hanya sebagai pihak yang memproses penyidikan, penyelidikan, penuntutan, dan menyelenggarakan pengadilan terhadap pelaku kasus
hud ũd, serta memutuskan sanksihukuman kepada para pelaku berdasarkan
ketetapan yang ada dalam nash.
105
Jar ĩmah hudũd dan sanksi hukumannya
meliputi:
a. Hãd Zina
Dalam QS. al-Nur 24: 2, Allah berfirman
☺ ☺
☺ ⌧
⌧ ☺
Artinya: “Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, Maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera,
dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk menjalankan agama Allah, jika kamu beriman
kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah pelaksanaan hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang
yang beriman”.
Dari dua ayat di atas, dapat diketahui bahwa zina merupakan perbuatan keji dan harus dihindari. Bagi mereka yang berzina, baik
perempuan maupun laki-laki, sudah ‘aqil baliqh, merdeka bukan dalam tanggungan orang lain, dan tidak muhshan, wajib didera seratus
105
Muhammad ibn Muhammad Abu Syuhbah, al-Hudud fi al-Islam, Kairo: tpn., 1974, h. 129
kali dera, sebagai sanksi atas maksiat yang telah dilakukannya. Sedangkan bagi para pezina muhshan, baik perempuan maupun laki-
laki, sanksi hukumnya ialah dengan dirajam dilempari batu sampai mati.
106
Meski demikian, syarat-syarat penjatuhan sanksi pidana zina ini tidak mudah karena harus diketahui oleh empat orang saksi tidak
boleh kurang yang melihat dengan mata kepala sendiri. Syarat ini sulit dipenuhi karena sangat jarang atau mustahil dapat menemukan orang
yang sedang melakukan perbuatan mesum disaksikan oleh empat orang. Oleh karena itu, dalam masalah zina ini, yang harus dilakukan
adalah langkah ikhtiyath berhati-hati karena berkaitan dengan nama baik seseorang, agar jika tuduhan tidak terbukti, nama baik seseorang
yang diduga berbuat zina itu tetap baik. Perbuatan zina, di samping merupakan suatu perbuatan yang
sangat keji, juga merupakan perbuatan yang menyebabkan pencampuradukan keturunan, merusak ketenangan hidup berumah
tangga, menimbulkan kegoncangan dan kegelisahan dalam masyarakat. Selain itu, penzinahan akan merendahkan martabat
manusia dan menjadikannya sulit dibedakan dengan mahluk lain. Oleh karena itu, perzinahan hendaknya tidak dibiarkan merajalela di tengah-
tengah masyarakat. Dalam menafsirkan QS. Al-Isra’: 32 di atas, Sayyid Quthub
menyatakan bahwa dalam perzinahan terdapat pembunuhan dalam berbagai segi. Pertama, penempatan sebab kehidupan sperma bukan
106
Tidak muhshan, maksudnya ialah perempuan yang tidak mempunyai suami yang sah dan buan janda, atau laki-laki yang tidak mempunya istri yang sah dan bukan duda. Mengenai had
Zina ini dapat dibaca pada Muhammad ibn Muhammad Abu Syuhbah, al-Hudud fi al-Islam., h. 81. Ibn Qudamah al-Maqdisi, Al-Muqni, Juz ke-8, h. 109. al-Ruway ibn Rajih al-Ruhaily, Fiqh Umar
ibn Khattab Muwazzinah bi Fiqhi Asyhuri al-Mujtahidin, Jakarta: Pustaka al-Kausar, 1994, h. 31-56
pada tempatnya yang sah. Ini biasa disusul keinginan untuk menggugurkan janin yang dikandung. Kedua, jika janin dilahirkan
hidup maka biasanya ia dibiarkan kurang terawat, baik fisiknya, pendidikannya, maupun spiritualitasnya. Ketiga, perzinahan yang
merupakan keburukan, jika merajalela di masyarakat maka akan membunuh masyarakat itu secara perlahan namun pasti. Keempat,
Mudahnya melampiaskan syahwat menyebabkan kematian rumah tangga dan tatanan kekeluargaan berkaitan dengan kebersihan
keturunan dan lain-lain yang ternoda oleh zina.
107
b. Hãd Qadzaf Menuduh Orang Lain Berzina