Hukuman Ta’z ĩr

diyat ringan adalah 20 bint makhadh unta betina yang induknya hampir melahirkan, 20 Ibn Makhadh unta jantan yang induknya hampir melahirkan, 20 bint labun anak unta berumur 2 tahun, 20 hiqqah unta berumur 4 tahun, dan 20 jadza’ah unta berumur 5 tahun. 136

b. Hukuman Ta’z ĩr

Hukuman ta’z ĩr ialah hukuman yang dijatuhkan atas jarĩmah- jar ĩmah yang tidak dijatuhkan atasnya hukuman yang telah ditentukan oleh hukum syari’at, yaitu hud ũd dan qishãsh, dari hukuman yang paling ringan sampai hukuman yang terberat. Hakim diberi wewenang untuk memilih di antara hukuman-hukuman tersebut, yaitu hukuman yang sesuai dengan jar ĩmah yang dilakukan serta diri pelakunya. 137 Di antara hukuman ta’z ĩr itu meliputi: 1 Hukuman Mati ‘uqũbah al-qatl Pada dasarnya, menurut syari’at Islam, hukuman ta’z ĩr bertujuan memberi pengajaran, bukan untuk membinasakan. Oleh karena itu, dalam hukuman ta’z ĩr, tidak boleh ada pemotongan anggota badan atau penghilangan nyawa. 138 Dari aturan umum di atas, para ulama membuat suatu pengecualian, yakni boleh melakukan hukuman mati terhadap suatu tindak kejahatan yang akan membahayakan kepentingan umum, atau suatu tindak kejahatan yang tidak dapat diberantas kecuali dengan membunuh pelakunya. Seperti hukuman terhadap mata-mata, pembuat fitnah, dan residivis yang berbahaya. Dengan 136 Wahbah al-Zuhaily, al-Fiqh al-Islãm wa adillatuh, juz ke-6, h. 285 137 Ahmad Hanafi, Asas-asas Hukum Pidana Islam, h. 290-291 138 Ahmad Hanafi, Asas-asas Hukum Pidana Islam, h. 248, Lihat juga Muhammad Abu Zahrah, al- Jar ĩmah wa al-‘Uqũbah fi Fiqh Islãm, al-Arab: Dar al-Fikr, t.tp., h. 26 demikian aspek pendidikan dalam kasus ini lebih ditujukan pada masyarakat secara umum. 139 Oleh karena itu, hukuman mati merupakan suatu pengecualian dalam kasus hukuman ta’z ĩr seperti di atas. Bahkan, apabila menyangkut urusan nyawa manusia, maka hukuman mati tidak boleh diserahkan sepenuhnya pada para hakim. Akan tetapi, penguasa atau pemerintah harus menentukan jenis-jenis jar ĩmah mana saja yang dapat di jatuhi hukuman mati. Dengan ketentuan di atas, maka hukuman mati sebagai hukuman ta’z ĩr tentu tidak banyak jumlahnya. Di luar ta’zĩr, hukuman mati hanya dikenakan terhadap perbuatan-perbuatan zina, gangguan keamanan, murtad, pemberontakan, dan pembunuhan sengaja. 140 2 Hukuman Jilid CambukDera Hukuman jilid merupakan hukuman pokok dalam syariat Islam, karena untuk jar ĩmah-jarĩmah hudũd sudah ditentukan oleh nash jumlahnya. Misalnya seratus kali untuk zina dan delapan puluh kali untuk qadzaf, sedangkan untuk jar ĩmah ta’zĩr belum ditentukan jumlahnya. Bahkan untuk jar ĩmah ta’zĩr yang berbahaya, hukuman jilid lebih diutamakan. Sebab diutamakannya hukuman tersebut, karena pertama, hukuman jenis ini dianggap lebih efektif dan berhasil dalam memberantas para pelaku tindak kejahatan. Kedua, hukuman jilid mempunyai batas tertinggi dan batas terendah di mana hakim bisa memilih jumlah jilid yang terletak antara keduanya yang lebih 139 Abd al-Qadir Audah, al-Tasyr ĩ’ al-Jinã’i al-Islãmi, h. 688 140 Ulama Hanafiyah dan