komersial dan sudah banyak digabung dengan tarian etnis lain kemudian tarian ini disebut sebagai kreasi tortor.
3.2.2 Fungsi Tortor
Fungsi tortor dalam kehidupan masyarakat Batak Toba adalah: Sebagai refleksi organisasi sosial pengesahan lembaga sosial, ritual, dan
keagamaan. Tortor dapat dilihat sebagai refleksi organisasi sosial pengesahan lembaga sosial, ritual, keagamaan dalam upacara Parmalim Sipaha Lima
dipercaya bahwa Debata Mula Jadi Na Bolon dan seluruh penghuni Banua Ginjang atas bumi turun ke bumi untuk memberkati mamasu-masu dan
melihat seluruh ciptaan-Nya. Tortor dengan iringan musik Gondang Sabangunan, adalah dua hal yang
tidak terpisahkan. Dalam pembentukan kepemimpinan setiap kegiatan ritual maupun keagamaan. Tortor dan Gondang Sabangunan adalah kedua unsur yang
menentukan keabsahan kegiatan tersebut. Dalam setiap kegiatan pemilihan pemimpin pada saat sekarang inipun tortor dan gondang sabangunan dijadikan
media pengesahan kepemimpinan yang baru, seperti pemilihan bupati, camat ataupun unsur pemerintahan lainnya. Kemudian salah satu fungsi tortor dalam
kehidupan masyarakat Batak Toba adalah sebagai hiburan. Di manapun orang Batak berkembang atau menempati suatu wilayah, pastilah tortor tetap hidup di
tengah-tengah mereka. Karena tortor sudah mendarah daging bagi kehidupan orang Batak Toba. Ada ungkapan dalam kehidupan masyarakat Batak Toba yang
mengatakan:
Universitas Sumatera Utara
Dang tartangishon, tumagonanma tinortorhon, artinya bila ada masalah yang sudah tidak mampu kita tangisi, lebih baik kita menari manortor saja. Jadi
orang Batak menghibur dirinya dengan melakukan tortor, dan hal ini akan berlangsung bila orang Batak mendengar bunyi gondang, secara sadar ataupun
tidak, dapat menggerakkan tubuh si orang Batak sendiri. Berhubungan dengan fungsi seni sebagai hiburan, Merriam
mengemukakan, Music provides an entertainment function is all societies. It needs only to
be pointed out that a distinction must be probably be drawn between “pure” entertainment, which seems to be a particular feature of music in
western society, and entertainment combined with other function. The latter may well be a more prevalent feature of non literate societes.
Merriam, 1964:223.
Dalam kegiatan hiburan, tortor inipun sering disajikan atau dipertunjukkan untuk menghibur wisatawan yang berkunjung ke daerah seputar Danau Toba
khususnya daerah Parapat, Tomok, Tuktuk, dan Samosir sekitarnya. Kompetisi tortor dalam kegiatan hari jadi atau ulang tahun beberapa kabupaten Kabupaten
Toba Samosir, Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Humbang Hasundutan, dan Kabupaten Samosir sering dilaksanakan, bahkan telah menjadi agenda tahunan
dan dapat menjadi hiburan yang menarik untuk masyarakat. Tortor kreasi telah menarik perhatian para panortor maupun masyarakat pendukungnya. Tortor
kreasi yang tidak terikat lagi dengan tata hukum adat, telah banyak menjadi hiburan dalam setiap perayaan hari besar keagamaan maupun kenegaraan.
Pada hari besar keagamaan untuk yang beragama Kristen, tortor sering dipertunjukkan oleh anak-anak atau remaja dengan diiringi gondang yang sudah
digabung dengan keyboard, bahkan lagunya diambil dari kaset lagu rohani
Universitas Sumatera Utara
gerejawi. Dalam aksi pengumpulan dana pada kegiatan pesta pembangunan gereja, tortor juga dijadikan sebagai media hiburan. Bentuk penyembahan
terhadap arwah-arwah nenek moyang merupakan kepercayaan yang telah diwarisi secara turun-temurun. Kegiatan pemujaan dan penyembahan kepada roh nenek
moyang ini diwujudkan dalam suatu bentuk upacara dengan tarian dalam hal ini tortor yang menyertainya.
