dan ketujuh, Allah menantang orang yang tidak mau berhenti mengkonsumsi, memproduksi, dan menjualnya.
110
Adapun sanksi pidana bagi para peminum khamr terdapat perbedaan pendapat mengenai kadar jumlahnya. Mazhab Hanafiah
berpendapat bahwa peminum khamr diberi sanksi dera sebanyak 80 kali. Sementara Mazhab Syafi’i berpendapat, bahwa setiap pemabuk
karena khamr didera 40 kali.
111
Hal ihwal terjadi perbedaan di antara mereka adalah dalam memahami adanya perbedaan sanksi yang diberikan Nabi Muhammad
dan Abu Bakar di satu pihak, dengan Umar ibn al-Khatthab di pihak lain, berdasarkan Hadis Anas:
“Ia berkata: Rasulullah didatangi seorang peminum khamr, kemudian Nabi memukulnya dengan sandal sebanyak 40 kali. Lalu,
pemabuk itu dibawa ke Abu Bakar, dan melakukan hal yang serupa mendera 40 kali. Lantas, pria itu diajukan ke Umar, dan
beliau menyebar luaskan kepada seluruh manusia. Hãd hukuman yang paling sedikit adalah 80 kali dera”.
Antara ketiga pemimpin Islam ini memang terjadi perbedaan pendapat mengenai kualitas sanksi peminum minuman keras. Namun,
karena madharat yang ditimbulkannya, mulai dari mengganggu kesehatan, merusak pikiran hingga merusak masa depan pengguna,
maka berapapun kuantitasnya adalah dalam rangka pencegahan tindak pidana ini.
d. Hãd Sariqah Mencuri
Secara kebahasan sarqah berarti melakukan sesuatu tindakan terhadap orang lain secara tersembunyi, misalnya, istaraqa al-sam’a
110
Amir Syarifuddin, Meretas Kebekuan Ijtihad, Isu-isu Penting Hukum Islam Kontemporer di Indonesia, h. 234
111
Mengenai had khamr ini dapat di baca pada Muhammad ibn Muhammad Abu Syuhbah., al-hud
ũd fi al-Islam.h. 82, Ibnu Qudamah al-Maqdisi, al-Mughni, h. 109, al-Ruway ibn Rajih Al- Ruhaily, Fiqh Umar ibn Khattab Muwazzinah bi Fiqhi Asyhuri al-Mujtahidin, h. 32
mencuri dengar dan musaraqat al-nazhara mencuri pandang.
112
Abd al-Qadir Audah -dengan mempertimbangkan pengertian tersebut- mendefenisikannya sebagai tindakan mengambil harta orang lain
dalam keadaan sembunyi-sembunyi.
113
Dalam sudut pandang Islam, berkenaan dengan hak milik seseorang, ada tiga rambu yang harus dipatuhi oleh setiap orang, yaitu
pertama, tidak boleh memanfaatkan benda milik orang lain tanpa izin yang mempunyai, meski tidak mengurangi kadar dan manfaat benda
tersebut ghashb, kedua, tidak boleh mengambil manfaat dan zatnya secara bersamaan dan dilakukan secara sembunyi-sembunyi serta
memanfaatkan kelemahan si empunya pencurian, dan ketiga, mengambil paksa terhadap harta milik orang secara terang-terangan,
bahkan terkadang disertai kekerasan dan pembunuhan perampokan. Dari ketiga tindakan negatif ini, hanya kategori kedua yang relevan
dalam sub bab ini. Sementara perampokan lebih tepat bila dianalogikan dengan hirabah yang akan dibahas sebagai bagian
tersendiri dari hud ũd. Sedangkan ghashb lebih dekat dengan masalah
tindakan bersalah yang ringan dan lebih dekat dengan masalah pelanggaran etika moral.
114
Masalah pencurian ini sesuai dengan firman Allah dalam QS. al- Ma’idah 5: 38-39.
☺ ☺
⌧ ⌧
112
Ibnu al-Manz ũr, Lisãn al-Arab. Beirut: Dar al-Ma’rif, t.th, Juz ke-3, h. 1998
113
Abd al-Qãdir Audah, al-Tasyr ĩ’ al-Jinã’i al-Islãmi, h. 519
114
Lihat, Eggi Sujana, HAM dalam Perspektif Islam: Mencari Universalisme HAM bagi Tatanan Modernitas yang Hakiki, Jakarta: Nusantara Madani, 2002, h. 97
☺ ⌧
⌦ ⌧
Artinya: “Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya sebagai pembalasan bagi apa
yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Maka
barangsiapa bertaubat di antara pencuri-pencuri itu sesudah melakukan kejahatan itu dan memperbaiki diri,
Maka Sesungguhnya Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang
.
Jika seorang yang telah ‘ãqil-bãligh mengambil harta orang lain dari tempat penyimpanannya tanpa seizin pemiliknya, sedangkan nilai
harta yang dicuri sekurang-kurangnya seperempat dinar, dengan kemauannya sendiri dan tidak dipaksa, ia mengetahui bahwa
perbuatannya itu haram, maka ia telah memenuhi syarat dikenakan hukuman potong tangan.
115
Suatu pencurian baru dikenai hukuman hãd apabila minimal memenuhi dua unsur. Pertama, tindakan mengambil harta orang lain
secara sembunyi-sembunyi. Bahwa benda yang diambil telah dikeluarkan dari tempat penyimpanan yang layak bagi jenisnya. Yang
dimaksud dengan penyimpanan yang layak seperti dikemukakan oleh Ibn Rusyd adalah tempat yang pantas untuk menyimpan sejenis harta
sehingga sulit diambil orang, misalnya ditempat yang terkunci.
116
Kedua, benda yang diambil adalah berupa harta, seperti dikemukakan
115
Mengenai had Sariqah ini dapat dibaca pada Muhammad ibn Muhammad Abu Syuhbah, al-Hud
ũd fi al-Islãm.h. 83, Ibn Qudamah al-Maqdisi, al-Mughni, h. 110, dan al-Ruway ibn Rajih al-Ruhaily, Fiqh Umar ibn Khattab Muwazzinah bi Fiqhi Asyhuri al-Mujtahidin, h. 33
116
Ibnu Rusyd, Bidayat al-Mujtahid fi Nihayat al-Muqtashid, h. 323
oleh Mustafa Ahmad Zarqa, adalah sesuatu yang dicenderungi oleh tabi’at manusia, dan mungkin disimpan sampai waktu dibutuhkan.
117
e. Hãd Hirãbah Merampok