Selain alasan digunakannya pendekatan pembelajaran konstruktivisme terdapat pula karakteristik dan prinsip tersendiri. Convrey yang banyak
berbicara dalam konstruktivisme mengidentifikasi 10 karakteristik powerful constructions berpikir siswa, yang ditandai oleh:
14
1. Sebuah struktur dengan kekonsistenan internal;
2. Suatu keterpaduan antar bermacam-macam konsep;
3. Suatu kekonvergenan di antara aneka bentuk dan konteks;
4. Kemampuan untuk merefleksi dan menjelaskan;
5. Sebuah kesinambungan sejarah;
6. Terikat kepada bermacam-macam sistem simbol;
7. Suatu yang cocok dengan pendapat expert atau ahli;
8. Suatu yang potensial untuk bertindak sebagai alat untuk konstruksi lebih
lanjut; 9.
Sebagai petunjuk untuk tindakan berikutnya; dan 10.
Suatu kemampuan untuk menjustifikasi dan mempertahankan. Berdasarkan karakteristik di atas bahwa siswa akan mampu
menghubungkan konsepsi awal, mengungkapkan pertanyaan-pertanyaan dari materi sebelumnya yang merupakan konsep prasyarat, mengungkapkan
dugaan sementara terhadap konsep yang akan dipelajari. Kemudian siswa menggali, menyelidiki dan menemukan sendiri konsep. Pengembangan dan
aplikasi materi. Semua hal tersebut harus tercermin secara jelas dalam bahan ajar, agar bahan ajar yang digunakan mempermudah siswa memahami,
mengkonsep dan mengembangkan potensi dirinya. Konstruktivis mengembangkan pemikiran siswa akan belajar lebih
bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan
14
Deti Rostika, “Pembelajaran Volume Bangun Ruang Melalui Pendekatan Konstruktivisme Untuk Siswa Sekolah Dasar”, Jurnal Pendidikan Dasar, No. 9, 2008. h. 3.
mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya. Adapun lima elemen belajar yang konstruktivistik, yaitu :
15
1 Pengaktifan pengetahuan yang sudah ada activing knowledge.
2 Pemerolehan pengetahuan baru acquiring knowledge.
3 Pemahaman pengetahuan understanding knowledge.
4 Mempraktekan pengetahuan dan pengalaman applying knowledge.
5 Melakukan refleksi terhadap strategi pengembangan pengetahuan
tersebut reflecting knowledge.
3. Aktivitas Belajar
Keinginan untuk mempelajari matematika dapat dilihat dari aktivitas belajar siswa. Aktivitas merupakan prinsip atau asas yang sangat penting di
dalam interaksi belajar mengajar. “Dalam kegiatan belajar, subjek didik atau
siswa harus aktif berbuat. Dengan kata lain, bahwa dalam belajar sangat diperlukan adanya aktivitas. Tanpa adanya aktivitas, proses belajar tidak
mungkin berlangsung dengan baik ”.
16
Aktivitas siswa tidak cukup hanya mendengarkan dan mencatat seperti yang lazim terdapat di sekolah-sekolah
tradisional. Dibawah ini beberapa pandangan mengenai konsep aktivitas belajar, diantaranya :
17
a. Siswa adalah suatu organisme hidup, di dalam diri beraneka ragam
kemungkinan dan potensi yang hidup yang sedang berkembang. Di dalam diri terdapat prinsip aktif, keinginan untuk berbuat dan bekerja sendiri.
prinsip aktif inilah yang mengendalikan tingkah laku siswa. b.
Setiap siswa memiliki berbagai kebutuhan, meliputi kebutuhan jasmani, rohani dan sosial. Kebutuhan menimbulkan dorongan untuk berbuat.
15
Lukmanul Hakim, Perencanaan Pembelajaran, Bandung: CV Wacana Prima, 2009, h. 47.
16
Nurul Astuty Yensy. B, “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Examples Non Examples dengan Menggunakan Alat Peraga untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa”,
Jurnal Exacta, Vol. X No. 1, 2012, h. 29
17
Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, Jakarta: Bumi Aksara, 2003, Cet. Ke-3, h.170
Setiap saat kebutuhan dapat berubah dab bertambah, sehingga variasinya semakin banyak dan beraneka ragam pula.
Maka penulis menyimpulkan aktivitas merupakan inti dari proses belajar. Dapat dikatakan bahwa aktivitas merupakan bagian penting dari
belajar yang selalu berkegiatan. Aktivitas belajar adalah kegiatan yang bersifat fisik maupun mental. Hasil penelitian Diedrich menyimpulkan bahwa terdapat
177 macam kegiatan siswa yang meliputi aktivitas jasmani dan aktivitas jiwa, antara lain sebagai berikut :
18
a. Visual activities, yang termasuk di dalamnya misalnya, membaca,
memperhatikan gambar demonstrasi, percobaan, pekerjaan orang lain. b.
Oral activities, seperti : menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi, interupsi.
c. Listening activities, sebagai contoh mendengarkan: uraian, percakapan,
diskusi, musik, pidato. d.
Writing activities, seperti misalnya menulis cerita, karangan, laporan, angket, menyalin.
e. Drawing activities, misalnya : menggambar, membuat grafik, peta,
diagram. f.
