Keuangan Mikro (LKM) telah lama menjadi sarana untuk mengembangkan ekonomi rakyat dan memberdayakan rakyat kecil, disamping itu LKM merupakan salah satu pendekatan dalam menanggulangi kemiskinan, karena dapat berfungsi sebagai lembaga yang menyediakan berbagai jasa keuangan, untuk kegiatan produktif maupun konsumtif bagi keluarga miskin. Usaha Ekonomi Desa Simpan Pinjam sebagai salah satu lembaga keuangan mikro di Desa Koto Teluk belum mampu menjawab kebutuhan masyarakat akan bantuan modal usaha.

Tujuan kajian ini adalah menganalisis kondisi ekonomi lokal dan potensi pengembangannya, menganalisis kapasitas kelembagaan UED-SP baik pengurus maupun Anggota UED-SP, dan menganalisis performa kelembagaan UED-SP, serta merumuskan strategi dan program penguatan kapasitas kelembagaan UED -SP dalam pengembangan ekonomi lokal.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah; pengamatan berpartisipasi, studi dokumentasi, wawancara mendalam dan focus group discussion (FGD). Penelitian dilakukan dalam tiga tahap kegiatan, yaitu pemetaan sosial, evaluasi program pengembangan masyarakat dan kajian pengembangan masyarakat.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa di Desa Koto Teluk memiliki potensi sumberdaya alam, sumber daya manusia dan kelembagaan yang jika dimanfaatkan atau dikembangkan secara optimal akan dapat menjadi energi untuk memberdayakan ekonomi lokal. Dalam rangka penguatan kelembagaan UED-SP guna pengembangan ekonomi lokal, UED-SP mengalami permasalahan yaitu: kurangnya pemahaman dan pengetahuan masyarakat tentang UED-SP, manajemen kelembagaan belum optimal, modal usaha yang masih terbatas, dan kurangnya ketrampilan anggota dalam pengembangan usaha-usaha baru yang potensial.

Penyusunan strategi dan program dilakukan bersama-sama dengan masyarakat melalui diskusi kelompok dengan tahap -tahap : Identifikasi potensi dan permasalahan, Indentifikasi faktor intern al (kekuatan dan kelemahan), Identifikasi faktor eksternal (peluang dan ancaman), Analisis matrik SWOT, Penyusunan strategi dan rancangan program.

Strategi dan program penguatan kelembagaan UED-SP yang dilaksanakan di Desa Koto Teluk adalah sebagai berikut: Penguatan Norma Lembaga Kepada Masyarakat, Penataan Manajemen UED -SP, Peningkatan Modal Usaha, Peningkatan Ketrampilan Usaha Ekonomis Produktif Anggota


(4)

@ Hak cipta milik Viking Rizarta, tahun 2006 Hak cipta dilindungi

Dilarang mengut ip dan memperbanyak t anpa izin t ert ulis dari I nst it ut Pert anian Bogor, sebagian at au seluruhnya dalam Bent uk apapun, baik cet ak, f ot ocopy, mikrof ilm dan sebagainya


(5)

DI DESA KOTO TELUK KECAMATAN HAMPARAN RAWANG

KABUPATEN KERINCI PROVINSI JAMBI

VIKING RIZARTA

Tugas Akhir

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Profesional pada

Program Studi Magister Profesional Pengembangan Masyarakat

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(6)

Rawang Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi

Nama : Viking Rizarta

NRP : A. 154040255

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Ekawati Sri Wahyuni, MS K e t u a

Ir. Sutara Hendrakusumaatmaja, M.Sc. A n g g o t a

Diketahui

Ketua Program Studi Pengembangan Masyarakat

Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Syafrida Manuwoto, M.Sc.


(7)

Puji syukur sedalam-dalamnya pengkaji persembahkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan Rahmat dan Karunia-Nya, sehingga Kajian Pengembangan Masyarakat ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam Kajian Pengembangan Masyarakat ialah "Penguatan Kelembagaan Usaha Ekonomi Desa Simpan Pinjam Dalam Pengembangan Ekonomi Lokal di Desa Koto Teluk Kecamatan Hamparan Rawang Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi”.

Pada kesempatan ini pengkaji ingin mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga atas dukungan moral dan material mulai sejak pengkajian sampai penulisan laporan ini, kepada yang terhormat : Ibu Dr. Ir. Ekawati Sri Wahyuni,MS dan Bapak Ir. Sutara Hendrakusumaatmaja, M.Sc selaku komisi pembimbing, serta Ibu Dr. Ir. Titik Sumarti, MS selaku Penguji Luar Komisi yang telah memberikan saran. Ungkapan terimakasih juga disampaikan seluruh mahasiswa Pascasarjana Magister Pengembangan Masyarakat IPB Kelas Bandung Angkatan II. Disamping itu, penghargaan pengkaji sampaikan kepada semua pihak yang telah memberikan berbagai informasi yang sangat berharga dalam kajian ini. Selanjutnya terimakasih yang tulus terutama pengkaji sampaikan untuk kedua orang tua ku serta kakak dan adik ku yang senantiasa memberikan semangat, perhatian, curahan kasih sayang dan doa yang tiada henti, sehingga akhirnya pengkaji dapat menyelesaikan pendidikan ini.

Semoga kajian ini dapat memberikan sumbangan kepada pihak -p ihak yang akan meneliti lebih lanjut dan dapat bermanfaat untuk perkembangan ilmu pengetahuan.

Bogor, Pebruari 2006

Viking Rizarta A. 154040255


(8)

Pengkaji dilahirkan di Kerinci Propinsi Jambi pada tanggal 17 Mei 1977 dari pasangan H. Taufik Bakri dan Hj. Amizar. Pengkaji menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SD 16/III pada tahun 1989 di Kerinci. Selanjutnya pada tahun 1992 pengkaji menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 1 di Kerinci. Pada tahun 1995 pengkaji menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1 Kerinci, dan melanjutkan ke Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial Bandung dan lulus pada tahun 2000.

Pada tahun 1998 pengkaji diterima sebagai Pegawai Negeri Sipil di Departemen Sosial. Dan ditempatkan di Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial sampai tahun 2001. pada akhir tahun 2001, pengkaji ditempatkan di Panti Sosial Asuhan Anak Alyatama Jambi.

Pada tahun 2004 pengkaji mendapat kesempatan untuk melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor pada Sekolah Pascasarjana dengan program studi Pengembangan Masyarakat dan menyelesaikannya pada tahun 2006. Beasiswa pendidikan pascasarjana ini diperoleh dari Departemen Sosial Republik Indonesia.


(9)

DAFTAR TABEL ………... xi

DAFTAR GAMBAR ………. xii

DAFTAR LAMPIRAN ………. xii

BAB I PENDAHULUAN 1 I.1 Latar Belakang………... 1

I.2 Masalah Kajian……….. 7

I.3 Tujuan Kajian……… 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8 2.1. Pengembangan Masyarakat dan Konsep Pemberdayaan Masyarakat………. 8

2.2. Kegiatan Usaha Masyarakat dalam Upaya Pengembangan Ekonomi Lokal………. 10

2.3. Usaha Ekonomi Desa – Simpan Pinjam…………... 14

2.4. Pengembangan Kapasitas Dalam Penguatan Kelembagaan………... 15

2.5. Kerangka Analisis………. 18

BAB III METODOLOGI KAJIAN 22 3.1. Tipe Kajian………. 22

3.2. Lokasi dan Waktu Kajian………...……… 22

3.2.1. Lokasi Kajian……..………. 22

3.2.2. Waktu Kajian…….……….. 23

3.3. Data dan Metode Pengumpulannya……… 23

3.3.1. Jenis Data Dan Sumber Data……… 23

3.3.2. Metode Pengumpulan Data. ……… 24

3.3.3. Analisis Data……… 27

3.4. Penyusunan Program Kerja...………. 27

BAB IV PETA SOSIAL 29 4.1. Lokasi………. 29

4.2. Masalah Sosial……… 30

4.3. Kependudukan……… 32

4.4. Sistem Ekonomi………. 4.4.1. Mata Pencaharian Pokok……….. 4.4.2. Pen gembangan Ekonomi Lokal………... 4.4.3. Potensi Pengembangan Ekonomi Lokal…………... 34 34 35 41 4.5. Struktur Komunitas……… 43


(10)

5.1.2. Pengorganisasian Kegiatan……….. 54

5.1.3. Kegiatan Yang Dijalankan……….…….. 56

5.1.4. Evaluasi Umum……… 57

5.2. Program Usaha Ekonomi Desa Simpan Pinjam 59 5.1.1. Deskripsi Program……… 59

5.1.2. Pengorganisasian Kegiatan……….. 61

5.1.3. KegiatanYang Dijalankan…………...……….…… 62

5.1.4. Evaluasi Umum……… 63

BAB VI ANALISIS KELEMBAGAAN UED-SP 66 6.1. Kapasitas Anggota………. 66

6.1.1. Karakteristik... 67

6.1.2. Pengetahuan ... 69

6.1.3. Ketrampilan... 70

6.2. Kapasitas Pengurus………. 71

6.2.1. Karakteristik………. 71

6.2.2. Kepemimpinan………. 73

6.2.3. Manajemen……….. 74

6.3. Performa UED-SP………... 78

6.3.1. Perkembangan Anggota………... 78

6.3.2. Perkembangan Modal………... 79

6.3.3. Perkembangan Kegiatan………... 80

6.4. Usaha-usaha Yang Telah Dilakukan Untuk Mengembangkan Kelembagaan UED-SP………... 81

BAB VII PROGRAM PENGUATAN KELEMBAGAAN UED-SP 84 7.1. Identifikasi Permasalahan dan Potensi………... 7.1.1. Analisis Kelompok UED-SP……… 7.1.2. Analisis Ekonomi Lokal……….. 85 86 90 7.2. Strategi Pengembangan ………. 7.2.1. Strategi Pengembangan UED-SP………. 7.2.2. Strategi Pengembangan Ekonomi Lokal………….. 93 94 97 7.3. Penyusunan Program………. 7.3.1. Penguatan Norma Kelembagaan……….. 7.3.2. Pen ataan Manajemen UED-SP ……… 7.3.3. Pen ingkatan Modal Usaha……… 7.3.4. Peningkatan Ketrampilan UEP………. 101 101 103 105 106 BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 110 8.1. Kesimpulan……… 110

8.2. Rekomendasi………. 112

DAFTAR PUSTAKA……… 115


(11)

Halaman

1. Metode Pengumpulan Data pada Kajian Penguatan Kelembagaan

UED-SP di Desa Koto Teluk Tahun 2005..….………... 25 2. Konsep, Variabel dan Indikator Kajian pada Kajian Penguatan

Kelembagaan UED-SP di Desa Koto Teluk Tahun 2005…………. 26 3. Komposisi Penduduk Desa Koto Teluk berdasarkan

Umur Tahun 2004……… ………..… 33

4. Komposisi Penduduk Desa Koto Teluk Berdasarkan

Mata Pencahar ian Pokok Tahun 2004……… 34 5. Penggolongan Keluarga di Desa Koto Teluk Berdasarkan

Tingkat Kesejahteraan Tahun 2005... 35 6. Kualitas Angkatan Kerja Menurut Pendidikan

Yang Ditamatkan Di Desa Koto Teluk Tahun 2004... 38 7. Perkembangan Dana Bergulir Program UP2K-PKK Desa Koto

Teluk Tahun 2005... 54 8. Karakteristik Responden Usaha Penguatan Kelembagaan UED-SP

Desa KotoTeluk Tahun 2005... 68 9. Karateristik Pengurus UED-SP Desa Koto Teluk Tahun 2005…….. 71 10. Perkembangan Modal Kegiatan UED -SP di Desa Koto Teluk

Teluk Tahun 2005... 79 11. Penentuan Strategi Penguatan Kelembagaan UED-SP di Desa Koto

Tahun 2005……….……..… 96 12. Penentuan Strateg i Pengembangan Ekonomi Lokal di Desa Koto

Teluk Tahun 2005... 100 13. Rencana Program Penguatan Kelembagaan UED-SP dalam

Rangka Pengembangan Ekonomi Lokal di Desa Koto


(12)

Halaman

1. Kerangka Pemikiran Penguatan Kelembagaan UED-SP dalam

Pengembangan Ekonomi Lokal di Desa Koto Teluk Tahun 2005... 21 2. Piramida Penduduk Desa Koto Teluk Berdasarkan Usia dan

Jenis Kelamin tahun 2004 ... 32 3. Model Tingkatan Sistem pelapisan Sosial Masyarakat d i Desa


(13)

Halaman

1. Peta/Sketsa Lokasi Kajian………. 119 2. Fhoto-fhoto Kegiatan………. 120 3. Daftar Panduan Pertanyaan……….. ………. 125


(14)

1.1. Latar Belakang

Pemerintah telah secara tegas menetapkan bahwa upaya penanggulangan kemiskinan merupakan salah satu prioritas pembangunan sebagaimana termuat di dalam Undang Undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (PROPENAS ). Dalam UU No. 25 Tahun 2000 tersebut ditegaskan bahwa sasaran yang akan dicapai dalam lima tahun (2000-2004) adalah berkurangnya jumlah penduduk miskin absolut sebesar empat persen dari tingkat kemiskinan 1999. Dengan penurunan tersebut jumlah penduduk miskin pada tahun 2004 berkurang menjadi 28,86 juta jiwa. Upaya penurunan tersebut dilaksanakan melalui: (1) peningkatan pendapatan masyarakat miskin, sehingga masyarakat miskin memperoleh peluang, kemampuan pengelolaan, dan perlindungan untuk memperoleh hasil yang lebih baik dalam berbagai kegiatan ekonomi, sosial, budaya, politik dan hukum, maupun keamanan, (2) pengurangan pengeluaran masyarakat miskin dalam mengakses kebutuhan dasar, seperti : pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur yang mempermudah dan mendukung kegiatan sosial ekonomi.

