Observasi Deskripsi Tindakan Siklus II

oleh siswa. Perilaku siswa saat menggunakan bahan ajar pada siklus II, siswa sudah mampu beradaptasi dengan baik, penelitipun sudah mulai bisa mengajak siswa untuk belajar berkelompok dan melakukan presentasi. Pertanyaan yang muncul seputar bahan ajar sudah berkurang, siswa bertanya mengenai materi yang sulit dipahami. Kendala yang muncul pada pertemuan pertama yaitu lupa dengan pembelajaran yang telah dilakukan sebelumnya. Kemudian pada pertemuan ke-2 pembentukan kelompok yang terlalu memakan waktu. Pertemuan ke-3 dan ke-4 tidak memiliki kendala yang berarti karena siswa secara umum sudah memahami apa yang harus dikerjakan dalam bahan ajar. Dari hasil observasi penggunaan bahan ajar siswa mengalami banyak perubahan pada setiap pertemuannya. Seperti hal yang kurang dipahami pada bahan ajar sudah tidak memiliki masalah. Tetapi di setiap pertemuan masih mengalami beberapa kendala seputar teknis. Perilaku siswa saat menggunakan bahan ajar sudah mulai mampu beradaptasi dengan baik, hanya saja jika merumuskan atau mengerjakan bahan ajar yang agak sulit dan banyak antusiasme siswa jadi menurun. b. Wawancara Selain lembar observasi, peneliti juga melakukan wawancara kepada siswa pada akhir siklus II untuk mengetahui tanggapan mereka terhadap pembelajaran dengan menggunakan bahan ajar berbasis konstruktivisme. Hal tersebut dilakukan untuk mengevaluasi hasil dari pembelajaran yang telah dilakukan pada siklus II. Berikut ini adalah hasil wawancara yang dilakukan pada siklus II : 1. Sebagian besar siswa menyukai pembelajaran menggunakan bahan ajar berbasis konstruktivsme. Pembelajaran ini membuat siswa lebih mudah mengingat rumus yang akan digunakan pada berbagai macam soal. 2. Siswa lebih bersemangat untuk melaksanakan pembelajaran, karena setiap harinya siswa diberikan kegiatan yang membuat peserta didik mampu memahami pembelajaran dengan baik dan aktif. 3. Kesulitan yang dihadapi siswa saat mengingat kembali pembelajaran yang telah dilalui sebelumnya, karena pada umumnya siswa sudah lupa dengan materi tersebut. 4. Siswa terbiasa mengerjakan soal yang memiliki tingkatan soal pemecahan masalah. 5. Pembelajaran ini membuat siswa menjadi nyaman sehingga mereka berani untuk mengeluarkan pendapatnya masing-masing dan lebih banyak bertanya kesulitan dalam pembelajaran. 3 Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Hasil kemampuan pemecahan masalah non lisan tertulis siswa siklus II dalam penelitian ini akan terlihat melalui hasil tes kemampuan pemecahan masalah matematik siklus II. Tes kemampuan pemecahan masalah yang dilakukan memiliki indikator mengidentifikasi bagian-bagian khusus dan memilih prosedur serta data yang benar, memperkirakan dan menganalisis, mengevaluasi dan menginterpretasikan fakta kuantitatif dan hubungannnya. Berikut adalah tabel yang menunjukkan hasil tes kemampuan pemecahan masalah matematik siswa pada siklus II. Tabel 4.5 Tabel Distribusi Frekuensi Hasil Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa Siklus II Nilai Frekuensi 31 - 40 2 2 5 41 - 50 5 7 17.5 51 - 60 3 10 25 61 - 70 2 12 30 71 - 80 11 23 57.5 81 - 90 5 28 70 91 - 100 12 40 100 Berdasarkan perhitungan hasil tes kemampuan pemecahan masalah matematik diperoleh skor rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematik siswa siklus II sebesar 75. Nilai ini meningkat dari tes siklus I yang hanya sebesar 68.75. Nilai tertinggi yang diperoleh siswa pada siklus II sama dengan tes siklus I yaitu 100 dan nilai terendahnya meningkat yaitu dari 32.14 menjadi 34.38. Pada siklus II persentase siswa yang mencapai KKM mengalami peningkatan yaitu sebesar 60, sedangkan siswa yang belum mencapai KKM sebesar 40 dari 40 orang siswa. Hal ini meningkat dari tes siklus I sebesar 22.50. Nilai rata-rata yang diperoleh pada siklus I adalah 68.75 dan belum mencapai indikator yang ditentukan oleh peneliti yaitu rata-rata tes kemampuan pemecahan masalah yaitu 75, sesuai dengan KKM yang ditentukan sekolah. Sedangkan pada siklus II yaitu 75 yang telah mencapai indikator tersebut. Sedangkan kemampuan masing-masing indikator kemampuan pemecahan masalah matematik siswa dapat dilihat berdasarkan hasil persentase skor yang diperoleh pada siklus II sebagai berikut: Tabel 4.6 Persentase Skor Tiap Indikator Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa Siklus II Indikator Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Persentase Mengidentifikasi bagian-bagian khusus dan memilih prosedur serta data yang benar 87.90 Memperkirakan dan menganalisis 59.38 Mengevaluasi dan menginterpretasikan fakta kuantitatif dan hubungannnya 80.00 Indikator kemampuan pemecahan masalah siswa saat mengidentifikasi bagian-bagian khusus dan memilih prosedur serta data yang benar sebesar 87.90 ini meningkat dibandingkan saat tes siklus I yang hanya 84.00, saat memperkirakan dan menganalisis yaitu 59.38 juga meningkat dari 33.00, sedangkan kemampuan mengevaluasi dan menginterpretasikan fakta kuantitatif dan hubungannnya memiliki nilai 80.00, meningkat dari 76.00. Dari data di atas kemampuan pemecahan masalah