Pembahasan Temuan Penelitian DESKRIPSI, ANALISIS DATA, INTERPRETASI DATA, DAN

dimengerti dengan baik oleh siswa. Apalagi saat siswa harus mengingat kembali pembelajaran yang telah dilakukan pada kelas-kelas sebelumnya, siswa mengalami kesulitan saat mengingatnya. Peneliti meminta guru mata pelajaran mengobservasi aktivitas belajar siswa dalam 4 kali pertemuan. Hasil aktivitas belajar siswa 64.45. Hasil ini belum dikatakan baik karena peneliti memiliki standar minimal 70.00. Setelah dilakukan kembali pembelajaran pada siklus II hasil dari aktivitas belajar siswa meningkat menjadi 72.90. hal ini terjadi karena aktivitas siswa dalam pembelajaran meningkat pada setiap aspek yang diamati. Pada saat mendengarkanmemperhatikan penjelasan guruteman meningkat dari 79.20 menjadi 85.60. hal ini dikarenakan siswa ingin lebih mengetahui mengenai bagaimana cara mengerjakan bahan ajar dan hasil yang diinginkan akan seperti apa. Saat mengerjakan bahan ajar siswa dituntut untuk mengingat pelajaran sebelumnya yang berkaitan juga meningkat dari 78.60 menjadi 81.90. Siswa sudah terbiasa mengingat pembelajaran yang berkaitan dengan materi yang dibutuhkan pada siklus I dan II sehingga terjadi peningkatan yang cukup signifikan. Keingintahuan siswa tergambar saat merumuskan dan memahami konsep materi, hal ini sejalan dengan peningkatan yang ada sebesar 5.7 dari aktivitas merumuskan siklus I sebesar 86.60 menjadi 92.50 pada siklus II. Aktivitas peserta didik berupa mempraktikan dan menyimpulkan materi yang telah dirumuskan juga mengalami peningkatan daro 60.4 menjadi 68.1. Aktivitas belajar siswa berupa mempraktikan dan menyimpulkan cukup direspon, namun beberapa siswa tidak menunjukan ketertarikan dengan mengerjakan soal atau menyimpulkan. Seringkali peneliti melontarkan beberapa pertanyaan seputar materi pembelajaran, hal ini membuat siswa aktif menjawab pertanyaan tersebut atau sekedar merespon dengan baik. Peningkatan juga terjadi saat pertanyaan diajukan atau menanyakan hal yang belum dimengerti sebesar 0.1 saja. Peningkatan ini tidak terlalu signifikan karena siswa yang bertanya atau merepon pertanyaan hanya siswa yang sama setiap harinya. Saat mengerjakan tugas dan memecahkan masalah tidak menarik siswa secara umum, karena aktivitas ini menuntut siswa mengerjakan tugas dan memecahkan masalah secara individu. Dari setiap siklus aktivitas ini termasuk yang paling rendah, ini dibuktikan pada siklus I siswa yang mengerjakan tugas hanya sebesar 33.40 dan pada siklus II hanya sebesar 51.30. Walaupun adanya peningkatan tetapi siswa yang mengerjakan tugas masih dibawah standar minimal yang telah ditetapkan peneliti. Selain hasil observasi yang dilakukan guru terhadap aktivitas belajar siswa. Peneliti juga meminta teman sejawatnya untuk mengobservasi penggunaan bahan ajar yang dilakukan oleh siswa. Hasil observasi meliputi kedala yang dihadapi saat mengerjakan bahan ajar, pertanyaan yang muncul dan perilaku siswa terhadap bahan ajar. Kendala terbesar pembelajaran siklus I siswa yaitu kalimat dan cara mengerjakan bahan ajar. Siswa belum mampu beradaptasi dengan pembelajaran menggunakan bahan ajar yang secara umum mengaktifkan kemampuan siswa. Tetapi pada pembelajaran siklus II hasil observasi meningkat cukup baik dari siswa yang bertanya mengenai kalimat, secara umum siswa sudah mampu mengerjakan bahan ajar sendiri tanpa tuntunan dari peneliti. Setelah pembelajaran berlangsung selama 4 kali pertemuan, peneliti mengadakan tes terhadap kemampuan pemecahan masalah siswa. Tes ini dilakukan guna mengetahui sejauh mana kemampuan pemecahan masalah siswa setelah pembelajaran menggunakan bahan ajar berbasis konstruktivisme dilakukan. Hasil tes siklus I memiliki rata-rata 68.75. Hal ini meningkat dari nilai ulangan harian materi peluang yang hanya sebesar 61. Peningkatan ini terjadi karena siswa mulai terbiasa menyelesaikan soal pemecahan masalah selama pembelajaran berlangsung. Kemampuan pemecahan masalah yang diteliti meliputi mengidentifikasi bagian-bagian khusus dan memilih prosedur data yang benar, menganalisis dan memperkirakan dan mengevaluasi dan mempresentasikan fakta kuantitatif dan hubungannya. Indikator pemecahan masalah tersebut masing-masing terwakili dalam tes siklus I. Hasilnya yaitu siswa yang mampu mengidentifikasi bagian- bagian khusus dan memilih prosedur data yang benar sebanyak 84. Siswa yang mampu mengevaluasi dan memperkirakan hanya sebesar 33, sedangkan siswa yang mampu mengevaluasi dan mempresentasikan fakta kuantitatif dan hubungannya sebesar 76. Dari hasil tes sikus I kemampuan pemecahan masalah matematik secara umum baik, tetapi indikator menganalisis dan memperkirakan memiliki presentase yang paling kecil yaitu 33. Hal ini disebabkan karena siswa tidak dibiasakan menganalisis dan memperkiraka soal dengan mendalam. Terlihat saat peneliti memberikan latihan soal mengenai menganalisis dan memperkirakan, hampir semua siswa mengalami kesulitan. Setelah dilakukan analisis hasil penemuan pada siklus I, peneliti melanjutkan penelitian pada siklus II. Pelitian yang dilakukan pada siklus II merujuk hasil dari penelitian siklus I. Perbaikan dilakukan pada siklus II yaitu perbaikan terhadap bahan ajar, perbaikan terhadap cara peneliti menyampaikan pembelajaran. Aktivitas belajar siswa yang diobservasi oleh guru mata pelajaran meningkat, ini terbukti dari hasil perhitungan aktivitas belajar meningkat sebesar 8.4 yaitu dari 64.453 menjadi 72.857. segala aspek dalam aktivitas belajar siswa meningkat termasuk saat mengerjakan tugas siswa mulai menyukai dan membiasakan diri mengerjakan tugas yang diberikan peneliti. Selain hasil aktivitas dan observasi, pada siklus II juga dilakukan tes kemampuan pemecahan masalah. Hasil tes tersebut mengalami peningkatan yang baik yaitu sebesar 7.3 dari 68.75 pada siklus I menjadi 75 pada siklus II. Peningkatan terjadi tidak hanya pada rata-rata, tetapi juga setiap indikator pemecahan masalah meningkat. Termasuk menganalisis dan memperkirakan meningkat menjadi 59 dari sebelumnya 33. Peneliti melakukan wawancara terhadap pembelajaran berlangsung selama penelitian terhadap siswa. Pada wawancara ini siswa meminta peneliti untuk lebih lama lagi mengajar di kelas tersebut, karena mereka merasa bosan dengan pembelajaran konvensional. Siswa juga merasa bahan ajar yang digunakan sangat membantu siswa memahami materi pembalajaran lebih dalam, dibandingkan dengan buku paket yang biasa mereka gunakan dalam pembelajaran. Sebagian besar dari siswa merespon positif penggunaan bahan ajar dalam pembelajaran dengan alasan mereka menjadi lebih sering belajar dan kemampuannya terasah dengan baik. Hal ini terlihat dari hasil wawancara siswa yang merespon positif pada siklus I sebanyak 20 siswa dari 30 yang diwawancarai dan meningkat pada sikus II sebanyak 27 siswa dari 30 siswa yang diwawancarai. Mereka juga mengakui pembelajaran yang dilakukan peneliti membuat mereka aktif dan bersemangat dalam belajar.