Motor activities, yang termasuk didalamnya antara lain : melakukan percobaan, membuat konstruksi, model mereparasi, bermain, berkebun,
berternak. g.
Mental activities, sebagai contoh misalnya : menanggapi, mengingat, memecahkan soal, menganalisis, melihat hubungan, mengambil keputusan.
h. Emotional activities, seperti misalnya menaruh minat, merasa bosan,
bersemangat, bergairah, berani, tenang, gugup. Pembelajaran menggunakan bahan ajar, menuntut siswa untuk
mengasah writing activities yaitu aktivitas siswa dalam mengerjakan laporan atau dalam mengerjakan bahan ajar yang telah disediakan. Siswa diberikan
kesempatan untuk beraktivitas melalui pengerjaan bahan ajar. Aktivitas
18
Ahmad Rohani HM, Pengelolaan Pengajaran, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2004, Cet. Ke-2, h.9
tersebut sejalan dengan pendekatan konstruktivisme yang memusatkan pembelajaran pada siswa. Dalam pandangan kontruktivis siswa merupakan
tokoh sentral dalam kegiatan belajar mengajar. Sejalan dengan pernyataan diatas aktivitas siswa merupakan syarat utama berlangsungnya proses
pembelajaran. Tugas guru adalah membimbing dan memfasilitasi siswa untuk mengembangkan bakat dan potensinya. Sehingga siswalah yang aktif atau
beraktifitas dalam menemukan konsep yang akan dipelajarinya. Sesuai dengan hal ini, aktivitas belajar siswa tidak hanya mengerjakan bahan ajar writing
activities. Tetapi juga saat siswa berpikir untuk merumuskan dan memecahkan masalah mental activities.
4. Pemecahan Masalah
Setiap manusia terbiasa menghadapi setiap permasalahan, maka manusia dibekali dengan pengetahuan yang dimilikinya untuk menyelesaikan
segala permasalahan yang muncul dalam kehidupannya, tidak jarang manusiapun melalui proses yang panjang untuk menyelesaikan permasalahan
dengan pengetahuan, pemahaman bahkan dengan pengalaman yang sebelumnya telah dialami semasa hidup. Demikian pula tujuan yang
diharapkan dalam pembelajaran matematika oleh National Council of Teachers of Mathematics NCTM. NCTM 2000 menetapkan lima standar
kemampuan matematis yang harus dimiliki oleh siswa, yaitu kemampuan pemecahan
masalah problem
solving, kemampuan
komunikasi communication, kemampuan koneksi connection, kemampuan penalaran
reasoning, dan kemampuan representasi representation.
19
Siswa juga dituntut untuk mampu menyelesaikan setiap permasalahan yang muncul pada kehidupannya terutama saat pembelajaran. Siswa harus
mampu menyelesaikan masalah, tidak hanya sekedar masalah yang ringan tetapi masalah yang kompleks. Biasanya permasalahan kompleks saat
19
Leo Adhar Effendi, “Pembelajaran Matematika dengan Metode Penemuan Terbimbing untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi dan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMP”,
Jurnal Penelitian Pendidikan, Vol. 13 No. 2, 2012. h. 2.
pembelajaran terjadi pada mata pelajaran matematik. Matematika memang mata pelajaran yang membutuhkan trik khusus dalam menyelesaikan soal-
soalnya, namun dengan tuntutan kurikulum yang mengharuskan siswa mampu memecahkan masalah pada materi tertentu, maka kemampuan ini
dirasa perlu dilatihkan agar siswa terbiasa dengan soal yang memiliki tingkat
kesukaran yang cukup tinggi.
Menurut Tatag, pemecahan masalah problem solving adalah suatu proses atau upaya individu untuk merespon atau mengatasi halangan atau
kendala ketika suatu jawaban atau metode jawaban belum tampak jelas. Dengan demikian, pemecahan masalah atau problem solving adalah suatu
upaya individu mengatasi kendala yang dihadapi saat menyelesaikan suatu jawaban yang belum nampak kejelasannya.
Soal-soal pemecahan masalah yang belum nampak kejelasan masalahnya bukan berarti tidak dapat dikerjakan siswa hanya saja siswa perlu
menggali lebih dalam lagi pengetahuan, pemahaman dan pengalaman yang dimilikinya untuk menyelesaikan soal tersebut. Usaha siswa untuk
mendapatkan solusi dari setiap permasalahan yang ditemukan pada soal akan melatih peserta didik memahami lebih dalam materi dan memperkuat ingatan
siswa tentang materi tersebut.
Problem solving telah menjadi bagian penting dalam kurikulum matematika. Pehkonen dalam Tatag 2008 mengkategorikan alasan untuk
mengajarkan pemecahan masalah problem solving menjadi empat kategori, yaitu :
20
1. Pemecahan masalah mengembangkan keterampilan kognitif secara
umum 2.
Pemecahan masalah mendorong kreativitas 3.
Pemecahan masalah merupakan bagian dari proses aplikasi matematika 4.
Pemecahan masalah memotivasi siswa untuk belajar matematika.
20
Tatag Yuli Eko Siswono, Model Pembelajaran Matematika Berbasis Pengajuan dan Pemecahan Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif, Surabaya :Unesa
University Press, 2008, h. 39.