Sebagai perwujudan dari upaya percepatan pengurangan kemiskinan dalam kurun waktu dua tahun (2003-2004), pemerintah telah memutuskan untuk melakukan pengarusutamaan penanggulangan kemiskinan dalam proses penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN). Dimulai dengan menempatkan masalah penanggulangan kemiskinan sebagai salah satu prioritas kebijakan di antara sebelas prioritas yang telah ditetapkan pemerintah. Untuk itu dalam Angaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2003 dilakukan penajaman program/kegiatan di seluruh sektor terkait melalui langkah kebijakan : (1) penciptaan kesempatan yang berkaitan dengan sasaran pemulihan ekonomi makro, perwujudan kepemerintahan yang baik, dan peningkatan pelayanan umum; (2) pemberdayaan masyarakat yang berkaitan dengan sasaran penyediaan akses masyarakat miskin ke sumberdaya ekonomi dan keterlibatan masyarakat dalam pengambilan keputusan; (3) peningkatan kemampuan yang berkaitan dengan sasaran peningkatan pelayanan pendidikan,


(15)

kesehatan, pangan, perumahan agar mas yarakat makin produktif; dan (4 ) perlindungan sosial yang berkaitan dengan sasaran pemberian jaminan kehidupan bagi masyarakat yang mengalami kecacatan, fakir miskin, keterisolasian, konflik sosial, kehilangan pekerjaan sehingga berpotensi menjadi miskin.

Lahirnya Undang -undang Otonomi Daerah diharapkan agar pemerintah kabupaten sampai desa bisa lebih aktif berpartisip asi dalam pembangunan dan tidak hanya sebagai objek pembangunan yang dulunya bersifat sentralilstik. Pola pendekatan yang mengejar percepatan pertumbuhan telah terbukti tidak terlalu berhasil menciptakan kondisi sosial ekonomi masyarakat lokal ke arah yang lebih baik. Jumlah masyarakat miskin meningkat terutama setelah Indonesia mengalami masa krisis ekonomi. Keinginan untuk menjadi negara industri secara tidak langsung menyebabkan kita melupakan akar Negara Indonesia yang merupakan negara agraris di mana sektor pertanian merupakan sektor utama yang seharusnya mendapatkan perhatian.

Dwipayana (2003) mengungkapkan bahwa ada sejumlah masalah yang menghambat pembangunan di desa terutama di bidang ekonomi. Masalah tersebut bersumber dari (1) basis ekonomi masyarakat dan adanya jerat kemiskinan, (2) kuatnya intervensi negara yang tidak sejalan dengan prinsip good governance, (3) lemahnya organisasi ekonomi dan modal sosial serta, (4) jaringan pasar yang tidak mendukung penguatan ekonomi desa.

Mengacu pada hal di atas, maka menjadi penting untuk meneruskan proses desentralisasi untuk sampai pada tingkat desa. Dalam artian, ada beberapa kewenangan yang bisa ditransfer ke tingkat desa menyangkut hal-hal yang sudah mampu untuk dilaksanakan oleh desa. Pemerintah daerah dalam hal ini adalah kabupaten tinggal menjalankan urusan-urusan yang belum bisa dikelola secara mandiri oleh desa serta memberikan fasilitasi dan peningkatan kapasitas kepada desa untuk sesegera mungkin mampu menjalankan urusan -urusan yang saat ini belum bisa dilaksanakan oleh desa.

Dalam konteks masyarakat, adanya otonomi berarti bahwa untuk meningkatkan kesejahteraan agar terlepas dari kemiskinan dan keterbelakangan diperlukan upaya dari masyarakat itu sendiri membangun kapasitasnya baik perorangan maupun institusional guna memanfaatkan potensi sumber daya secara


(16)

maksimal untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Maskun (1999) menyatakan pengembangan kapasitas merupakan suatu pendekatan pembangunan yang berbasis kekuatan-kekuatan dari bawah secara nyata. Selanjutnya dikatakan kekuatan -kekuatan itu adalah sumber daya alam, sumber daya ekonomi dan sumber daya manusia sehingga menjadi suatu local capacity. Dalam konteks peningkatan kapasitas masyarakat, pemerintah daerah ditempatkan pada fungsi menciptakan strategi dan kebijakan untuk mengembangkan kreatifitas perorangan maupun institusi lokal.

Kelompok penduduk miskin yang berada di masyarakat pedesaan umumnya berprofesi sebagai buruh tani, petani gurem, pedagang kecil maupun nelayan. Kelompok miskin ini akan menimbulkan problema yang terus berlanjut bagi kemiskinan kultural dan struktural, bila tidak ditangani secara serius terutama bagi generasi berikutnya. Pada umumnya penduduk yang tergolong miskin adalah golongan residual, yakni kelompok masyarakat yang belum tersentuh oleh kebijakan pemerintah yang terkonsentrasi secara khusus seperti Inpres Desa Tertinggal (IDT). Golongan ini termasuk sulit disentuh karena kualitas sumber daya yang rendah sehingga kurang memanfaatkan fasilitas termasuk faktor produksi.

Syaukat dan Hendrakusumaatmaja (2004) menyebutkan bahwa penanggulangan kemiskinan dap at dilakukan dengan cara :

1. Pemberdayaan sosial ekonomi masyarakat yang berupaya untuk meningkatkan pendapatan kelompok-kelompok masyarakat melalui usaha pembangunan ekonomi lokal.

2. Dari sisi lain keberhasilan upaya pemberdayaan sosial ekonomi masyarakat dic irikan dengan semakin meningkatnya pendapatan dan membaiknya distribusi pendapatan dari kelompok yang diberdayakan tersebut.

3. Pertumbuhan ekonomi yang terjadi harus diupayakan dapat menetes kepada kelompok sasaran.

4. Pembangunan ekonomi lokal yang mampu menyentuh kelompok lemah tidak dapat diserahkan kepada mekanisme pasar, tetapi memerlukan keberp ihakan terhadap kelompok sasaran, berupa kebijakan-kebijakan pemerintah (daerah) yang terkait dengan struktur kekuasaan.


(17)

Salah satu upaya menanggulangi kemiskinan khususnya di pedesaan menurut Saefuddin (2003), adalah menumbuhkembangkan Lembaga Keuangan Mikro (LKM). Di Indonesia LKM dikelompokan menjadi dua jenis, yaitu yang bersifat formal dan informal. LKM formal terdiri dari Badan Perkreditan Rakyat (BPR), Badan Kredit Desa (BPD), dan Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Desa. Lembaga perkreditan desa non bank mencakup Lembaga Dana Kredit Pedesaan (LDKP), Koperasi Simpan Pinjam (KSP) dan Koperasi Unit Desa (KUD) serta pegadaian. LKM informal terdiri dari berbagai kelomp ok dan Lembaga Swadaya Masyarakat, Lembaga Ekonomi Produktif Masyarakat Mandiri (LEPMM) dan Usaha Ekonomi Desa Simpan Pinjam (UED-SP).

Saefuddin (2003) mengatakan bahwa LKM telah lama menjadi sarana yang efektif untuk mengembangkan ekonomi rakyat dan memberdayakan rakyat kecil, disamping itu LKM merupakan pendekatan terbaik dalam menanggulangi kemiskinan, karena dapat berfungsi sebagai lembaga yang menyediakan berbagai jasa keuangan, untuk kegiatan produktif maupun konsumtif bagi keluarga miskin. Persoalan masyarakat miskin dalam mengelola usaha mikro adalah permodalan. Saat ini, LKM diyakini dapat digunakan sebagai alat untuk mengatasi kemiskinan. LKM sebagai bagian dari upaya mengatasi kemiskinan tidak hanya berkaitan urusan kredit semata, namun bermuatan pula berbagai upaya pemberdayaan yang lebih luas dalam kehidupan sosial budaya.

Walaupun lembaga keuangan mikro formal telah menawarkan berbagai macam jenis pinjaman, akan tetapi belum banyak mencapai sasaran yang diharapkan. Hal ini bisa disebabkan beberapa faktor, antara lain: prosedur yang berbelit-belit, persyaratan administrasi yang sangat sulit dipenuhi oleh masyarakat pedesaan, seperti harus menyediakan jaminan/agunan, proses pencairan pinjaman cukup lama, serta jarak tempat pelayanan pinjaman oleh LKM formal kepada masyarakat cukup jauh. Pemanfaatan jasa lembaga keuangan informal seperti pelepas uang, gadai gelap, maupun sistem ijon sangatlah memberatkan masyarakat karena dibebani den gan bunga pinjaman yang sangat tinggi.

Sehubungan dengan hal tersebut, pemerintah melalui Departemen Dalam Negeri yaitu Direktorat Jenderal Pembangunan Desa (Dirjen PMD) pada tahun anggran 1995/1996 melalui Inpres Bantuan Pembangunan Desa telah


(18)

menyediakan dana untuk program mengembangkan masyarakat melalui Usaha Ekonomi Desa Simpan Pinjam (UED-SP). Kegiatan ini selain menjadi alternatif bagi pemenuhan modal juga sebagai wadah untuk pemupukan modal masyarakat melalui tabungan dari surplus pendapatan yang diperoleh. UED-SP adalah kegiatan simpan pinjam yang diusahakan oleh pemerintah desa dan dikelola oleh masyarakat untuk kepentingan usaha-usaha ekonomi produktif masyarakat desa yang bersangkutan.

Desa Koto Teluk Kecamatan Hamparan Rawang merupakan salah satu desa penerima Inpres Ban gdes di Kabupaten Kerinci, dimana untuk program UED-SP dilak sanakan pada tahun anggaran 1997/1998. Dengan modal awal sebesar Rp. 6.000.000,-. Pemanfaatan modal UED-SP dilakukan dengan pembentukan kelompok, dimana di Desa Koto Teluk kelompok dibagi berdasarkan jumlah Rukun Tetangga yang ada yaitu sebanyak tujuh kelompok. Setiap kelompok mengkoordinir anggota-anggotanya baik dalam peminjaman maupun angsuran pinjaman. Pada akhir tahun 2004, perkembangan modal mencapai Rp. Rp. 31.508.150,-

Dari hasil evaluasi Praktek Lapangan II, diketahui bahwa Usaha Ekonomi Desa Simpan Pinjam belumlah memberikan hasil yang maksimal. Terbatasnya pelayanan kredit bagi anggota menyebabkan beberapa anggota merasa kecewa atas lembaga ini. Disamping itu, manajemen yang belum memadai mengakibatkan sering kali pemberian kredit/modal usaha didasarkan atas pertimbangan kedekatan ataupun kekerabatan. Hal ini tentunya sering menimpulkan kesalahpahaman antar anggota dengan pengurus yang pada akhirnya dapat berujung pada konflik dalam masyarakat itu sendiri. Walaupun bentuknya merupakan lembaga simpan pinjam, akan tetapi dalam prakteknya tidak ada masyarakat yang menyimpan uangnya di UEDSP, sehingga perkembangan kegiatan simpan pinjam ini sangat bergantung pada modal awal ditambah dengan bunga yang diperoleh dari pinjaman anggota.