Upacara yang dilaksanakan dengan menyertakan tari memiliki berbagai ragam yang sesuai dengan tujuannya masing-masing. Ada empat tujuan upacara
yang menyertakan tari, yaitu: -
Upacara yang ditujukan untuk penyembahan terhadap roh nenek moyang. -
Upacara berkenaan dengan peristiwa dalam daur kehidupan. -
Upacara dengan harapan tertentu. -
Upacara yang diselenggarakan untuk pergaulan. Kusmayanti, 1990: 6 Tortor dilakukan dalam setiap kegiatan upacara tersebut. Dalam memulai
tortor khususnya dalam upacara religi dan adat selalu dibuka dengan permintaan dan permohonan kepada Tuhan Debata Mula Jadi Na Bolon, roh-roh nenek
moyang Sahala ni da Ompung, penguasa kampung Raja Huta dan menghormati Hula-hula dan masyarakat sekitarnya Siloloan Natorop.
Tujuannya mengharapkan semua yang dipuja dan dihormati memberikan berkat pasu-pasu kepada penyelenggara pesta atau upacara ulaon.
Paminta gondang akan menyerukan dan meminta kepada pemain musik pargonsi, yang bunyinya:
Universitas Sumatera Utara
Amang panggual pargocci, alualuhon damang ma jo tu Omputta Mula Jadi Na Bolon....lalu gendang taganing dibunyikan sebentar, para panortor tidak manortor
tetapi dalam keadaan diam dan hening melipat tangan di arah perut, sambil berdoa dalam hati.
Dilanjutkan lagi…. Alu-aluhon damang ma jo to akka sahalani da Ompung. ...dalam hal ini posisi dan
cara panortor sama dengan yang dilakukan pertama tadi. Dilanjutkan lagi...
Alu-aluhon damang ma jo tu akka Raja ni huta, Raja ni hula-hula dohot sude si Loloan na torop....posisi panortor tetap diam dan hening, suasana tetap khidmat
sambil berdoa dalam hati. Secara totalitas panortor berserah kepada penguasa alam semesta,
penguasa kampung, roh nenek moyang, hula-hula dan masyarakat sekitarnya, yang tujuannya supaya setiap elemen yang ada di sekitar wilayah
penyelenggaraan upacara dapat berjalan baik dan lancar tanpa ada gangguan apapun dan hasil yang diinginkan mendapat berkah kesehatan, kemakmuran dan
kesejahteraan. Hal ini dilakukan juga dalam setiap upacara perkawinan, meskipun tidak
secara keseluruhan lagi, karena upacara perkawinan pada masyarakat Batak Toba telah dipengaruhi unsur kekristenan, sehingga penyelenggaraannya sudah
didominasi kegiatan gereja meskipun adat tetap dilaksanakan. Tortor dalam upacara kematian sarimatua maupun saurmatua sangat berperan dalam kegiatan
upacara ini. Karena pihak keluarga yang meninggal harus berusaha menghormati
Universitas Sumatera Utara
semua orang yang datang melayat, hal ini diungkapkan dalam tortor. Begitu juga dalam pesta horja pesta tugu, bahwa dalam setiap gerakan tortor melambangkan
penghormatan kepada semua yang hadir sesuai kedudukannya dalam sistem kekerabatan masyarakat Batak Toba.
Dahulu kala gondang dibunyikan untuk meminta sesuatu kepada penguasa alam. Mengharapkan hujan turun, panen yang baik dan berlimpah, terhindar dari
penyakit dan banyak hal lagi. Kegiatan margondang selalu disertai tortor, dan gerakan tortor itulah melambangkan permohonan dan harapan-harapan dapat
dicapai. Gondang naposo adalah tortor yang ditujukan khusus untuk muda-mudi dalam hal pencarian jodoh ataupun persahabatan. Hal ini melibatkan pertemuan
muda-mudi antar kampung. Kegiatan ini dapat mempersatukan muda-mudi yang sebelumnya tidak saling mengenal menjadi bersahabat bahkan ada yang menikah
dari hasil perkenalan tersebut. Dalam upacara religi Parmalim Sipaha Lima dikenal dengan Ulaon
Parsahadaton yaitu acara doa hari pertama, Ulaon pameleon acara persembahan pada hari kedua, dan hari ketiga disebut Panggohi atau Mananti
penutup.
12
12
Upacara religi Parmalim Sipaha Lima adalah upacara dengan kegiatan penyembahan puji pujian kepada Debata Mula Jadi Na Bolon serta seluruh penghuni Banua Ginjang langit dari
Patumonaan hasil pertama dari setiap pekerjaannya dan dilakukan setiap bulan Sipaha Lima.
Dalam upacara ini semua umat Parmalim manortor bersama. Fungsi upacara ini adalah untuk mengucapkan syukur kepada Debata Mula Jadi Na
Bolon, karena umat Parmalim telah sampai ke tempat pelaksanaan upacara dengan selamat, tujuannya meminta pengampunan dosa yang dilakukan selama
ini, mengucap syukur, memohon bimbingan kepada petunjuk Debata Mula Jadi Na Bolon, menyampaikan persembahan pelean dari hasil pertama rejeki yang
Universitas Sumatera Utara
diterima, memohon berkat kesejahteraan, keselamatan, keturunan yang banyak, kekuatan.