Malikiyah menetapkan adanya hukuman mati dalam ta’z ĩr, bagi kasus tindak kejahatan yang membahayakan negara. Mereka memberi istilah dengan ‘al-ta’z ĩr bi al-qatl al-siyasah. Dalam hal ini, hakim diberikan wewenang untuk menjaga kemaslahatan. Lihat Wahbah al-Zuhaily, al-Fiqh al-Islãm wa adillatuh, juz ke-6, h. 200 sesuai dengan keadaan pelaku. Ketiga, dari segi pembiayaan, tidak merepotkan keuangan negara dan tidak pula menghentikan aktifitas ekonomi pelaku yang dapat menyebabkan keluarganya terlantar. Sebab hukuman jilid bisa dilaksanakan seketika dan setelah itu pelaku bisa bebas. Keempat, dengan hukuman jilid pelaku dapat terhindar dari akibat-akibat buruk penjara seperti rusaknya akhlak, memburuknya kesehatan, dan terhindar dari kebiasaan negatif seperti menganggur dan bermalas-malasan. 141 Tentang batas tertinggi hukuman jilid, para fuqahã’ berbeda pendapat. Menurut pendapat yang terkenal di kalangan ulama Malikiyah, batas tertinggi diserahkan kepada penguasa, karena hukuman ta’z ĩr didasarkan atas kemaslahatan masyarakat dan atas berat ringan jar ĩmah. Oleh karena itu, penguasa bisa mengadakan penelitian untuk kemudian menentukan jumlah jilid.. Sementara Imam Malik membolehkan untuk menjatuhkan hukuman jilid hingga 100 kali, meskipun dalam jar ĩmah hudũd, hukuman tersebut tidak lebih dari 100 kali. 142 Sedangkan Abu Hanifah dan Muhammad berpendapat bahwa batas tertinggi hukuman jilid dalam jar ĩmah ta’zĩr adalah 39 kali. Adapun menurut Abu Yusuf adalah 75 kali. Perbedaan pendapat tersebut berpangkal pada Hadis Nabi berikut: ﺪ ﻦ ﻦ ﺪﺘ ا ﻦ ﻮﻬﻓﺪ ﺮ ﻏ ﻰﻓا Artinya: “Barang siapa mencapai Hãd batas tertinggi bukan pada jar ĩmah hudũd, maka ia termasuk orang yang melampaui batas,” HR. Baihaqi 143 141 Abd al-Qadir Audah, al-Tasyr ĩ’ al-Jinã’i al-Islãmi, h. 249 142 Abd al Qadir Audah, al-Tasyr ĩ’ al-Jinã’i al-Islãmi, h. 689 143 Ahmad ibn al-Husain ibn Ali ibn Musa Abu Bakar al-Baihaqi, Sunan al-Baihaqi al- Kubro, Makkah al-Mukarramah: Maktabah Dar al-Bazi, 1994, Juz Ke-8, h. 327 Sementara dalam mazhab Syafi’iyyah, terdapat tiga pendapat. Pertama, sama dengan pendapat Imam Abu Hanifah dan Muhammad. Kedua, sama dengan pendapat Abu Yusuf, dan ketiga, hukuman jilid dalam ta’z ĩr boleh lebih dari 75 kali, tetapi tidak sampai 100 kali. 144 3 Hukuman Penjara al-habas Ada dua macam hukuman kurungan 145 dalam syari’at Islam, yaitu hukuman penjara terbatas dan hukuman penjara tidak terbatas. Dalam hukuman penjara terbatas, batas terendah ialah satu hari, sedangkan batas tertinggi tidak menjadi kesepakatan. Ulama Syafi’iyyah menetapkan batas tertinggi satu tahun karena mereka mempersamakannya dengan pengasingan dalam jar ĩmah zina. Fuqaha lainnya menyerahkan batas tertinggi tersebut kepada penguasa. 146 Mengenai hukuman penjara tidak terbatas, disepakati bahwa hukuman ini tidak ditentukan masanya terlebih dahulu, melainkan dapat berlangsung terus sampai terhukum mati atau taubat sehingga dapat dijamin telah terjadi perbaikan dalam diri pribadinya. Orang yang dikenakan hukuman tersebut ialah penjahat yang berbahaya atau orang-orang yang berulang atau sering melakukan kejahatan. 