Bantuan modal dari UED-SP juga dirasakan belum memadai terutama bagi masyarakat yang ingin membuka usaha baru. Selama ini UED-SP di Desa Koto Teluk lebih menitikberatkan pelayanannya bagi masyarakat yang telah memiliki usaha tetap untuk pengembangan usaha. Hal ini atas pertimbangan kelancaran pembayaran pinjaman semata. Fenomena ini tentunya tidaklah kondusif bagi


(19)

pengembangan ekonomi lokal yang ada Desa Koto Teluk. Setiap masyarakat seharusnya diberikan kesempatan untuk memperoleh bantuan modal dari UED-SP, tidak terkecuali bagi mereka yang belum mempunyai usaha.

Masalah tersebut dapat terjadi karena pengurus UED-SP belum bisa merencanakan suatu program kerja yang luwes dan sangat mementingkan pengembalian pinjaman sehingga bantuan modal hanya bisa dinikmati oleh sebagian kecil masyarakat saja yang notabene telah memiliki usaha terlebih dahulu. Fenomena di atas sejalan dengan yang diungkapkan oleh Tonny dan Utomo (2004) bahwa kelembagaan usaha produktif skala kecil dan menengah lemah dalam: (1) merancang rencana kerja yang luwes, (2) manajemen dan administrasi secara profesio nal, (3) mengoperasikan dan melaksanakan tugas -tugas kelembagaan secara efektif, dan (4) melanjutkan pendanaan secara efisien dan mandiri.

Belum optimalnya UED-SP sebagai Lembaga Kredit Mikro dapat berpengaruh pada pengembangan ekonomi lokal Desa Koto Teluk. Karena UED-SP sendiri sebagai lembaga yang menyediakan bantuan modal merupakan salah satu sumber daya saing pengembangan ekonomi lokal. Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh Syaukat dan Sumarti (2004) yang menjelaskan bahwa, sumber-sumber daya saing ekonomi lokal antara lain : lahan, tenaga kerja, dan modal. Pemanfaatan lahan yang ada di Desa Koto Teluk khususnya pemanfaatan sungai Batang Merao maupun lahan rawa yang ada masihlah belum optimal, selama ini pemanfaatannya sungai masih terbatas pada kegiatan kebersihan diri dan untuk pengairan lahan sawah. Padahal potensi sungai dapat dikembangkan tidak hanya terbatas pada fungsi kebersihan dan pengairan saja, akan tetapi dapat juga menjadi potensi usaha ekonomis produktif seperti usaha perikanan dengan sistem keramba. Disamping terbatasnya modal dari masyarakat, rendahnya ketrampilan masyarakat terutama dalam bidang perikanan merupakan masalah utama dalam pemanfaatan sungai Batang Merao ini.

Disamping lahan, sumber daya saing pengembangan ekonomi lokal yang ada di Desa Koto Teluk adalah adanya tenaga kerja. Dari hasil Praktek Lapangan I diketahui bahwa penduduk Desa Koto Teluk termasuk ke dalam kategori struktur penduduk usia kerja. Hal ini dapat dilihat dari besarnya populasi penduduk yang


(20)

berusia antara 15-64 tahun yaitu sebesar 802 jiwa atau 69,25 persen. Besarnya jumlah penduduk yang berada pada usia produktif merupakan modal yang cukup potensial bagi Desa Koto Teluk dalam pembangunan desa.

Untuk itu perlu adanya sebuah kajian tentang bagaimana menguatkan Lembaga Keuangan Mikro berupa kelembagaan UED-SP yang telah ada di Desa Koto Teluk agar dapat berfungsi dalam pengembangan ekonomi lokal. Terutama fungsi sebagai lembaga keuangan mikro yang mampu menyediakan bantuan modal usaha guna memanfaatkan sumber daya saing ekonomi yang ada di Desa Koto Teluk. Penguatan yang akan dilakukan juga diharapkan mampu untuk meningkatkan peran UED-SP tidak hanya sebagai lembaga keuangan desa yang dapat memberikan pelayanan optimal bagi masyarakat tapi juga sebagai lembaga pemberdayaan bagi masyarakat desa.

1.2. Masalah Kajian

Dengan memperhatikan masalah yang dihadapi oleh kelembagaan UED-SP dalam pengembangan ekonomi lokal, penulis mencoba untuk merumuskan masalah kajian yaitu : Pertama, bagaimana kapasitas kelembagaan dan anggota UED-SP, Kedua, bagaimana performa Kelembagaan UED-SP, Ketiga : Bagaimana merumuskan strategi dan program penguatan kapasitas kelembagaan UED-SP dalam pengembangan ekonomi lokal.

1.3. Tujuan Kajian

Kajian ini bertujuan untuk:

1. Menganalisis kondisi ekonomi lokal dan potensi pengembangannya. 2. Mengevaluasi program pengembangan pengembangan masyarakat. 3. Menganalisis Kapasitas Kelembagaan UED -SP.

a. Menganalisis kapasitas anggota UED-SP. b. Menganalisis kapasitas pengurus UED-SP. c. Menganalisis performa kelembagaan UED-SP. d. Menganalisis usaha-usaha pengembangan UED-SP.

4. Merumuskan strategi dan program penguatan kapasitas kelembagaan UED-SP dalam pengembangan ekonomi lokal.


(21)

Pengembangan masyarakat merupakan koreksi terhadap proses perencanaan pembangunan top down yang selama ini dilakukan, dimana seringkali menimbulkan kesenjangan yang lebar antara program pembangunan yang dilaksanakan pemerintah dengan kebutuhan nyata masyarakat. Menurut Korten (1993), masalah pembangunan yang kritis untuk tahun 1990an bukanlah pertumbuhan, masalahnya adalah transformasi. Menurutnya transformasi ini harus menangani tiga kebutuhan pokok masyarakat global yaitu : keadilan, keberlanjutan, ketercakupan. Masalah pertama yaitu keadilan, semua orang di dunia ini harus memperoleh kesempatan untuk bekerja sehingga dia beserta keluarganya bisa hidup dengan layak. Kedua yaitu kesinambungan sumber daya alam, setiap generasi manusia harus memelihara sumber daya alam untuk generasi mendatang. Ketiga masalah partisipasi, pembangunan harus memberikan kesempatan bagi semua kelompok dimasyarakat untuk berpartisipasi, menyumbang tenaga dan pikirannya.

Salah satu ciri dari paradigma pengembangan masyarakat adalah pendekatan partisipasi. Pendekatan ini mendorong partisipasi aktif dari masyarakat dalam proses pembangunan, baik tahap identifikasi masalah dan potensi, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan tahap tindak lanjut. Brokensha dan Hodge dalam Adi (2001) mengemukakan bahwa pengembangan masyarakat merupakan : Suatu gerakan yang dirancang untuk meningkatkan taraf hidup keseluruhan komunitas melalui partisifasi aktif dan jika memungkinkan, berdasarkan prakarsa komunitas. Hal ini meliputi berbagai kegiatan pembangunan tingkat distrik, baik yang dilakukan oleh pemerintah ataupun oleh lembaga-lembaga pengembangan masyarakat non pemerintah harus memanfaatkan gerakan koperasi dan haru s dilakukan melalui kerjasama yang erat dengan lembaga-lembaga pemerintah setempat. Menurut Sumardjo dan Saharuddin (2005), partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan akan terwujud sebagai suatu kegiatan nyata apabila dipenuhi tiga faktor yang mendukung, yaitu: kemauan, kemampuan dan kesempatan bagi masyarakat untuk berpartisipasi.


(22)

Program pengembangan masyarakat haruslah dilakukan dalam kerangka keberlanjutan. Dalam konteks ini apabila pengembangan masyarakat bermaksud membangun tatanan sosial, ekonomi, dan politik baru, maka struktur dan prosesnya harus berkelanjutan. Struktur yang berkelanjutan ditandai dengan pelembagaan pelaksanaan pengembangan masyarakat tidak hanya ditingkat pelaksana proyek tetapi akhirnya beralih ke masyarakat. (Gunardi dan Sarwoprasodjo,2004).

Menurut Adi (2001) sasaran pengembangan masyarakat pada dasarnya adalah pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat berarti mengembangkan kondisi dan situasi sedemikian rupa sehingga masyarakat memiliki daya dan kesempatan untuk meng embangkan kehidupannya, tanpa ada kesan bahwa pengembangan itu adalah hasil kekuatan eksternal. Memberdayakan masyarakat berarti menempatkan masyarakat sebagai subjek sekaligus objek pembangunan.

Dharmawan (2000) dalam Nasdian dan Dharmawan (2004) mendefinisikan makna pemberdayaan sebagai : a process of having enough energy enabling people to expand their capabilities, to have greater bargaining power to make their own decisions, and to more easly access to a source of better living. Dari pengertian tersebut pemberdayaanmengandung makna :

1. Memperbesar peluang dalam melakukan pilihan -pilihan ekonomi dan politik. 2. Meningkatkan derajat kebebasan seseorang atau suatu komunitas tertentu

dalam mengembangkan kehidupannya.

3. Meningkatkan kapasitas dalam penguasaan sumberdaya ekonomi. 4. Memiliki posisi dan kewenangan lebih besar dalam menentukan sesuatu.

Pemberdayaan adalah upaya untuk membangun daya (masyarakat) dengan mendorong, memotivasi dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimilikinyanya serta berusaha untuk mengembangkannya. Selanjutnya dikatakan bahwa pemberdayaan masyarakat berarti upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang dalam kondisi tidak mampu melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan. Dengan kata lain pemberdayaan adalah meningkatkan kemampuan dan memandirikan masyarakat (Mubyarto, 1999)


(23)

Menurut Hary Hikmat (2001), konsep pemberdayaan itu sendiri mempunyai dua kecenderungan. Pertama, proses pemberdayaan yang menekankan pada proses memberikan atau mengalihkan sebagian kekuasaan, kekuatan dan kemampuan kepada masyarakat agar individu yang bersangkutan menjadi lebih berdaya. Proses ini dilengkapi dengan upaya membangun asset material guna mendukung pembangunan mandiri melalui organisasi. Kecenderungan kedua, menekankan para proses menstimulasi, mendorong atau memotivasi agar individu mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan apa yang menjadi pilihan hidupnya melalui proses dialog.

Pemberdayaan masyarakat sangat berkaitan dengan proses kegiatan perekonomian yang dilakukan oleh para pelaku ekonomi di pedesaan dengan istilah lain pemberdayaan masyarakat identik dengan perekonomian rakyat untuk meningkatkan taraf hidup yang lebih baik. Mubyarto (2000), mengatakan pemberdayaan ekonomi masyarakat adalah kebijaksanaan dan program yang telah lama dikembangkan oleh pemerintah dalam membantu ekonomi rakyat sebagai kegiatan produksi bukan kegiatan konsumsi.

Pemberdayaan sebagai suatu program harus tetap direncanakan secara serius dan lebih memfokuskan pada upaya-upaya yang membuat masyarakat agar lebih pandai, mampu mengembangkan komunikasi antara mereka, sehingga pada akhirnya mereka dapat saling berdiskusi secara konstruktif dan mengatasi permasalahan yang ada. Jadi tatkala agen perubahan yang berasal dari luar komunitas baik pemerintah maupun lembaga non pemerintah telah menyelesaikan programnya, maka pemberdayaan sebagai proses tetap berlangsung pada komunitas tersebut.

2.2. Pengembangan Ekonomi Lokal

Menurut Syaukat dan Hendrakusumaatmaja (2004), Pengembangan Ekonomi Lokal (PEL) merupakan kerjasama seluruh komponen masyarakat di suatu daerah (lokal) untuk mencapai pertumbuhan ekonomi berkelanjutan, yang akan meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan kualitas hidup seluruh masyarakat di dalam komunitas. PEL diperlukan karena selama ini daerah kabupaten/kota di Indonesia yang memiliki potensi sumber daya alam, manusia dan sosial budaya,


(24)

belum termanfaatkan secara optimal dalam rangka pemerataan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat. Keberhasilan program PEL sangat ditentukan oleh motivasi pemerintah Pusat/Daerah dalam merencanakan, memformulasikan dan mengimplementasikan program-program Otonomi Daerah.

Menurut Syaukat dan Hendrakusumaatmaja (2004), Pengembangan ekonomi lokal memberi kesempatan kepada pemerintah lokal, swasta, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan masyarakat lokal untuk secara bersama-sama pro-aktif berusaha untuk memperbaiki dan mengembangkan lingkungan bisnisnya sehingga mereka mampu berkompetisi dengan daerah lainnya, bahkan internasional. Pengemb angan ekonomi lokal difokuskan pada upaya peningkatan daya saing (competitiveness), peningkatan pertumbuhan, dan restribusi pertumbuhan tersebut melalui pembentukan usaha kecil dan menengah (SME: small and medium enterprises) dan penciptaan lapangan kerja (job creation).