D. Pemeriksaan Keabsahan Data

Data-data yang diperoleh baik bahan ajar, data aktivitas belajar matematika siswa maupun data hasil tes kemampuan pemecahan masalah matematik siswa diperiksa kembali kelengkapan dan keabsahannya dari berbagai instrumen yang dihasilkan. Untuk memperoleh keabsahan bahan ajar berbasis pendekatan konstruktivisme dilakukan diskusi degan dosen pembimbing I dan II, kemudian melakukan revisi hasil diskusi. Setelah itu dilakukan validasi oleh pakar, kemudian dilakukan revisi kembali sehingga diperoleh bahan ajar yang sesuai dengan langkah pendekatan konstruktivisme dan mengarahkan siswa pada kemampuan pemecahan masalah. Untuk memperoleh keabsahan data aktivitas belajar matematika siswa maka digunakan metode triangulasi. Metode triangulasi merupakan metode yang dapat meningkatkan tingkat keakuratan hasil penelitian yang diperoleh dari berbagai sudut pandanginstrument penelitian sehingga menghasilkan penelitian yang benar-benar validabsah. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan instrumen berupa tes kemampuan pemecahan masalah matematik, peneliti juga menggunakan lembar observasi, dan wawancara. Selanjutnya data-data tersebut diorganisir dan diklasifikasikan berdasarkan urutan waktu tindakan penelitian, tujuannya adalah untuk memudahkan dalam mendeskripsikan data sehingga diperoleh kesimpulan yang tepat. Selain itu, untuk memperkuat data aktivitas belajar matematika siswa penulis mengambil data lain berupa foto-foto dokumentasi tindakan penelitian, dan data hasil isian tes formatif akhir siklus. Data hasil tes kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang diperoleh dari tes formatif akhir siklus selanjutnya dilakukan penskoran dalam skala 1-100. Sebelum dilakukan penskoran peneliti terlebih dahulu membuat pedoman penskoran agar hasil skor nilai yang diperoleh siswa bersifat objektif. Untuk soal berbentuk essay setiap nomor soal ditentukan terlebih dahulu langkah- langkah kesistematisan jawaban dan skor maksimalnya, kemudian dilakukan proses perhitungan berdasarkan nomor soal. Agar tidak keliru dan untuk meyakinkan lagi peneliti mengulang kembali proses perhitungan. 120