siswa meningkat secara keseluruhan dari hasil tes siklus I. Kemampuan pemecahan masalah tiap indikator mengalami peningkatan secara umum, akan tetapi pada indikator memperkirakan dan menganalisis masih tergolong rendah yaitu 59.38, padahal minimalisasi yang ditentukan oleh peneliti adalah 75.00, artinya walapun meningkat kamampuan tersebut harus terus dikembangkan dan dialtihkan. Hal ini dimaksudkan agar siswa tidak hanya mahir dalam beberapa indikator kemampuan saja tetapi juga mahir dalam setiap indikator pemecahan masalah yang dituntut. Kemampuan pemecahan masalah tiap indikator dapat terlihat dari beberapa penjabaran pengerjaan hasil tes siklus II kemampuan pemecahan masalah matematik sebagai berikut : Tentukan persamaan garis singgung yang mempunyai gradien pada lingkaran . Kemudian, tentukan juga titik singgungnya. Jawaban Benar Jawaban Kurang Tepat Gambar 4.21 Jawaban Siswa pada Indikator Mengidentifikasi Bagian-bagian Khusus dan Memilih Prosedur Serta Data yang Benar Siklus II Pada soal pemecahan masalah diatas mengasah kemampuan siswa untuk mengidentifikasi bagian-bagian khusus dan memilih prosedur serta data yang benar. Bagian-bagian khusus yang diidentifikasi yaitu jari-jari dan persamaan garis singgungnya. Hal ini akan memudahkan siswa menentukan titik singgugnya. Pada jawaban benar siswa menentukan jari-jari terlebih dahulu, kemudian dengan jari-jari yang telah diketahui persamaan garis singgungnya dapat ditentukan dengan benar. Setelah persamaan garis singgung telah ditentukan akan mudah menentukan titik singgungnya. Sebaliknya pada jawaban yang kurang tepat siswa mampu menentukan jari-jari, tetapi tidak dapat mensubstitusikan persamaan dengan baik. Sehingga titik yang ditentukan salah. Selain itu, tidak hanya mengidentifikasi siswa pada soal tes siklus II kemampuan pemecahan masalah matematik siswa, juga memperkirakan dan menganalisis sebuah soal yang telah disediakan dalam tes. Berikut soal yang mengarahkan siswa pada kemampuan pemecahan masalah matematik indikator memperkirakan dan menganalisis : Tentukan persamaan lingkaran yang melalui titik dan menyinggung garis di titik . Jawaban Benar Jawaban Kurang Tepat Gambar 4.22 Jawaban Siswa pada Indikator Mengevaluasi dan Menginterpretasikan Fakta Kuantitatif dan Hubungannya Siklus II Pada soal pemecahan masalah di atas mengarahkan siswa untuk mengevaluasi dan menginterpretasikan fakta kuantitatif dan hubungannya. siswa terlebih dahulu diharuskan mengilustrasikan soal dengan gambar menggunakan komponen yang telah diketahui. Hal ini melatih peserta didik untuk mengevaluasi soal dengan gambar. Kemudian siswa menentukan gradien garis lurus yang telah digambarkan, sampai pada penentuan gradien jari-jari yang tegak lurus dengan garis yang telah diketahui. Setelah penentuan gradien, soal mengarahkan siswa untuk mempresentasikan fakta kuantitatif dan hubungannya, hal ini dimaksudkan untuk mengetahui fakta apa saja yang dapat digunakan dalam mengerjakan soal tersebut. Fakta kuantitatif dan hubungannya tadi dapat digunakan untuk mempresentasikan hal yang memang ditanyakan dalam soal tersebut yaitu persamaan lingkarannya. Terlihat pada jawaban benar siswa melakukan urutan dengan baik dari menggambar, menentukan gradien, menentukan persamaan untuk jari-jari, kemudian menentukan titik-titik yang dibutuhkan untuk menentukan persamaan lingkaran serta jari-jarinya. Pada jawaban kurang tepat, siswa B tidak menggambar telebih dahulu sehingga sulit mengevaluasi maksud dari soal tersebut. Selain itu siswa salah mensubstitusi persamaan pada saat menentukan jari-jari lingkaran, sehingga tidak dapat menentukan titik maupun jari-jarinya. Selain mengevaluasi dan mempresentasikan fakta kuantitatif dan hubungannya. Indikator pemecahan masalah yang dikembangkan adalah menganalisis dan memperkirakan. siswa dituntut untuk mampu menganalisis soal, apa saja yang dibutuhkan untuk menyelesaikan soal tersebut dan memperkirakan bagaimana cara menyelesaikannya dengan komponen yang telah terlebih dahulu dianaisis. Kesulitan akan dirasakan saat siswa salah menganalisis soal, kemudian harus memperkirakan cara yang tepat menyelesaikan soal. Pada saat memperkirakan dan menganalisis siswa lebih terbiasa mengerjakan, akan tetapi masih terdapat banyak siswa yang belum mampu mengerjakan pada indikator memperkirakan dan menanalisis. Pada tes siklus II berikut soal yang mengarahkan kemampuan pemecahan masalah matematik mengevaluasi dan memperkirakan : Garis singgung dititik pada lingkaran menyinggung lingkaran Nilai =…. Jawaban Benar Jawaban Kurang Tepat Gambar 4.23 Jawaban Siswa pada Indikator Menganalisis dan Memperkirakan Siklus II Pada jawaban benar siswa menganalisis komponen yang diperlukan soal dengan benar, seperti persamaan garis singgungnya kemudian dari persamaan garis singgung tersebut akan mudah menentukan jari-jari yang ditanyakan dalam soal. Sebaliknya siswa menjawab kurang tepat dengan tidak menentukan persamaan garis singgung terlebih dahulu, walaupun jawaban yang diinginkan sama tetapi cara untuk menentukannya salah akan menjadikan soal tersebut salah.