Pengembangan Ekonomi Lokal pada lintasan terakhir adalah perbaikan kesejahteraan dan terkait dengan upaya penanggulangan kemiskinan, sedangkan kemiskinan tersebut dicirikan : rendahnya kemampuan masyarakat dalam meningkatkan penguasaan sumb er daya lokal (Syaukat dan Hendrakusumaatmaja, 2004). PEL yang mampu menyentuh kelompok lemah tidak dapat diserahkan kepada mekanisme pasar, tetapi memerlukan keberpihakan terhadap kelompok sasaran berupa kebijakan pemerintah daerah dan upaya pemberdayaan sosial ekonomi masyarakat, harus dilakukan dalam kerangka pembangunan yang berkelanjutan yaitu pemanfaatan sumber daya alam dengan memperhatikan kelestarian sumber daya tersebut. Syaukat dan Sumarti (2004) menjelaskan bahwa, sumber -sumber daya saing ekonomi lokal antara lain : lahan, tenaga kerja, dan modal.

Lebih lanjut Syaukat dan Sumarti (2004), mengatakan bahwa pada umumnya tingkat kepemilikan modal di desa rendah, karena banyaknya masyarakat yang hidup dalam kemiskinan. Ekonomi petani peasant (petani gurem) dapat ditingkatkan melalui pembentukan modal yang efektif dalam aktivitas-aktivitas tradisional. Tabungan dalam masyarakat peasant (petani gurem) bisa dilakukan dalam bentuk uang atau benda seperti : perhiasan, padi dan sebagainya. Dalam masyarakat peasant (petani gurem), asset yang dipunyai bisa


(25)

digolongkan dalam beberapa kategori yang tidak bisa dipertukarkan posisinya, mancakup : (1) makanan dan barang -barang; (2) barang-barang modal regular seperti sapi, logam dan; (3) kepemilikan yang lebih berharga seperti hak pemilikan lahan (Firth dan Yamey, 1969) sebagaimana dikutip oleh Syaukat dan Sumarti (2004).

Berdasarkan pendapat tersebut di atas pengembangan ekonomi lokal melalui kegiatan usaha simpan pinjam sangat dipengaruhi oleh sumberdaya yang dimiliki komunitas . Menurut Sumodiningrat (1996) bahwa dalam penyaluran kredit kepada pengusaha kecil menengah harus melalui lembaga keuangan pedesaan yang sesuai dengan pola usaha masyarakatnya. Untuk itu diperlukan syarat-syarat bagi lembaga keuangan pedesaan supaya mampu berkembang, yaitu: (1) harus mencerminkan kebutuhan masyarakat; (2) mudah diawasi, dipantau dan dikelola oleh masyarakat setempat; (3) menguntungkan bagi masyarakat maupun lembaga; (4) memberikan pelayanan keuangan yang menjangkau masyarakat sesuai kondisi masyarakat setempat. Dalam hal ini pengaruh kredit pedesaan adalah sebagai berikut : (1) meningkatkan pendapatan masyarakat dilihat dari keragaman usaha, jejaring, peluang kerja dan peningkatan volume usaha; (2) memperbaiki gizi keluarga; (3 ) melepaskan masyarakat miskin dari belenggu pemberi pinjaman gelap; (4) meningkatkan posisi masyarakat dalam pasar produk maupun pasar input; (5) meningkatkan harapan akan masa depan.

Menurut Syaukat dan Hendrakusumaatmaja (2004), untuk dapat mengukur keberhasilan suatu pembangunan khususnya dalam pengembangan ekonomi lokal dapat menggunakan beberapa indikator-indikator keberhasilan, yaitu :

1. Indikator Masukan

Adanya kebijakan pemerintah pusat dan daerah untuk program -program terpadu yang berwawasan penanggulangan kemiskinan yang berkelanjutan pada instansi pemerintah, swasta, ornop dan masyarakat. Kebijakan ini haruslah ditopang dengan adanya alokasi dana dari APBN maupun Anggran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk program-program tersebut.


(26)

Terselenggaranya kegiatan-kegiatan program penanggulangan kemiskinan sesuai dengan alokasi jadwal kegiatan dan anggaran dengan mempertimbangkan kesinambungan program.

3. Indikator Keluaran a. Indikator Penghasilan

Jika penghasilan kelompok masyarakat men ingkat dari waktu ke waktu, ini menunjukkan adanya perbaikan tingkat kesejahteraan. Indikatoenya adalah pendapatan perkapita penduduk dan persentase penduduk miskin.

b. Indikator Ketahanan dan Kecukupan Pangan

Dapat dilihat dari sejauh mana ada peningkatan konsumsi bahan pangan, indikatornya antara lain: ketersediaan pangan yang mencukupi, distribusi pangan yang lancar dan konsumsi pangan yang memadai, serta proporsi pengeluaran rumah tangga untuk bahan bukan makanan.

c. Indikator Pendidikan

Indikator sektor pendidikan untuk mengukur keberhasilan penanggulangan kemiskinan adalah: partisipasi sekolah dan putus sekolah, dan proporsi orang dewasa yang buta huruf.

d. Indikator Kesehatan.

Indikator sektor kesehatan untuk mengukur keberhasilan antara lain: angka kematian bayi, angka kematian ibu melahirkan dan angka harapan hidup. e. Indikator Kesempatan Kerja

Indikator kesempatan kerja sebagai alat untuk mengukur keberhasilan penanggulangan kemiskinan antara lain: tingkat upah riil; proporsi tenaga kerja di sektor formal; jum lah pengangguran; tenaga kerja dibawah umur. f. Indikator Sarana dan Prasarana

Indikator sarana dan prasarana yang penting adalah: ketersediaan transportasi, penerangan (listrik), informasi dan ketersedian akses untuk memperoleh air bersih, air minum, dan san itasi yang sehat.

g. Indeks Pembangunan Jender

Merupakan indeks yang menunjukkan upaya untuk mengurangi kesenjangan dalam pencapaian kualitas hidup antara laki-laki dan perempuan dalam pembangunan. Indeks Pembangunan Jender antara lain: angka harapan hidup


(27)

laki-laki dan perempuan; persentase tingkat melek huruf laki-laki dan perempuan; rata-rata lamanya sekolah laki-laki dan perempuan; persentase konstribusi pendapatan laki-laki dan perempuan.

2.3. Usaha Ekonomi Desa – Simpan Pinjam

Usaha Ekonomi Desa Simpan Pinjam (UED-SP) adalah kegiatan usaha ekonomi desa dalam bidang simpan pinjam yang diusahakan oleh pemerintah desa dan dibentuk berdasarkan hasil musyawarah desa untuk menentukan calon pengurus/pengelola UED-SP yang kemudian dibahas dalam rapat Badan Perwakilan Desa (BPD) agar mendapatkan pengesahan melalui Keputusan Desa (Dirjen PMD,1995)

Tujuan dibentuknya UED-SP adalah (Dirjen PMD, 1995):

1. Menciptakan iklim permodalan yang kondusif dan mendorong pembangunan ekonomi masyarakat desa.

2. Memberikan pinjaman bag i masyarakat yang membutuhkan modal untuk usaha baru dan pengembangan usaha.

3. Membantu pemerintah desa dalam peningkatan sumber Pendapatan Asli Desa (PAD).

4. Mengurangi dan mengatasi praktek negatif sistem ijon, pelepas uang, gadai gelap dan kegiatan lain yang sejenis.

5. Menciptakan pemerataan kesempatan berusaha bagi usaha kecil, tradisional dan usaha informal.

6. Meningkatkan pendapatan dan tabungan masyarakat desa.

7. Membantu masyarakat dalam penyediaan modal yang murah, cepat dan mudah dalam rangka menumbihkembangkan usaha ekonomi desa.

8. Memperkecil ketergantungan akan dana bantuan pemerintah dalam pengembangan usaha ekonomi d esa.

9. Menciptakan jiwa kewirausahaan bagi masyarakat desa.

Hak dan kewajiban anggota UED-SP diatur dalam anggaran dasar, antara lain (a) setiap anggota masyarakat yang berdomisili di desa berhak menjadi anggota UED-SP apabila memenuhi persyaratan sebagai anggota; (b) persyaratan menjadi anggota UED-SP adalah masyarakt desa yang telah membayar simpanan


(28)

pokok pendirian; (c) simpanan pokok pendirian untuk setiap anggota ditetapkan minimal Rp. 2000,- per anggota, dapat dibayar secara angsuran paling lama dua bulan sejak permohonan menjadi anggota; (d) simpanan pokok tidak boleh diambil pemiliknya selama yang bersangkutan menjadi anggota UED -SP ; (e) setiap peminjam pada UED-SP wajib menyetor simpanan wajib pinjam (simwapin). Besarnya simwapin ditetapkan minimal 10 persen dari pokok pinjaman; (f) simwapin dapat diambil oleh anggota setelah pinjaman lunas.

Pengelola UED-SP terdiri dari : Ketua, Kasir dan Tata Usaha yang diangkat dan diberhentikan berdasarkan musyawarah LMD/BPD yang dinyatakan dengan Surat Keputusan Desa serta mempunyai masa kerja jabatan maksimal lima tahun dan setelah itu dapat dipilih kembali. Besarnya honorarium pengelola ditetapkan 2,5 persen dari jumlah pokok pinjaman yang diterima. Dalam anggaran dasar dijelaskan bahwa fungsi pengawasan terhadap pengelolaan UED-SP dilakukan oleh komisaris yang beranggotakan : Ketua LKMD, Kepala Desa/Lurah dan salah satu anggota yang ditunjuk untuk mewakili anggotanya.

Sumber modal UED-SP diperoleh dari : (1) modal sendiri : simpanan pokok, simpanan wajib pinjam, modal cadangan, modal gabungan, hibah; (2) modal bantuan ; berasal dari pemerintah atau bantuan pihak luar yang tidak mengikat; (3) modal pinjaman dan lembaga perbankan atau lembaga-lembaga lain serta dari masyarakat/anggota. Selanjutnya Sisa Hasil Usaha (SHU) UED-SP adalah pendapatan yang diperoleh dari hasil transaksi dikurangi dengan pengeluaran dan penyusutan barang-barang inventaris dalam satu tahun buku. Pembagian SHU ditetapkan berdasarkan anggran dasar yaitu : 25 persen untuk modal cadangan; 10 persen untuk anggota; 40 persen untuk honorarium pengelola; 10 persen untuk kontribusi pemerintahan desa; 10 persen untuk tenaga asistensi dan 5 persen untuk pendidikan pengelola UED-SP. Administrasi keuangan UED -SP menggunakan tahun buku dari 1 Januari sampai 31 Desember, dan UED-SP dapat saja dibubarkan jika terjadi kebangkrutan atau kerugian berdasarkan keinginan masyarakat melalui musyawarah BPD.

2.4. Pengembangan Kapasitas dalam Penguatan Kelembagaan

Kelembagaan sosial merupakan terjemahan langsung istilah social institution. Akan tetapi ada pula yang menggunakan istilah pranata sosial untuk


(29)

istilah social institution tersebut, yang menunjuk pada adanya unsur-unsur yang mengatur perilaku masyarakat. Koentjaraningrat (1964) dalam Nasdian dan Utomo (2004) mengatakan pranata sosial sebagai suatu sistem tata kelakuan dan hubungan yang berpusat kepada aktivitas -aktivitas untuk memenuhi kompleks-kompleks kebutuhan khusus dalam kehidupan masyarakat. Bertrand (1974) dalam Nasdian dan Utomo (2004) mendefinisikan kelembagaan sosial sebagai tata abstraksi yang lebih tinggi dari group, organisasi, dan sistem sosial lainnya.

Menurut Syahyuti (2003), di dalam setiap kelembagaan terdapat dua bagian yang membangun kelembagaan tersebut. Kedua bagian tersebut adalah aspek-aspek kelembagaan dan aspek-aspek organisasi. Pembedaan dalam melihat kelembagaan melalui aspek kelembagaan dan aspek organisasi bertujuan agar dapat menganalisa kelembagaan tersebut secara mendalam. Aspek kelembagaan merupakan sisi dinamis yang lebih bersifat kultural dari suatu kelembagaan, sedangkan aspek keorganisasian merupakan sisi statisnya yang lebih bersifat struktural. Jika aspek kelembagaan fokus utama kajian adalah perilaku dengan inti kajiannya adalah nilai (value), aturan (rule), dan norma (norm), maka fokus utama dari aspek keorganisasian adalah struktur dengan inti kajiannya pada peran (roles)

Syahyuti (2003), mengidentifikasikan permasalahan dalam pengembangan kelembagaan, khususnya kelembagaan yang tergolong ke dalam kelembagaan yang sengaja diciptakan (enacted institution) sebagai berikut :

1. Kelembagaan yang dibangun terbatas hanya untuk memperkuat ikatan-ikatan horizontal bukan vertikal. Kelembagaan tersekat-sekat atas komoditas tertentu tanpa ada struktur yang komprehensif yang dapat menyatukan mereka dengan pihak lain yang melakukan kegiatan berbeda secara vertikal.