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan deskripsi data yang telah diuraikan sebelumnya, maka penulis menyimpulkan bahwa: 1. Pembelajaran menggunakan bahan ajar berbasis pendekatan konstruktivisme dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa. Hal ini terlihat dari peningkatan persentase jumlah siswa yang mencapai KKM. Pada siklus I persentase siswa yang mencapai KKM sebesar 37.5 dengan rata-rata hasil tes kemampuan pemecahan masalah matematik sebesar 67.75. Kemudian pada siklus II persentase siswa yang mencapai KKM dan hasil tes kemampuan pemecahan masalah matematik juga semakin meningkat, yaitu sebasar 60 mencapai KKM dengan rata- rata hasil tes kemampuan pemecahan masalah matematik menjadi 75.05. Hal ini dapat dilihat dari hasil observasi dan wawancara. 2. Pembelajaran menggunakan bahan ajar berbasis pendekatan konstruktivisme dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa mata pelajaran matematika. Rata-rata persentase aktivitas siswa yang selama 4 kali pertemuan pada siklus I sebesar 64.5. Sedangkan rata-rata persentase aktivitas siswa pada siklus II meningkat sebesar 8.3 dari 64.5 menjadi 72.8. Pada saat mendengarkanmemperhatikan penjelasan guruteman meningkat dari 79.20 menjadi 85.60. hal ini dikarenakan siswa ingin lebih mengetahui mengenai bagaimana cara mengerjakan bahan ajar dan hasil yang diinginkan akan seperti apa. Saat mengerjakan bahan ajar siswa dituntut untuk mengingat pelajaran sebelumnya yang berkaitan juga meningkat dari 78.60 menjadi 81.90. Siswa sudah terbiasa mengingat pembelajaran yang berkaitan dengan materi yang dibutuhkan pada siklus I dan II sehingga terjadi peningkatan yang cukup signifikan. Keingintahuan siswa tergambar saat merumuskan dan memahami konsep materi, hal ini sejalan dengan peningkatan yang ada sebesar 5.7 dari aktivitas merumuskan siklus I sebesar 86.60 menjadi 92.50 pada siklus II. Aktivitas peserta didik berupa mempraktikan dan menyimpulkan materi yang telah dirumuskan juga mengalami peningkatan daro 60.4 menjadi 68.1. Aktivitas belajar siswa berupa mempraktikan dan menyimpulkan cukup direspon, namun beberapa siswa tidak menunjukan ketertarikan dengan mengerjakan soal atau menyimpulkan.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh, peneliti dapat memberikan saran-saran sebagai berikut: 1. Bagi sekolah dan pihak guru pada khususnya, hendaknya menggunakan bahan ajar berbasis pendekatan konstruktivisme sebagai alternatif selain buku yang telah disediakan sekolah dalam proses pembelajaran khususnya dalam meningkatkan kemampuan kemampuan pemecahan masalah matematik. 2. Untuk dapat melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan bahan ajar berbasis pendekatan konstruktivisme secara baik, guru hendaknya membuat bahan ajar dan mendesainnya menjadi menarik bagi siswa agar pada saat siswa mengerjakan bahan ajar tersebut tidak merasa bosan. 3. Sebaiknya penggunaan bahan ajar berbasis konstruktivisme lebih sering digunakan, agar aktivitas siswa meningkat dan kemampuan pemecahan masalah siswa terlatih dengan baik. 4. Bagi peneliti selanjutnya, bahan ajar ini dapat digunakan sebagai acuan membuat bahan ajar pada materi yang lain untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah atau kemampuan lain pada jenjang sekolah menengah atas.

Dokumen yang terkait

Penggunaan bahan ajar berbasis pendekatan kontekstual untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik pada materi aljabar di MTsN Tangerang II Pamulang

0 25 307

Penggunaan bahan ajar berbasis pendekatan kontekstual untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik pada materi aljabar di MTsN Tangerang II Pamulang

0 3 307

Penggunaan bahan ajar berbasis pendekatan kontekstual untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik pada materi aljabar di MTsN Tangerang II Pamulang

0 8 307

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN BERDASARKAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK SISWA SMP NEGERI 1 SIMANINDO.

0 1 45

PENGEMBANGAN MODUL BERBASIS KONSTRUKTIVISME UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA MATERI PELUANG DI KELAS XI SMA NEGERI 1 BATANGTORU.

0 4 36

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA SMA MELALUI PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH.

0 3 37

MENINGKATKAN KEMAMPUAN SPATIAL SENSE DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK SISWA SMA MELALUI PENDEKATAN BERBASIS MASALAH BERBANTUAN KOMPUTER.

0 0 49

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK SISWA SMU MELALUI PENDEKATAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH.

0 1 40

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN BERBASIS PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP PADA MATERI PERSAMAAN LINGKARAN

0 0 17

PENGARUH PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISME TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK SISWA

0 1 12