d. Refleksi

Hasil kegiatan pada siklus II mengungkapkan bahwa penggunaan bahan ajar berbasis pendekatan konstruktivisme berjalan lebih baik dibandingkan dengan penggunaan bahan ajar pada siklus I. Hal ini terlihat pada observasi penggunaan bahan ajar yang sedikut mengalami kendala dan siswa yang mulai nyaman dengan pembelajaran yang dibentuk oleh peneliti. Selain hasil observasi, lembar aktivitas pembelajaran siswa juga mengalami peningkatan dari 64.45 pada siklus I menjadi 72.86 pada siklus II. Selain aktivitas belajar siswa, peneliti melakukan analisi mengenai respon siswa terhadap bahan ajar berbasis pendekatan konstruktivisme untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematik. Pada hasil wawancara siklus I sebagian besar siswa menanggapi bahan ajar cukup positif dengan mewawancarai 30 siswa dari 40 yang terdapat di kelas. Hasil wawancara menyebutkan bahwa 20 siswa menyukai bahan ajar berbasis pendekatan konstruktivisme. Tetapi sisanya masih belum menanggapi dengan positif pada siklus I. Hal ini meningkatkat dari 27 siswa yang merespon positif mengenai bahan ajar berbasis pendekatan konstruktivsme. Selanjutnya hasil tes kemampuan pemecahan masalah matematik pada siklus II memiliki rata-rata 75. Hal ini meningkat sebesar 22.50 dibandingkan hasil tes kemampuan pemecahan masalah matematik pada siklus I yang memiliki rata-rata 68.75. Setiap indikator pada pemecahan masalah memiliki peningkatan yaitu pada saat peserta didik mengidentifikasi bagian-bagian khusus dan memilih prosedur serta data yang benar saat tes siklus I 84.00 dan tes siklus II sebesar 87.90. Indikator mengevaluasi dan mempresentasikan fakta kuantitatif dan hubungannya juga meningkat dari 33.00 pada siklus I menjadi 59.38 pada siklus II. Indikator menganalisis dan memperkirakan meningkat dari 76.00 menjadi 80.00. Secara umum semua indikator pemecahan masalah memiliki peningkatan yang cukup baik.