2. Kelembagan dibentuk untuk lebih untuk tujuan distribusi bantuan dan memudahkan kontrol dari pelaksana program, bukan untuk peningkatan sosial capital masyarakat.

3. Struktur keorganisasian yang dibangun relatif seragam dan tidak memberikan ruang pada kenyataan pluralisme yang ada di masyarakat.

4. Pembinaan yang dijalankan cenderung individual.

5. Pengembangan kelembagaan selalu mengutamakan jalur struktural dan lemah dari pengembangan aspek kultural.


(30)

6. Introduksi kelembagaan lebih banyak melalui budaya materialistik. 7. Kelembagaan yang baru kadang merusak kelembagaan yang telah ad a.

8. Pengembangan kelembagaan lebih merupakan jargon politik dari pada kenyataan riil dilapangan.

Menurut Eade (1997) dalam Nasdian dan Utomo (2004), pengembangan kapasitas kelembagaan terfokus pada lima isu pokok berikut :

1. Pengembangan kapasitas sering digunakan secara sederhana untuk menjadikan suatu lembaga lebih efektif mengimplementasikan proyek -proyek pembangunan. Kelembagaan dengan demikian merupakan instrumen untuk mencapai tujuan tertentu.

2. Pengembangan kapasitas dapat juga menunjuk pada upaya mendukung organisasi untuk menjadi katalis dialog politik dan atau memberikan kontribusi dalam mencari alternatif pembangunan. Pandangan ini menekankan peran mendemokratisasikan organisasi non pemerintah dan organisasi berbasiskan masyarakat dalam “masyarakat madani”.

3. Jika pengembangan kapasitas adalah suatu cara untuk mencapai tujuan, kemudian yang dimaksudkan oleh lembaga-lembaga yang ikut serta, maka fokus pengembangan adalah mengembangkan hubungan antara struktur, proses, dan kegiatan organisasi yang menerima dukungan dan kualitas serta jumlah output dari hasil kerjanya.

4. Jika pengembangan kapasitas adalah tujuan akhir itu sendiri, maka fokusnya adalah misi organisasi yang berimbang, dan pertautannya dengan lingkungan eksternalnya, strukturnya dan aktivitasnya.

5. Jika pengembangan kapasitas adalah suatu proses penyesuaian, maka fokusnya adalah membantu mitra kerja menjadi lebih mandiri dan aktor otonom dalam hubungan jangka panjang atau penyertaan donor dan agen -agen yang relevan lainnya.

Keberhasilan suatu kelembagaan dipengaruhi oleh kuatnya kepemimpinan serta adanya manajemen yang baik dalam kelembagaan tersebut. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Israel (1992) bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan kekembagaan adalah:


(31)

1. Faktor-faktor eksogen: faktor yang mempengaruhi seluruh negara, wilayah atau sektor untuk periode tertentu, misalnya: banjir, kekeringan, peperangan, krisis ekonomi, perubahan-perubahan penting dalam kebijakan ekonomi.

2. Kepemimpinan individu-individu yang menonjol.

3. Manajemen yang baik mulai dari perencanaan, pengorganisasiaan, pelaksanaan serta pengawasan.

4. Komitmen.

Pemberdayaan masyarakat selain meliputi penguatan individu anggota masyarakat sendiri, juga meliputi penguatan pranata. Pranata atau kelembagaan yang dimaksud baik berupa kelembagaan atau yang bersifat “badan” atau organisasi, maupun kelembagaan sosial. Kelembagaan sosial disini merupakan bentuk nyata dari pemanfaatan modal sosial serta kemandirian yang dimiliki masyarakat.

Konsepsi modal sosial merupakan konsepsi yang luas, Puthnam (1993) dalam Tonny dan Utomo (2004) mendefinisikan modal sosial sebagai elemen -elemen dalam masyarakat yang digunakan untuk memudahkan tindak kolektif (collective action). Elemen -elemen tersebut berupa kepercayaan (trust), norma (norm), dan jaringan (network). Ini senada dengan yang diungkapkan oleh Fedderke dkk (1999) dalam Tonny dan Utomo (2004) bahwa “modal sosial” berarti ciri-c iri dari organisasi sosial seperti jaringan, norma dan kepercayaan sosial yang memfasiltasi koord inasi dan kerja sama untuk keuntungan bersama.

2.5. Kerangka Analisis

Pemberdayaan masyarakat bertujuan untuk memberikan kemampuan kepada masyarakat agar dapat mandiri dalam pemenuhan kebutuhan dan penyelesaian masalah. Setiap komunitas memiliki potensi atau kekuatan yang dapat didayagunakan untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Tidak semua komunitas menyadari hal tersebut, khususnya kelompok miskin yang memiliki berbagai keterbatasan. Oleh karena itu diperlukan dorongan/motivasi dari pihak lain untuk memberdayakan masyarakat miskin.


(32)

Dari pengertian pemberdayaan yang dikemukan oleh Dharmawan (2000), pemberdayaan masyarakat di bidang ekonomi dapat dilakukan dengan memperbesar peluang masyarakat dalam melakukan pilihan-pilihan ekonomi dan politik serta menin gkatkan kapasitas masyarakat dalam penguasaan sumberdaya ekonomi. Hal ini sejalan dengan tujuan pengembangan ekonomi lokal yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan terkait dengan upaya penanggulangan kemiskinan. Kemiskinan dapat dicirikan dengan rendahnya kemampuan masyarakat dalam meningkatkan penguasaan sumber daya lokal.

Salah satu sumber daya saing ekonomi lokal di samping ketersediaan lahan dan tenaga kerja adalah ketersediaan modal yang ada pada masyarakat. Rendahnya kepemilikan modal terutama di masyarakat desa, dapat diatasi dengan keberadaan Lembaga Keuangan Mikro (LKM). Saefuddin (2003) mengatakan bahwa keberadaan LKM telah lama menjadi sarana yang efektif untuk mengembangkan ekonomi rakyat dan memberdayakan rakyat kecil, di samping itu LKM merupakan pendekatan terbaik dalam menanggulangi kemiskinan, karena dapat berfungsi sebagai lembaga yang menyediakan berbagai jasa keuangan, untuk kegiatan produktif maupun konsumtif bagi keluarga miskin.

Salah satu lembaga mikro tersebut adalah Usaha Ekonomi Desa Simpan Pinjam (UED-SP), yang merupakan program pemerintah untuk menggerakkan usaha ekonomi produktif di pedesaan dengan jalan membuka akses terhadap modal usaha. Tujuan pokok UED-SP diantaranya adalah menciptakan iklim permodalan yang kondusif dan mendorong pembangunan ekonomi masyarakat desa dan memberikan pinjaman bagi masyarakat yang membutuhkan modal untuk usaha baru dan pengembangan usaha. Jika dilihat dari derajat pencapaian tujuan pokok tersebut, maka kinerja UED-SP sebagai lembaga ekonomi lokal belum mampu memberikan pelayanan yang optimal bagi masyarakat desa terutama masyarakat ekonomi lemah.

UED-SP merupakan kelembagaan yang sengaja diciptakan (enacted institution), dimana UED -SP dijadikan alat untuk menjalankan program pengembangan masyarakat dari pemerintah. Karena UED-SP adalah kelembagaan yang diintroduksikan oleh pemerintah dan bukan merupakan kelembagaan tumbuh dan berkembang dari masyarakat, menyebabkan kurangnya pemahaman


(33)

masyarakat tentang norma-norma dan aturan -aturan yang berlaku di UED-SP. Kurangnya pemaham an ini sangat berpengaruh terhadap partisipasi masyarakat dalam kegiatan UED-SP. Masyarakat tidak memahami apa yang menjadi hak dan kewajibannya sebagai anggota UED-SP. Pemahaman yang kurang terhadap norma dan aturan SP juga mengakibatkan pemanfaatan bantuan modal dari UED-SP untuk kegiatan-kegiatan yang konsumtif.

Kelembagaan UED-SP sebagai lembaga keuangan desa memegang peranan yang penting dalam pengembangan ekonomi lokal di Desa Koto Teluk. Oleh karena itu diperlukan suatu lembaga yang efektif. Efektivitas lembaga dapat ditingkatkan melalui penguatan kapasitas baik secara kelembagaan maupun inidividu. Umumnya keterbatasan kapasitas individu dipengaruhi oleh aspek pengetahuan tentang norma yang berlaku pada kelembagaan UED-SP dan juga dipengaruhi oleh ketrampilan anggota dalam mengelola usahanya. Keterbatasan pengetahuan tentang norma UED-SP ini berimbas pada rendahnya partisipasi anggota pada kegiatan -kegiatan kelembagaan. Kapasitas kelembagaan (aspek Keorganisasian) dapat ditinjau melalui manajemen yang dijalankan oleh kelembagaan tersebut dan bagaimana kepemimpinan suatu kelembagaan itu.

Agar kelembagaan Usaha Ekonomi Desa Simpan Pinjam dapat berkembang dan melaksanakan fungsinya dalam pengembangan eko nomi lokal, maka harus diupayakan penguatan kelembagaan dengan memperhatikan dan memanfaatkan modal sosial dan faktor sosio -kultural serta struktur yang ada di masyarakat. Untuk memujudkan hal tersebut diperlukan program pemberdayaan masyarakat yang didukung partisifasi masyarakat itu sendiri. Keberhasilan program pengembangan kelembagaan UED-SP ini diharapkan dapat meningkatkan keberdayaan masyarakat baik secara institusional dan individual.

Berdasarkan uraian diatas, maka alur kerangka pemikiran yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 1.


(34)

PROGRAM PENGUATAN KELEMBAGAAN

UEDSP DALAM PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL Performa

Organisasi 1. Perkembangan

Modal

2. Perkembangan Anggota 3. Perkembangan

Jenis Kegiatan

Kapasitas Anggota 1. Karakteristik 2. Pengetahuan 3. Ketrampilan Kapasitas Kelembagaan 1. Karakteristik

Pengurus 2. Manajemen 3. Kepemimpinan

Kelembagaan UED-SP Performa

Anggota 1. Tingkat

Partisipasi 2. Pemanfaatan

Modal

Potensi Ekonomi Lokal

Modal Sosial

Keberdayaan Kelembagaan 1. Kemandirian 2. Internalisasi

Norma

Pengembangan Ekonomi Lokal


(35)

3.1. Tipe Kajian

Tipe kajian yang digunakan dalam kajian ini adalah tipologi Kajian Deskripsi. Menurut Sitorus dan Agusta (2004) kajian deskripsi merupakan kajian yang mendokumentasikan suatu kejadian/gejala sosial secara lengkap, rinci dan mendalam. Pendekatan yang digunakan dalam kajian ini adalah pendekatan Subyektif Mikro. P endekatan ini sangat tepat digunakan karena pendekatan kajian ini lebih menekankan pada pola perilaku, tindakan dan interaksi sosial serta mempelajari tentang persepsi, keyakinan dan ragam segi konstruksi realitas sosial. Disamping itu pendekatan ini mengharuskan interaksi langsung antara peneliti dan yang diteliti untuk mendapatkan suatu pemahaman yang holistic dan mendalam.

3.2. Lokasi dan Waktu Kajian 3.2.1. Lokasi Kajian

Lokasi penelitian adalah di Desa Koto Teluk Rawang Kecamatan Hamparan Rawang Kabupaten Kerinci. Pemilihan lokasi ini di dasarkan:

1. Di Desa Koto Teluk pernah dilakukan Praktek Lapangan I, yaitu pada tanggal 10 s/d 30 Nopember 2004, dan Praktek Lapangan II selama dua minggu, yaitu pada tanggal 21 Pebruari s/d 5 Maret 2005.

2. Hasil dari kegiatan tersebut diperoleh data mengenai peta sosial dan evaluasi program pengembangan masyarakat yang sudah dilaksanakan. Dari evaluasi program pengembangan masyarakat pada Praktek Lapangan II tersebut, penulis merasa tertarik untuk meneliti lebih jauh tentang Usaha Ekonomi Desa Simpan Pinjam dalam pengembangan ekonomi lokal di Desa Koto Teluk. 3. Luas lahan sawah tadah hujan tergolong kecil (24 hektar/ha) dibandingkan

dengan desa-desa lain, sedangkan sebagaian besar penduduknya masih mengandalkan sektor pertanian padi sawah sebagai mata pencaharian. Melihat kondisi ini maka perlu adanya pengembangan ekonomi lokal yang tidak terlalu tergantung pada pertanian padi sawah.

