Teori Belajar Piaget Teori Belajar Vygotsky

yang disusun oleh Pusat Penilaian Pendidikan, dituliskan bahwa kemampuan penyelesaian soal aplikasi turunan fungsi dibandingkan kemampuan lain yang diuji meraih persentase terendah dalam tingkat nasional, yaitu 47.70. Sedangkan Propinsi Jawa Tengah, meraih persentase 37.52 untuk kemampuan siswa menyelesaikan soal aplikasi turunan fungsi. Jelas hal tersebut menggambarkan bahwa tidak semua siswa SMA mencapai tahap perkembangan simbolik. Oleh karena itu, pembelajaran yang memahamkan siswa dengan pendekatan ikonik dan enaktif disarankan untuk diterapkan. Materi geometri yang notabene memiliki objek abstrak, pun sama, memiliki kondisi yang mengkhawatirkan. Nurhasanah 2010: 4 mengutip bahwa Rizal menyatakan dari seluruh cabang matematika, geometri menempati posisi paling memprihatinkan. Pembelajaran geometri yang terlalu simbolik dirasa tidak cocok untuk dilakukan. Objek-objek abstrak geometri dapat di-ikonik-kan atau bahkan di-enaktif-kan agar dapat membantu siswa dalam menguasai materi geometri.

2.1.4.2 Teori Belajar Piaget

Sugandi 2004: 35-36 mengemukakan tiga prinsip utama dalam pembelajaran menurut Piaget. Prinsip-prinsip tersebut adalah: 1 belajar aktif, yaitu pembelajaran merupakan proses aktif yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar secara mandiri sehingga perlu diciptakan lingkungan belajar yang mendukung proses tersebut; 2 belajar melalui interaksi sosial, yaitu perlunya diciptakan suasana yang mendukung terjadinya interaksi diantara subjek belajar agar perkembangan kognitif mereka mengarah ke banyak pandangan dan alternatif tindakan; 3 belajar melalui pengalaman sendiri atau pengalaman nyata, yaitu pembelajaran yang dilakukan menjadi bermakna apabila siswa mengalami sendiri sehingga perkembangan kognitif tidak hanya mengarah pada verbalisme. Berdasarkan uraian di atas, teori Piaget yang mendukung penelitian ini adalah keaktifan siswa dalam berdiskusi kelompok untuk membahas materi yang dipelajari dapat memberikan pengalaman nyata kepada siswa. Pengalaman nyata tersebut diharapkan dapat menjadikan pembelajaran lebih bermakna. Dengan diskusi kelompok diharapkan siswa dapat belajar berinteraksi sehingga siswa memperoleh alternatif pandangan dalam menghadapi permasalahan sehingga dapat meningkatkan kreativitas siswa.

2.1.4.3 Teori Belajar Vygotsky

Menurut Rifa’i et al. 2009: 34, teori Vygotsky mengandung pandangan bahwa pengetahuan itu dipengaruhi situasi dan bersifat kolaboratif. Artinya pengetahuan didistribusikan di antara orang dan lingkungan yang mencakup obyek, alat, buku, dan komunitas tempat orang berinteraksi dengan orang lain sehingga dapat dikatakan bahwa fungsi kognitif berasal dari situasi sosial. Vygotsky beranggapan bahwa pengetahuan tidak diperoleh anak secara sendiri melainkan mendapat bantuan dari lingkungannya. Ada empat pinsip kunci dari teori Vygotsky, yaitu: 1 penekanan pada hakikat sosiokultural dari pembelajaran the sociocultural nature of learning; 2 zona perkembangan terdekat zone of proximal development atau ZPD; 3 pemagangan kognitif cognitive apprenticenship; dan 4 perancah scaffolding Trianto, 2007: 27 Rifa’i et al., 2009: 34. Keempat prinsip tersebut merupakan penyokong dari teori Vygostky. Prinsip pertama yaitu Vygotsky menekankan pada pentingnya interaksi sosial dalam proses pembelajaran. Berinteraksi dengan teman orang dewasa atau sebaya yang lebih mampu dapat membantu siswa dalam belajar. Prinsip kedua yaitu siswa memperoleh suasana belajar yang paling baik ketika berada dalam zona perkembangan terdekat mereka, yaitu tingkat perkembangan sedikit diatas tingkat perkembangan siswa saat ini. Dengan berada dilingkungan tersebut, kemampuan siswa akan terus meningkat dengan tingkat kesulitan yang tepat. Prinsip ketiga dari teori Vygotsky adalah menekankan pada kedua prinsip sebelumnya, yaitu hakikat sosial dari belajar dan zona perkembangan. Adanya interaksi sosial dapat membantu siswa dalam meningkatkan zona perkembangannya. Prinsip keempat adalah scaffolding, yaitu memberikan sejumlah besar bantuan kepada peserta didik selama tahap-tahap awal pembelajaran, dan kemudian mengurangi bantuan tersebut untuk selanjutnya memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar segera setelah ia dapat melakukannya. Melalui scaffolding ini, orang yang lebih ahli guru akan memberikan tugas dan bimbingan sesuai dengan kemampuan anak siswa. Dengan demikian, teori Vygotsky yang penting dalam penelitian ini adalah pembelajaran dengan membentuk kelompok heterogen akan membantu siswa untuk mentransfer pengetahuan yang dimiliki kepada siswa lain. Guru berperan sebagai fasilitator memberikan tugas sesuai dengan kemampuan siswa dan indikator pembelajaran yang ingin dicapai.

2.1.5 Model Pembelajaran Ekspositori