untuk melakukan demikian, dia harus diqishash”. Sehubungan dengan itu maka diturunkanlah ayat ke 35 dari surat al-Nisa’ sebagai ketegasan
hukum, bahwa seorang suami berhak untuk mendidik istrinya. Dengan demikian, hukum qishash yang hendak dijatuhkan Rasulullah menjadi
gugur, tidak jadi dilaksanakan.
47
Berkenaan dengan ayat tersebut di atas, ‘Abd al-Razzaq dari ‘Ubaidah bercerita:
“Aku melihat ‘Ali ibn Abi Thalib r.a. tatkala didatangi oleh seorang perempuan bersama suaminya, yang masing-masing diantar oleh
sekelompok orang dari golongannya. Mereka datang untuk mengadukan perpecahan syiqaq yang timbul antara dua orang
suami-istri itu. Kedua golongan menunjuk orang yang mewakili masing-masing untuk menjadi juru damai. Kepada kedua Hakam yang
diajukan itu, Imam Ali ibn Abi Thalib berucap: “Apakah kamu berdua mengetahui apa kewajiban kalian?, kewajiban kalian ialah menyelidiki
sebab perpecahan kedua suami-istri ini, jika menurut pandangan kalian, keduanya masih dapat dipertemukan kembali maka
damaikanlah, dan sebaliknya jika kamu berdua berpendapat, untuk kemaslahatan mereka berdua lebih baik bercerai, maka
perceraikanlah.”
48
6. QS. al-Baqarah 2: 220
☺ ⌧
☺ ⌧
☺ ⌧
Artinya: ”Tentang dunia dan akhirat. dan mereka bertanya kepadamu tentang anak yatim, katakalah: Mengurus urusan mereka
secara patut adalah baik, dan jika kamu bergaul dengan mereka, Maka mereka adalah saudaramu; dan Allah
mengetahui siapa yang membuat kerusakan dari yang
47
A. Mudjab Mahalli, Asbab al-Nuzul: Studi Pendalaman al-qur’an, h. 239
48
Hamka, Tafsir al-Azhar, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1984, Juz 5-6, h. 54-55
mengadakan perbaikan. dan Jikalau Allah menghendaki, niscaya Dia dapat mendatangkan kesulitan kepadamu.
Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
Sebab turun ayat ini adalah sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Dawud, al-Nasai, dan al-Hakim yang bersumber dari Ibn Abbas yang
berkata bahwa ketika turun ayat “walaa taqrab ũ mãla al-yatĩmi illã billatĩ
hiya ahsan” QS. Al-An’am 6: 152 dan ayat “innalladz ĩna ya’kulũna
amwãla al-yatãmã zhulman”, sampai akhir ayat QS. Al-Nisa’4: 10, orang-orang yang memelihara anak yatim memisahkan makanan dan
minumannya dari makanan dan minuman anak-anak yatim yang menjadi tanggung jawabnya itu. Hal ini mereka lakukan karena mereka merasa
khawatir jangan-jangan mereka termasuk dalam kategori orang-orang yang memakan harta milik anak-anak yatim. Demikian juga sisanya dibiarkan
begitu saja sampai membusuk kalau tidak dihabiskan olen anak-anak yatim itu. Lalu mereka menghadap Rasulullah untuk menceritakan hal
tersebut. Maka turunlah ayat QS. Al-baqarah 2: 220 yang pada pokoknya membenarkan men-tasarruf-kan harta benda anak-anak yatim
asal dengan ketentuan dan cara yang baik, yang tidak merugikan anak- anak yatim tersebut kelak ketika sudah dewasa.
49
7. QS. al-Baqarah 2: 224
☺ ⌧
Artinya: “Jangahlah kamu jadikan nama Allah dalam sumpahmu sebagai penghalang untuk berbuat kebajikan, bertakwa, dan
mengadakan ishlãh di antara manusia. Dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui”.
49
A. Mudjab Mahalli, Asbab al-Nuzul: Studi Pendalaman al-qur’an, h. 99
Diriwayatkan oleh Ibn Jarir yang bersumber dari Ibnu Juraij bahwa ayat tersebut diturunkan berkenaan dengan sumpah Abu Bakar untuk tidak
memberi nafkah lagi kepada Misthah seorang fakir miskin yang hidupnya menjadi tanggungannya. Hal ini ia lakukan lantaran Misthah termasuk
orang yang ikut serta memfitnah Siti Aisyah. Ayat tersebut turun sebagai teguran agar sumpah itu tidak menghalangi seseorang untuk berbuat
kebajikan.
50
8. QS. al-Hujurat 49: 9