4. Di Desa Koto Teluk terdapat banyak sumber daya lokal dan modal sosial yang dapat dikembangkan dalam mengatasi permasalahan yang ada di masyarakat.


(36)

3.2.2. Waktu Kajian

Penelitian telah dimulai sejak Praktek Lapangan I berupa Pemetaan Sosial pada bulan November 2004. Pemetaan sosial ini bertujuan untuk memperoleh gambaran secara menyeluruh tentang permasalahan sosial yang ada di Desa Koto Teluk melalui pengamatan mengenai situasi sosial, budaya, ekonomi, dan ekologi serta demografi di lokasi kajian. Praktek Lapangan I ini dilanjutkan dengan Praktek Lapangan II berupa Evaluasi Program Pengembangan Masyarakat pada bulan Pebruari 2005. Kegiatan ini mengevaluasi program pengembangan masyarakat yang telah ada untuk mengetahui efektivitas program bila ditinjau dari pengembangan ekonomi lokal, pengembangan modal dan gerakan sosial, dan dari segi kebijakan sosial. Kajian Pengembangan Masyarakat berlangsung pada bulan Juli sampai Agustus 2005. Setiap tahap kajian dilaksanakan saling melengkapi dan berkesinambungan, artinya data yang diperoleh dalam praktek lapangan pertama dan kedua serta kajian akhir dipadukan dalam penyusunan laporan kajian.

3.3. Data dan Metode Pengumpulan Data 3.3.1. Jenis Data Dan Sumber Data

Berdasarkan sumber data penelitian, data dapat dibagi menjadi dua yaitu: Data Primer, yaitu data yang berasal dari responden dan informan mengenai masalah penelitian, dan : Data Sekunder, berupa data mengenai monografi desa, data-data kependudukan serta data-data statistik lainnya. Responden dan informan ditentukan dan dipilih berdasarkan teknik penarikan sampel secara tidak acak (non probability sampling) dengan tujuan tertentu sesuai dengan kepentingan kajian yaitu memperoleh data yang akan dikaji secara akurat dan mendalam dalam waktu yang tidak terlalu lama.

Yang dijadikan responden dalam kajian ini adalah pengurus UED-SP dan anggota UED-SP. Pengurus UED-SP yang dijadikan responden adalah pengurus SP tingkat desa yaitu ketua, sekretaris dan bendahara serta pengurus UED-SP ditiap-tiap RT yang ada. Responden dalam kajian ini juga berasal dari anggota UED-SP. Di mana dalam kajian ini ditentukan sebanyak 12 responden yang sengaja dipilih karena dirasa dapat mewakili kondisi 319 anggota yang ada. Pemilihan anggota kelompok yang dijadikan responden berdasarkan latar


(37)

belakang keragaman usaha para anggota, keterwakilan gender, serta yang bersangkutan ada di tempat ketika penelitian dilakukan. Selain itu responden juga diambil dari anggota UED-SP yang tidak pernah memin jam pada UED-SP. Jumlah seluruh responden dalam kajian ini adalah 22 (dua puluh dua) responden. Sedangkan yang menjadi informan dalam kajian ini adalah pihak-pihak lain yang mengetahui tentang permasalahan UEDSP dan ekonomi lokal seperti para tokoh masyarakat dan aparat pemerintahan d esa dan kecamatan.

3.3.2. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang dipakai dalam kajian ini adalah : 1. Pengamatan Berperan Serta

Pengamatan berperan serta mempersyaratkan interaksi sosial peneliti dan subjek penelitian secara langsung dalam lingkungan subjek penelitian. Pengamatan berperan serta digunakan karena membuka kemungkinan untuk: (a) melihat, merasakan, memaknai dunia, peristiwa dan gejala sosial menurut subjek penelitian, dan (b) pembentukan pengetahuan bersama (Sitorus dan Agusta, 2004)

2. Wawancara mendalam.

Wawancara mendalam merupakan proses temu muka berulang-ulang antara peneliti dan subjek penelitian. Melalui cara ini, peneliti hendak memahami pandangan subjek penelitian tentang hidupnya, pengalamannya, dan situasi sosial. Wawancara mendalam berlangsung dalam suasana kesetaraan, akrab, dan informal.

3. Diskusi Kelompok.

Diskusi dengan responden dan informan ataupun masyarakat untuk mendapatkan data tentang permasalahan, potensi dan alternatif pemecahan masalah bagaimana menguatkan kelembagaan Usaha Ekonomi Desa Simpan Pinjam di Desa Koto Teluk .

4. Studi Dokumentasi.

Merupakan penulusuran data sekunder yang diperoleh dari sumber seperti dokuman yang ada pada kelompok UED-SP, monografi desa, kecamatan dalam angka, juga laporan lainnya yang diperoleh dari instansi terkait.


(38)

Berdasarkan tujuan kajian, data yang dibutuhkan, sumber data dan pengumpulan data dapat dilihat dalam Tabel 1.

Tabel 1. Metode Pengumpulan Data pada Kajian Penguatan Kelembagaan UED-SP di Desa Koto Teluk Tahun 2005

Teknik Pengumpulan Data No. Tujuan Jenis Data Sumber Data

Obs W SD DK 1. Mengidentifikasi

potensi-potensi yang ada di Desa Koto Teluk dalam rangka pengembangan ekonomi lokal

1. Sumber Daya Alam

2. Sumber Daya Manusia 3. Kelembagaan

Ekonomi

Pengurus & anggota UED-SP , tokoh masyarakat, aparat desa

v v v v

2 . Mengevaluasi program pengembangan masyarakat 1. Deskripsi program 2. Dampak program 3. Jangkauan program Pengurus/pelaks ana program, anggota masyarakat tokoh masyarakat,

v v v v

3 . Bagaimana Kapasitas Anggota Kelembagaan UED-SP 1. Karakteristik Anggota. 2. Pengetahuan. 3. Ketram pilan

Pengurus, anggota, tokoh masyarakat, aparat desa

v v v v

4 . Bagaimana

Kapasitas Pengurus kelembagaan UED-SP 1. Kapasitas pengurus 2. Kepemimpinan 3. Manajemen Pengurus, anggota, tokoh masyarakat, aparat desa

v v v v

5 . Menganalisis Usaha-usaha yang Telah Dilakukan Untuk Mengem-bangkan Kelem-bagaan UED-SP.

1 .Kegiatan pengembangan Kelembagaan. 2 .Hambatan

pengembangan

Pengurus UED-SP

- v v v

6 . Bagaimana Meru-muskan program penguatan kapasitas kelembagaan UED-SP dalam pengem-bangan ekonomi lokal

1 .Analisis faktor internal (kekuatan dan kelemahan) 2 .Analisis faktor

eksternal (Kesempatan dan ancaman) Pengurus, anggota, stake holder

- v - v

Untuk memudahkan mendapatkan data yang lengkap , maka disusun variabel dan indikator kajian berdasarkan konsep-konsep yang digunakan dalam kajian ini. Konsep, variabel dan indikator kajian dapat ditunjukkan pada Tabel 2.


(39)

Tabel 2. Konsep, Variabel dan Indikator Kajian pada Kajian Penguatan Kelembagaan UED -SP di Desa Koto Teluk Tahun 2005

No Konsep Variabel Indikator

1. Potensi Ekonomi Lokal

a.Sumber daya saing ekonomi lokal

b.Potensi pengembanga n

- luas lahan produktif

- kualitas dan kuantitas tenaga kerja

- kepemilikan modal

2. Kapasitas Kelembagaan

a.Karakteristik Pengurus b.Manajemen

Organisasi

- tingkat pendidikan, status sosial & ekonomi.

- hubungan kerja di dalam & luar kelompok

- norma/aturan yang ada dalam lembaga: aturan perguliran dana

aturan penerimaan anggota

mekanisme pengambilan keputusan 3. Kapasitas

Anggota

a. Karakterisitik Anggota b. Pengetahuan c. Ketrampilan

- pendidikan, jenis usaha, jumlah modal, tenaga kerja.

- pengetahuan tentang jenis usaha, bantuan modal, mekanisme pengembaliannya, pengembangan usaha

4. Performa Kelembagaan a. Perkembangan Modal b. Perkembangan Anggota c. Perkembangan Kegiatan

- meningkatnya jumlah modal dan pergulirannya

- menurunnya jumlah tunggakan

- meningkatnya jumlah simpanan

- meningkatnya jumlah anggota

- adanya perencanaan kegiatan

- adanya indikator keberhasilan dari kegiatan tersebut

- adanya pelaksanaan dari kegiatan yang telah direncanakan

- pelaksanaan pengelolaan perguliran dana

- penangangan permasalahan organisasi

- adanya evaluasi terhadap perguliran dana

- adanya evaluasi terhadap pelayanan kepada anggota

- adanya pelaporan yang transparan 5. Keberdayaan

Kelembagaaan

a. Kemandirian b. Partisipasi c. Keberlanjutan

- mampu terlepas dari tekanan top down

- mampu mengumpulkan dan mengelola modal secara mandiri

- mampu membuat aturan dalam mengatasi permasalahan.

- mampu mengambil keputusan

- mampu membangun jejaring kerja baik dengan individu maupun lembaga lainnya.

- Mampu berkoordinasi dengan instansi terkait

- Meningkatnya Partisipasi anggota dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan.


(40)

3.3.3. Analisis Data

Menurut Miles dan Huberman (1992) dalam Sitorus dan Agusta (2004), analisis data kualitatif dilakukan melalui tiga alur : reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.

1. Reduksi Data

Dengan kondisi data yang diperoleh dari lapangan yang jumlahnya tidak terbatas, maka peneliti harus melakukan reduksi, yaitu hanya memilih hal-hal pokok dan tema-tema yang relevan dengan fokus kajian. Data yang direduksi itu akan memberikan gambaran yang lebih tajam tentang hasil kajian dan dapat membantu dalam kode-kode tertentu.

2. Penyajian Data

Yaitu menyajikan data dalam bentuk matriks, network dan sebagainya yang memungkinkan data hasil kajian tidak tercampur dengan setumpuk data yang belum diolah.

3. Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi

Yaitu upaya untuk mencari pola, model, tema atau hal-hal yang sering muncul sehingga di dapat suatu kesimpulan yang semakin lama menjadi semakin jelas seiring dengan semakin banyak data yang diperoleh.

3.4. Penyusunan Program Kerja

Dalam melakukan penyusunan program kerja penguatan kelembagaan Usaha Ekonomi Desa Simpan Pinjam dalam pengembangan ekonomi lokal digunakan pendekatan partisipatif, karena pemberdayaan masyarakat sebagai strategi pembangunan bukanlah ketergantungan melainkan kemandirian masyarakat. Data yang diperoleh dari wawancara, observasi maupun studi dokumentasi, dibahas pada diskusi-d iskusi kelompok pada tingkat Rukun Tetangga (RT). Diskusi kelompok di tingkat RT dihadiri oleh para pengurus UED-SP tingkat RT, ketua RT dan anggota UED-SP. Diskusi kelompok ini dilaksanakan setelah kegiatan pengajian rutin yang diadakan oleh tiap RT.

Hasil d iskusi kelompok pada tingkat RT ini dibawa dalam diskusi pada tingkat desa. Teknik yang digunakan adalah diskusi kelompok terfokus (Focus Discussion Group) dengan melibatkan berbagai pihak yang terkait. Diskusi


(41)

kelompok terfokus ini dilaksanakan pada tanggal 15 Agustus 2005 di Mesjid Al Falah Koto Teluk.

Pihak-P ihak yang terlibat dalam Fokus Group Discussion adalah para responden serta informan dalam kajian ini, yang terdiri dari:

1. Pengurus Usaha Ekonomi Desa Simpan Pinjam 2. Anggota Usaha Usaha Ekonomi Desa Simpan Pinjam. 3. Aparat Pemerintahan Desa

4. Tokoh Masyarakat

Secara ringkas tahapan yang akan dilakukan dalam perencanaan strategi dan program partisipatif adalah sebagai berikut

1. Mengidentifikasi potensi dan permasalahan UED-SP serta menampung pendapat dan saran dari berbagai stakeholder guna menentukan masalah prioritas

2. Melakukan Analisis Strengths, Weaknesses, Opportunies, Treaths (SWOT), dengan tahapan:

a. Mengidentifikasi faktor-faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor-faktor eksternal (peluang dan ancaman) UED-SP yang selanjutnya dikonfirmasikan dengan masyarakat dalam forum diskusi kelompok terfokus.

b. Mendiskusikan rencana strategi dengan menggunakan analisis matriks SWOT bersama masyarakat.

c. Mendiskusikan strategi prioritas yang dapat merangkum alternatif strategi yang telah dihasilkan bersama masyarakat.