147 4 Hukuman Pengasingan al-taghrĩb Mengenai masa pengasingan dalam jar ĩmah ta’zĩr, mazhab Syafi’i dan Hanbali menetapkan tidak lebih dari satu tahun agar 144 Abd al Qadir Audah, al-Tasyr ĩ’ al-Jinã’i al-Islãmi, h. 694 145 Rasul pernah memenjarakan seorang laki-laki. Demikian pula, hal ini juga pernah dilakukan Umar ibn al-Khattab, malah ia menetapkan hukuman penjara menjadi salah satu dari jenis hukuman ta’z ĩr. Hal ini selanjutnya diikuti pula oleh Usman dan Ali. Lihat, Wahhab al- Zuhaily, al-Fiqh al-Islami waadillatuhu, Juz ke-6, h. 198 146 Abd al Qadir Audah, al-Tasyr ĩ’ al-Jinã’i al-Islãmi, h.694 147 Abd al Qadir Audah, al-Tasyr ĩ’ al-Jinã’i al-Islãmi, h. 694-697 tidak melebihi masa pengasingan yang telah ditetapkan sebagai hukuman hãd. Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Imam Malik berdasarkan Hadis di atas. 148 Sementara Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa masa pengasingan bisa lebih dari satu tahun sebab pengasingan di sini adalah hukuman ta’z ĩr, bukan hukuman Hãd. Sedangkan mengenai batas waktu, Imam Abu Hanifah menyerahkannya kepada penguasa dalam mengakhiri masa tersebut. 149 5 Hukuman pengucilan al-ib’ad Pengucilan sebagai hukuman telah diterapkan terhadap istri yang nusyuz sebagaimana dinyatakan dalam firman Allah dalam QS. al-Nisa, 4:34 “Istri-istri kalian yang kalian khawatirkan nusyuz, maka nasehatilah mereka dan kucilkanlah dalam tidur.” Rasulullah juga pernah menjatuhkan hukuman pengucilan terhadap tiga orang yang tidak ikut serta dalam perang Tabuk, yaitu Ka’ab ibn Malik, Mirarah ibn Rubai’ah dan Hilal ibn Umayyah. Mereka dikucilkan selama 50 hari tanpa diajak bicara 150 sehingga turun firman Allah: “Dan terhadap tiga orang yang tinggal, sehingga apabila bumi terasa sempit oleh mereka meskipun dengan luasnya, dan sesak pula dada mereka, serta mereka mengira bahwa tidak ada tempat berlindung dari Tuhan kecuali kepada-Nya, kemudian Tuhan menerima taubat mereka, agar mereka bertaubat.” QS. Al-Taubat, 9:48 6 Hukuman Ancaman tahdũd, Teguran, dan peringatan wa’zh Ancaman tahd ũd juga merupakan salah satu hukuman ta’zĩr dengan syarat ancaman itu dapat memaksa pelaku menghentikan kejahatannya, bukan sekedar ancaman kosong. Ancaman biasanya 148 Abd al Qadir Audah, al-Tasyr ĩ’ al-Jinã’i al-Islãmi, h. 699 149 Abd al Qadir Audah, al-Tasyr ĩ’ al-Jinã’i al-Islãmi, h. 699 150 Abd al Qadir Audah, al-Tasyr ĩ’ al-Jinã’i al-Islãmi, h.700 Teguran juga merupakan hukuman ta’z ĩr. Hukuman tersebut pernah dijatuhkan oleh Nabi terhadap sahabat Abu Dzar yang memaki-maki dan menghinakan orang lain dengan menyebut- nyebut ibunya, maka Nabi bersabda: ﺔ هﺎﺟ ﻚ ﻓ ءﺮ ا ﻚ ا ﻪ ﺎ ﻪ ﺮ ﺎ ا رذﺎ ا ﺎ Artinya: “Wahai Abu Zar engkau telah menghina ia dengan ibunya, engkau adalah orang yang masih dihinggapi sifat-sifat masa jahiliyah.” HR. Muslim 152 Hukuman peringatan ditetapkan dalam syari’at Islam dengan jalan memberi nasihat. Hukuman ini dicantumkan dalam QS. al- Nisa’ 4 :34, sebagai hukuman terhadap istri. 153

3. Hak Hamba Hak Privat atau Hak Individu