B. Intepretasi Hasil Analisis Data

Tahap interpretasi data dilakukan setelah data dikumpulkan dari hasil penelitian pada siklus I dan II. Data yang diperoleh dari hasil intervensi tindakan diinterpretasikan dan diolah. Data-data tersebut, berupa data kualitatif dan data kauntitatif, data dianalisis guna mengetahui perkembangan penelititan. Setelah dilakukan pembelajaran matematika dikelas XI IPA-3 dengan pembelajaran menggunakan bahan ajar berbasis konstruktivisme selama siklus I dan siklus II, diperoleh data rata-rata persentase aktivitas siswa pada saat pembelajaran matematika berlangsung. Data persentase aktivitas siswa dalam pembelajaran matematika siklus I dan siklus II, peneliti sajikan dalam bentuk gambar diagram batang di bawah ini: Gambar 4.24 Grafik Perbandingan Persentase Aktivitas Pembelajaran Matematika Siswa Berdasarkan grafik 4.1 diketahui bahwa persentse aktivitas belajar matematika siswa siklus II mengalami peningkatan sebesar 8.41 dari siklus I, hal ini menunjukan bahwa perbaikan yang dilakukan pada siklus II dapat meningkatkan semangat dan percaya diri siswa pada saat kegiatan pembelajaran matematika. Hal ini didukung pula dari hasil wawancara yang dilakukan terhadap subjek penelitian bahwa siswa antusias dalam mengikuti pembelajaran matematika dengan menggunakan bahan ajar yang diberikan peneliti. Mereka merasa senang dengan bimbingan yang peneliti berikan. Selain itu, siswa mampu merumuskan sendiri konsep tanpa harus diberikan banyak tuntunan atau arahan dari peneliti maupun guru mata pelajaran. Dengan diberikannya pembelajaran menggunakan bahan ajar berbasis konstruktivisme dapat membantu siswa dalam memahami materi pelajaran. Hal ini disebabkan materi yang dipelajari dengan materi sebelumnya atau materi yang belum dipelajari memiliki hubungan yang tidak boleh dilupakan. Pembelajaran menggunakan bahan ajar yang diberikan peneliti membuat siswa merasa bebas mengungkapkan pendapat dan mudah memahami materi yang 0.00 15.00 30.00 45.00 60.00 75.00 Aktivitas Belajar Siklus I Siklus II sedang dipelajari. Hal ini tergambar dari observasi yang dilakukan observer yang mengamati penggunaan bahan ajar. Peningkatan dirasakan saat siswa tidak lagi memiliki kendala saat mengerjakan bahan ajar pada siklus II. Berbeda halnya yang terjadi pada siklus I, beberapa kendala berupa pemahaman siswa mengenai kalimat dalam bahan ajar serta urutan pengerjaannya. Selain itu peningkatan juga terjadi peningkatan respon positif siswa terhadap bahan ajar berbasis konstruktivisme yaitu dari 20 siswa yang merespon positif di siklus I menjadi 27 siswa yang merespon positif pada siklus II. Hal ini diakibatkan karena perbaikan yang telah dilakukan peneliti terhadap bahan ajar dan karena siswa sudah mulai terbiasa menghadapi bahan ajar tersebut. Peningkatan juga terjadi pada hasil tes kemampuan pemecahan masalah matematik siswa. Adapun peningkatan hasil rata-rata pada tes kemampuan pemecahan masalah matematik siswa tiap siklus dalam penelitian ini dapat dilihat pada grafik berikut : Gambar 4.25 Grafik Perbandingan Rata-rata Skor Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa Berdasarkan gambar 4.25 diketahui bahwa rata-rata skor kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik mengalami peningkatan, yaitu sebesar 7.3. Hal ini menunjukan bahwa tindakan perbaikan yang dilakukan 65 70 75 68.75 75 Skor Rata-Rata Siklus I Siklus II

Dokumen yang terkait

Penggunaan bahan ajar berbasis pendekatan kontekstual untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik pada materi aljabar di MTsN Tangerang II Pamulang

0 25 307

Penggunaan bahan ajar berbasis pendekatan kontekstual untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik pada materi aljabar di MTsN Tangerang II Pamulang

0 3 307

Penggunaan bahan ajar berbasis pendekatan kontekstual untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik pada materi aljabar di MTsN Tangerang II Pamulang

0 8 307

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN BERDASARKAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK SISWA SMP NEGERI 1 SIMANINDO.

0 1 45

PENGEMBANGAN MODUL BERBASIS KONSTRUKTIVISME UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA MATERI PELUANG DI KELAS XI SMA NEGERI 1 BATANGTORU.

0 4 36

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA SMA MELALUI PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH.

0 3 37

MENINGKATKAN KEMAMPUAN SPATIAL SENSE DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK SISWA SMA MELALUI PENDEKATAN BERBASIS MASALAH BERBANTUAN KOMPUTER.

0 0 49

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK SISWA SMU MELALUI PENDEKATAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH.

0 1 40

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN BERBASIS PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP PADA MATERI PERSAMAAN LINGKARAN

0 0 17

PENGARUH PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISME TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK SISWA

0 1 12