(42)

penguatan kelembagaan, posisi suatu kelembagaan dalam peta sosial komunitas menjadi faktor penting yang mempengaruhi keberhasilan pelaksanakan kegiatan pengembangan masyarakat tersebut. Peta sosial suatu komunitas dibutuhkan sebagai bahan masukan dalam memahami aspek-aspek kehidupan masyarakat yang mempunyai keterkaitan dengan upaya pengembangan masyarakat. Aspek -aspek tersebut meliputi data kependudukan, sistem ekonomi, struktur masyarakat, organisasi/kelembagaan, dan sumber daya lokal.

Agar aspek -aspek kehidupan masyarakat yang mempunyai keterkaitan dengan subjek kajian dan dapat terpantau secara menyeluruh dalam peta sosial komunitas Desa Koto Teluk, maka hal-hal yang harus dipetakan meliputi kondisi geografis-administratif, kondisi demografis, kondisi sistem ekonomi, kondisi kelembagaan, dan struktur komunitas. Dengan demikian peta sosial tersebut dapat digunakan untuk menganalisa bagaimana dimensi-dimensi geografis, demografis, sosial dan ekonomi yang ada masyarakat mempunyai keterkaitan dengan upaya penguatan kelembagaan Usaha Ekonomi Desa Simpan Pinjam dalam Pengembangan Ekonomi Lokal.

4.1. Lokasi

Desa Desa Koto Teluk merupakan salah satu desa yang berada dalam Kecamatan Hamparan Rawang yang merupakan salah satu kecamatan pemekaran di Kabupaten Kerinci. Terletak diketinggian 1.500 meter diatas permukaan laut, Desa Koto Teluk merupakan salah satu desa di Kecamatan Hamparan Rawang yang rawan akan bencana banjir. Hal ini dimungkinkan karena letaknya yang berada di pinggir sungai Batang Merao, Kecamatan Hamparan Rawang sendiri merupakan daerah yang berada dilembah Kerinci. Desa Koto Teluk terbagi atas empat dusun dan terdiri dari tujuh Rukun Tetangga (RT).

Dilihat dari letak atau kedudukan, Desa Koto Teluk berbatasan dengan : 1. Sebelah Timur dengan : Desa Simpang Tiga

2. Sebelah Barat dengan : Desa Cempaka Putih


(43)

4. Sebelah Selatan dengan : Desa Dusun Diilir

Jarak Desa Koto Teluk dengan Ibu Kota Kecamatan dan Kabupaten relatif dekat, jarak antara Desa Koto Teluk dengan Ibu Kota Kecamatan hanyalah 0,5 km, sedangkan jarak ke Ibu Kota Kabupaten adalah 2 km. Sarana perhubungan yang dipakai adalah angkutan desa dan sarana ojek motor dengan ongkos bervariasi antara Rp. 1.000 sampai Rp. 2.000. Letak Desa Koto Teluk secara geografis dan administratif yang dekat dengan pusat pemerintahan dan perdagangan, sangat menguntungkan bagi program pengembangan ekonomi lokal khususnya penguatan kelembagaan Usaha Ekonomi Desa Simpan Pinjam, karena: (1) Terjangkaunya lembaga-lembaga pemerintahan baik tingkat kecamatan maupun kabupaten yang dapat dijadikan mitra dalam pengembangan ekonomi lokal melalui penguatan kelembag aan UED-SP. (2) Tersedianya sarana transportasi dan informasi yang dapat mempermudah kegiatan penguatan kelembagaan ekonomi lokal dalam pengembangan ekonomi lokal. (3) Akses terhadap pasar semakin dekat yang memungkinkan pemasaran suatu produk semakin cepat dan terjangkau. (4) Semakin terbukanya kesempatan UED-SP untuk membentuk jejaring kerja dengan lembaga keuangan lainnya seperti bank ataupun koperasi.

4.2. Masalah Sosial

Berdasarkan hasil pemetaan sosial yang telah dilakukan di Desa Koto Teluk diketahui bahwa bahwa permasalahan sosial yang ada adalah masalah kemiskinan. Hal ini bisa dilihat dari jumlah keluarga miskin yang ada yaitu sebanyak 27 keluarga, wanita rawan sosial ekonomi sebanyak 40 orang dan lanjut usia terlantar sebanyak 44 orang. Karakteristik dari masalah kemiskinan pada umumnya sama seperti di daerah-daerah lain yaitu seperti kondisi perumahan yang tidak memenuhi standart kesehatan, pendapatan yang rendah, pendidikan yang rendah dan juga tingkat kesehatan yang rendah pula.

Permasalahan kemiskinan ini sebenarnya telah dirasakan oleh masyarakat sejak lama, namun pada tahun 1998 setelah Indonesia dilanda krisis multidimensi semakin memperburuk kondisi masyarakat kecil. Penanganan penduduk miskin menjadi semakin sulit bukan hanya karena mereka yang paling miskin, terbelakang, terpencil dan sebagian penderita masalah sosial. Tetapi juga karena


(44)

kemunculan penduduk miskin baru yang semakin terpuruk, tidak berdaya serta tidak memiliki katahanan sosial dalam menghadapi dampak sosial krisis ekonomi.

Fenomena kemiskinan ini menjadi hal yang menarik di Desa Koto Teluk, disamping karena jumlahnya yang relatif banyak, akan tetapi juga merupakan pengulangan masalah yang sebenarnya pernah terjadi beberapa tahun yang lalu. Sebelum tahun 1990, jumlah penduduk miskin yang ada Desa Koto Teluk cukup besar. Akan tetapi hal ini dapat diatasi dengan adanya pengiriman Tenaga Kerja Indonesia (TKI) baik yang legal maupun illegal ke Malaysia. Dengan adanya kesempatan kerja ini sebagian masyarakat mencoba mengadu nasib ke Malaysia. Akan tetapi setelah adanya kebijakan Pemerintah Malaysia yang memulangkan para TKI terutama TKI illegal menyebabkan jumlah pengangguran bertambah yang mengakibatkan penduduk miskin di Desa Koto Teluk menjad i membengkak kembali.

Hal ini terjadi karena para TKI tersebut tidak mempunyai kebiasaan menabung. Penghasilan yang mereka peroleh selama bekerja di Malaysia sebagian besar mereka pergunakan untuk kegiatan yang konsumtif, seperti pembelian perabotan rumah tangga maupun pembangunan rumah itu sendiri. Sisi positif dari kebiasaan ini adalah hampir tidak ditemukan adanya rumah-rumah yang tidak layak huni di Desa Koto Teluk, sehingga sepintas terlihat bahwa perekonomian masyarakat Desa Koto Teluk sudah cukup baik. Padahal bila ditelusuri lebih jauh banyak diantara masyarakat yang tidak mempunyai pekerjaan yang tetap. Walaupun demikian ada diantara para TKI tersebut yang dapat menjalan usaha lain berkat tabungannya selama bekerja di Malaysia, akan tetapi jumlahnya relatif kecil.

Peningkatan jumlah pen duduk miskin akibat krisis ekonomi menunjukkan bahwa semakin meningkatnya ketidakmampuan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dasarnya, seperti untuk kebutuhan makan (pangan), pakaian (sandang), pendidikan dan kesehatan. Kondisi ini mengakibatkan semakin meningkatnya permasalahan sosial lainnya yang terkait erat dengan keterbatasan ekonomi keluarga seperti anak terlantar maupun anak cacat terlantar.


(45)

4.3 Kependudukan

Komposisi penduduk Desa Koto Teluk berdasarkan jenis kelamin dan usia dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Piramida Penduduk Desa Koto Teluk berdasarkan Usia dan Kelamin Tahun 2004.

Komposisi penduduk berdasarkan umur dan jenis kelamin sangat penting bagi analisis -analisis kependudukan terutama bagi analisis ekonomi, dimana dari komposisi penduduk berdasarkan jenis kelamin dan umur kita dapat melihat jumlah penduduk usia kerja dan rasio beban tanggungan yang sangat berhubungan dengan analisis ekonomi. Jumlah penduduk ini sangat berpengaruh terhadap tekanan penduduk terhadap sumber daya yang ada di suatu lokasi. Fenomena dimana pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat, sedangkan sumber daya alam yang ada menurun, akan mengakibatkan terjadinya kondisi kemiskinan.

Dari Gambar 2 terlihat bahwa penduduk usia kerja (usia produktif) persentasenya lebih besar, keadaan ini diikuti dengan penciutan kelompok penduduk usia kurang dari 15 tahun. Hal ini berarti akan menurunnya rasio beban tanggungan umur muda. Ini terjadi seiring dengan mengecilnya besar keluarga

0 - 4 5 - 9 10 - 14 15 - 19

?

?

20 - 24 25 - 29 30 - 34 35 - 39 40 - 44 45 - 49 50 - 54 55 - 59

8 7 6 5 4 3 2 1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 60 - 64

65 - 69 70 +


(46)

dan kemungkinan kualitas tenaga kerja yang terbentuk akan meningkat. Kondisi ini dimungkinkan karena dengan kecilnya keluarga, pengeluaran untuk keperluan sandang maupun pangan menjadi berkurang, sehingga pengeluaran yang ada lebih diarahkan bagi peningkatan pendidikan maupun kesehatan masyarakat. Keadaan ini diharapkan dapat mendorong perkembangan ekonomi suatu wilayah. Kondisi ini juga kondusif untuk berkurangnya fenomena kemiskinan dikalangan penduduk terutama dalam mengatasi kecilnya modal usaha yang ada di masyarakat.

Penduduk Desa Koto Teluk termasuk kedalam kategori struktur penduduk usia kerja. Hal ini dapat dilihat dari besarnya populasi penduduk yang berusia antara 15-64 tahun yaitu sebesar 802 jiwa atau 69,25 persen. Besarnya jumlah penduduk yang berada pada usia produktif merupakan modal yang cukup potensial bagi desa dalam pembangunan desa. Dan jika dilihat rasio antara perbandingan antara laki-laki dengan perempuan maka akan diperoleh angka 93,32. Artinya jumlah penduduk perempuan yang lebih banyak jika dibandingkan dengan jumlah penduduk laki-laki. Hal ini dapat dimanfaatkan karena perempuan di samping lebih banyak berperan dalam kegiatan kesejahteraan keluarga

Tabel 3. Komposisi Penduduk Desa Koto Teluk Berdasarkan Umur Tahun 2004

Sumber : Data Desa Koto Teluk Tahun 2004.

Jenis kelamin No

Komposisi

Umur (tahun) Perempuan (jiwa) Laki-laki (jiwa) Jumlah (jiwa) Ratio laki-laki per 100 perempuan

1 0 - 4 48 41 89 85,41

2 5 – 9 51 49 100 98,00

3 10 – 14 46 45 91 97,82

4 15 – 19 40 37 77 92,50

5 20 – 24 60 70 130 116,66

6 25 – 29 62 76 138 122,58

7 30 – 34 45 50 95 111,11

8 35 – 39 49 36 85 73,46

9 40 - 44 34 37 71 108,82

10 45 – 49 41 36 77 87,80

11 50 – 54 29 27 56 93,10

12 55 – 59 26 20 46 76,92

13 60 – 64 18 13 31 72,22

14 65 – 69 22 8 30 36,36

15 70 + 28 16 46 57,14


(1)

6. Bagaimana pendapat anda tentang sistem perguliran dana?

7. Apakah anda diikutsertakan dalam perencanaan program UED-SP? Bagaimana?

8. Apakah semua anggota juga diikutsertakan dalam kegiatan perencanaan tersebut? Bagaimana?

9. Apakah pendapat para anggota menjadi pertimbangan utama dalam manajemen UED-SP?

10. Apakah pengurus selalu terbuka dalam pelaporan keuangan? Bagaimana? 11. Kepada siapa laporan kegiatan UED-SP dilaporkan? Kenapa?

12. Apakah ada pertemuan rutin pengurus dan anggota? Bagaimana?

13. Apakah dalam penyelesaian masalah apa ketua mendominasi pengambilan keputusan? Bagaimana?

14. Apakah ada peraturan-peraturan yang memberatkan anggota? Bagaimana? 15. Apakah ada aturan yang belum memadai dalam pengelolaan program

UED-SP?Bagaimana?

16. Apakah para anggota/nasabah mengetahui aturan yang diterapkan lembaga dalam permohonan pinjaman?

B. Dinamika Kelompok

1. Apa tujuan anda menjadi anggota UED-SP?

2. Apakah tujuan anda sejalan dengan tujuan UED-SP? 3. Apakah anda saling mengenal antar sesama anggota?

4. Apakah anda saling mengenal dengan para pengurus kelompok? 5. Apakah anda saling mengenal dengan para pengurus UED-SP? 6. Bagaimana suasana dalam kelompok anda?

7. Apakah para pengurus kelompok telah melaksanakan fungsinya dengan baik dan benar? Bagaimana?

8. Apakah para pengurus UED-SP telah melaksanakan fungsinya dengan baik dan benar? Bagaimana?

9. Apakah ada pertemuan kelompok? Kapan dan bagaimana pelaksanaannya?

10. Apakah ada para pengurus kelompok telah melakukan pembinaan kepada para anggotanya? Bagaimana?

11. Apakah ada para pengurus UED-SP telah melakukan pembinaan kepada para anggotanya? Bagaimana?

III. PEMANFAATAN MODAL SOSIAL A. Kepercayaan

1. Apakah anda kenal dengan para pengurus? Seberapa dekat?

2. Apakah hubungan tersebut perpengaruh terhadap peminjaman? Mengapa? 3. Sudah berapa kali anda meminjam bantuan modal dari UED-SP?

4. Apakah dalam pengajuan selanjutnya anda mengalami kesulitan? Mengapa?

5. Bagaimana usaha anda agar dapat dipercaya oleh para pengurus?

6. Apakah dana UED-SP yang dikelola oleh pengurus sudah sesuai dengan sasaran? Bagaimana?


(2)

B. Jaringan Kerja

1. Bagaimana cara anda mendapatkan bahan baku/bahan dagangan dan sebagainya?

2. Bagaimana hubungan anda dengan para penyedia bahan tersebut?

3. Apakah bila ada kesulitan dalam hubungan dengan pihak lain, pengurus membantu anda? Bagaimana?

4. Apakah anda melakukan kerjasama dengan orang diluar anggota UED-SP?

IV.Kinerja UED-SP

A. Bagaimana penilaian anda tentang kinerja UED-SP?

B. Apakah proses perencanaan sampai evaluasi melibatkan anda?Bagaimana? C. Bagaimana saran anda untuk menguatkan kelembagaan UED-SP?

PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM BAGI PENGURUS UED-SP

Nomor Responden/Informan : Nama Responden/Informan :

Alamat :

Jabatan :

I. KARAKTERISTIK PENGURUS UED-SP A. Apa latar belakang pendidikan Bapak/Ibu? B. Apa status perkawinan Bapak/Ibu?

C. Berapa jumlah tanggungan Bapak/Ibu di rumah?

D. Pekerjaan/usaha apa yang Bapak/Ibu jalankan? Berapa pendapatan Bapak/Ibu dari usaha tersebut?

E. Apa usaha lain yang Bapak/Ibu lakukan untuk mendapatkan penghasilan tambahan? Jika ada, berapa besar pendapatan yang didapat?

F. Apakah ada tambahan penghasilan setelah menjadi anggota UED-SP? Jika ada, berapa besar pengahasilan tersebut?

G. Sudah berapa lama Bapak/Ibu menjadi pengurus UED-SP? H. Manfaat apa yang Bapak/Ibu rasakan sebagai pengurus UED-SP? II. KELEMBAGAAN

A. Bagaimana proses pembentukan UED-SP ini? Tolong jelaskan secara singkat. B. Berapa jumlah modal yang ada sekarang?

C. Dari mana sumber modal itu didapat? Bagaimana?

D. Apakah modal tersebut mencukupi untuk mencapai tujuan UED-SP? Bagaimana?

E. Berapa jumlah anggota yang ada?

F. Apakah semua anggota sudah terlayani kebutuhannya akan bantuan permodalan? Bagaimana?


(3)

G. Bagaimana cara anggota mengetahui tentang program UED-SP?

H. Apakah anggota paham dengan sistem simpan pinjam yang diterapkan oleh UED-SP? Bagaimana?

I. Apakah anggota paham tentang program-program lain yang akan dan telah dilaksanakan UED-SP? Bagaimana?

J. Apakah dana yang diterima oleh anggota telah sesuai sasaran? Bagaimana? K. Apakah ada anggota yang menyimpan di UED-SP? Mengapa?

L. Apakah anggota meminjam atas keinginan sendiri atau karena orang lain? Bagaimana?

M. Bagaimana prosedur untuk menjadi anggota UED-SP? N. Bagaimana aturan peminjaman bagi anggota?

O. Apakah para anggota/nasabah mengetahui aturan yang diterapkan lembaga dalam permohonan pinjaman?

P. Apakah ada anggota yang keberatan dengan aturan tersebut? Bagaimana? Q. Bagaimana mekanisme pembagian Sisa Hasil Usaha?

R. Apakah ada anggota yang keberatan dengan mekanisme tersebut? Bagaimana?

S. Apakah ada pertemuan rutin pengurus UED-SP dengan anggota? Bagaimana? T. Bagaimana cara penyelesaian masalah yang mungkin timbul dari pertemuan

rutin itu?

U. Apakah ada peraturan-peraturan yang memberatkan anggota? Bagaimana? V. Apakah ada aturan yang belum memadai dalam pengelolaan program

UED-SP? Bagaimana? III. MODAL SOSIAL

A. Kepercayaan

1. Apakah Bapak/Ibu kenal dengan anggota UED-SP? Siapa saja? Dan bagaimana hubungan Bapak/Ibu dengan mereka?

2. Apakah hubungan tersebut berpengaruh terhadap proses peminjaman? 3. Apakah Bapak/Ibu kenal dengan sesama pengurus UED-SP? Siapa saja?

Dan bagaimana hubungan Bapak/Ibu dengan mereka?

4. Apakah Bapak/Ibu kenal dengan aparat pemerintahan desa? Siapa saja? Dan bagaimana hubungan Bapak/Ibu dengan mereka?

B. Jaringan Kerja

1. Apakah UED-SP pernah mendapatkan bantuan dari pihak lain? Bagaimana?

2. Bagaimana proses UED-SP bisa mendapatkan bantuan tersebut? 3. Bantuan tersebut dipergunakan untuk kegiatan apa saja? Bagaimana? 4. Apakah UED-SP pernah menjalin kerja sama dengan pihak lain?

Bagaimana? IV.KINERJA UED-SP

A. Bagaimana merencanakan kegiatan UED-SP dalam rangka memberikan pelayanan kepada anggota? Apakah semua anggota diikutsertakan?

B. Bagaimana lembaga menampung permasalahan/aspirasi anggota?


(4)

D. Apakah lembaga melaporkan semua kegiatan yang telah dan akan dilaksanakan kepada seluruh anggota?

E. Bagaimana cara pengurus melakukan penilaian terhadap kegiatan yang telah dilaksanakan?

F. Hambatan atau kendala apa yang dihadapi sekarang? Bagaimana? G. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi keberlanjutan UED-SP? H. Apa rencana kerja UED-SP dimasa yang akan datang?

I. Upaya-upaya apa yang telah dilakukan dalam rangka mengembangkan UED-SP? Bagaimana?

J. Apakah ada instansi dari pemerintahan yang rutin melaksanakan pembinaan dan pengawasan? Bagaimana?

K. Program apa yang diinginkan untuk pengembangan UED-SP?

L. Apa saran Bapak/Ibu untuk pengembangan UED-SP dimasa yang akan datang?

PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM BAGI TOKOH MASYARAKAT Nomor Informan :

Nama Informan :

Alamat :

Jabatan :

1. Apa yang anda ketahui tentang pelaksanaan program UED-SP? Bagaimana? 2. Apakah anda terlibat dalam perencanaan dan pelaksanaan program UED-SP?

Bagaimana?

3. Sebelum program tersebut apakah ada sosialisasi terlebih dahulu? Bagaimana? 4. Apa saja yang anda ketahui tentang mekanisme program UED-SP?

5. Potensi-potensi desa apa yang dapat dimanfaatkan dalam pengembangan ekonomi lokal di Desa Koto Teluk?

I. KARAKTERISTIK ANGGOTA DAN PENGURUS A. Bagaimana kehidupan para anggota pada umumnya?

B. Bagaimana kemampuan anggota dalam mengembangkan usahanya? Apa usaha-usaha yang dilakukan?

C. Bagaimana tindakan anggota dalam menghadapi masalah tunggakan? D. Bagaimana kehidupan para pengurus UED-SP pada umunya?

E. Apakah mereka telah memenuhi persyaratan sebagai pengurus? Bagaimana? F. Apakah anda dilibatkan dalam pemilihan pengurus UED-SP?


(5)

II. PENGORGANISASIAN KELEMBAGAAN

1. Bagaimana kepemimpinan ketua UED-SP dalam membantu kegiatan para anggotanya

2. Bagaimana cara ketua dalam memimpin dan mengelola UED-SP?

3. Bagaimana usaha pengurus dalam membantu permasalahan yang dihadapi anggota?

4. Apakah anda dilibatkan oleh pengurus dalam memecahkan masalah yang dihadapi oleh UED-SP?

5. Apa kendala yang dihadapi oleh UED-SP? 6. Apa harapan anda terhadap program UED-SP? III. PEMANFAATAN MODAL SOSIAL

A. Kepercayaan

1. Bagaimana proses seleksi terhadap calon nasabah/peminjam? 2. Apakah anda dilibatkan dalam proses tersebut?

3. Apakah pengelolaan UED-SP sudah sesuai dengan sasaran? Bagaimana? 4. Apakah ada hubungan kekerabatan/kedekatan berpengaruh dalam

pengelolaan UED-SP? Bagaimana?

5. Apakah pengurus terbuka dalam pelaporan keuangan? Bagaimana? B. Jaringan Kerja

1. Apakah perlu bantuan dari luar (pemerintah, swasta, LSM) dalam mengembangkan program UED-SP?

2. Apakah UED-SP bermanfaat bagi anggota dalam mengembangkan usahanya? Bagaimana hubungan mereka?

3. Apakah anda membantu pengurus UED-SP dalam meningkatkan jejaring UED-SP? Bagaimana?

4. Bagaimana cara anggota mengatsi permasalahan bila ada kredit macet? 5. Bagaimana UED-SP mempertahankan jejaring yang telah ada?

C. Norma Lembaga

1. Apakah ada pertemuan rutin pengurus dan anggota? Bagaimana?

2. Apakah dalam penyelesaian masalah apa ketua mendominasi pengambilan keputusan?Bagaimana?

3. Apakah ada peraturan-peraturan yang memberatkan anggota?Bagaimana? 4. Apakah ada aturan yang belum memadai dalam pengelolaan program

UED-SP?Bagaimana?

5. Apakah para anggota/nasabah mengetahui aturan yang diterapkan lembaga dalam permohonan pinjaman.

IV. KINERJA UED-SP

A. Bagaimana penilaian anda tentang kinerja UED-SP?

B. Apakah proses perencanaan sampai evaluasi melibatkan anda?Bagaimana? C. Bagaimana saran anda untuk menguatkan kelembagaan UED-SP?


(6)

PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM BAGI APARAT PEMERINTAHAN DESA Nomor Informan :

Nama Informan :

Alamat :

Jabatan :

1. Bagaimana perkembangan program UED-SP?

2. Bagaimana pelaksanaan UED-SP dilapangan? Apakah sesuai dengan tujuan? 3. Apakah ada pembinaan rutin terhadap program UED-SP? Bagaimana?

4. Bila terjadi permasalahan dalam pelaksanakaan UED-SP, bagaimana keterlibatan anda?

5. Pelaksanaan UED-SP apakah didasarkan oleh usulan dari pihak pemerintahan desa? Bagaimana?

6. Apakah pengurus UED-SP aktif dalam membrikan pelayanan kepada warga? Bagaimana?

7. Bagaimana pengurus mengatasi permasalahan tunggakan? Bagaimana peran anda?

8. Potensi-potensi desa apa yang dapat dimanfaatkan dalam pengembangan ekonomi lokal di Desa Koto Teluk?

9. Bagaimana penilaian anda secara keseluruhan mengenai UED-SP di Desa Koto Teluk?

10. Apa yang menjadi prioritas anda dalam perencanaan UED-SP untuk masa yang akan datang berdasarkan penilaian anda tadi? Bagaimana?