Dalam upacara adat perkawinan, dilakukan aktivitas manortor sebagai bentuk hubungan yang baik dalam unsur kekerabatan masyarakat Batak Toba
antara hula-hula, dongan sabutuha dan boru. Tortor Mangaliat memperlihatkan bentuk tarian yang dilakukan pihak hula-hula menyentuh kepala boru
memberikan berkat pasu-pasu dan menyentuh pundak dongan sabutuha menggunakan ulos yang dipakai di pundak sebelah kanan hula-hula.
Pada dasarnya semua awal dari aktivitas ini membunyikan musik dalam hal ini gondang sabangunangabungan dengan alat musik pop lainnya tetap
memohon dan menyembah kepada Tuhan, supaya setiap aktivitas atau kegiatan upacara berjalan dengan lancar dan baik pula.
Hubungan komunikasi jelas terlihat dalam penyajian Tortor Si pitu gondang dalam mengawali setiap kegiatan upacara yang ada pada masyarakat
Batak Toba. 1.
Tortor mula-mula yang diiringi gondang mula-mula bentuk kepercayaan yang diyakini orang Batak Toba bahwa segala yang ada di bumi ini bermula dari
kebaikan marmula na uli marmula na denggan. 2.
Tortor Somba yang diiringi Gondang Somba repertoar lagu tortor memperlihatkan komunikasi manusia dengan penciptanya, pelaku upacara
dengan hula-hula bentuk penghormatan, dan pelaku upacara dengan harajaonpengetua adat maupun dengan masyarakat sekitarnya disebut dengan
Si loloan na torop.
Universitas Sumatera Utara
3. Tortor Mangaliat dengan iringan Gondang Mangaliat tarian berkeliling
menghormati dan menyayangi setiap peserta sesuai kedudukannya dalam unsur Dalihan na tolu.
4. Tortor Sibane-bane dengan iringan Gondang Sibane-bane yaitu tarian
memohon kedamaian. 5.
Tortor SaudaraParsaoran dengan iringan gondang saudaraparsaoran mengharapkan di antara sesama keturunan dan hadirin terdapat persaudaraan
yang kekal dan baik. 6.
Tortor Simonang-monang dengan iringin Gondang Simonang-monang, yaitu doa memohon kemenangan.
7. Tortor Hasahatan Sitio-tio dengan iringan Gondang Hasahatan Sitio-tio
dengan harapan segala sesuatu yang diharapkan akan terkabul. Tortor yang dilakukan sebagai aktivitas keagamaan dalam aliran
kepercayaan Parmalim dan dilakukan setiap enam bulan sekali, merupakan kegiatan upacara religi rutin yang otomatis telah menjadi suatu kesinambungan
budaya Batak Toba. Secara sadar ataupun tidak sadar aktivitas ini telah diwariskan secara turun-temurun hingga saat sekarang ini. Hal ini mengakibatkan
generasi muda yang ikut dalam upacara ini sebagai naposo secara otomatis akan menggantikan generasi tua yang sudah tidak mampu lagi dalam melakukan
aktivitas ini. Dalam pesta Horja, tortor yang dilakukan telah menjadi sebuah
revitalisasi budaya dan telah berperan dalam upaya pelestarian budaya Batak Toba, meskipun pelaksanaannya sekali seumur hidup dalam satu garis keturunan
Universitas Sumatera Utara
tertentu dalam kehidupan masyarakat Batak Toba, dan biasanya pesta Horja itu dilaksanakan oleh generasi ke-3 tiga dari yang di”Horjakan” dalam hal ini
adalah cucu. Kompetisi tortor adalah salah satu unsur pelestarian dan kesinambungan
budaya Batak Toba. Dengan mengadakan perlombaan dengan janji kompensasi hadiah, telah memacu orang-orang yang ikut kompetisi lebih giat berlatih dan
mencari unsur yang paling tradisi ataupun paling natural bila kompetisi dalam konteks budaya tradisi lama. Demikian halnya dengan tortor kreasi yang
dikompetisikan, sedikit banyak telah mempertunjukkan nilai-nilai dasar tradisi yang masih terkandung di dalamnya.
Berdirinya sanggar-sanggar seni budaya tradisional Batak Toba juga telah mendorong para anggota sanggar untuk berlatih berbagai macam tortor yang
sering ditampilkan dalam setiap kegiatan keagamaan maupun kenegaraan. Dalam berbagai aktivitas budaya, tortor diekspresikan melalui penghayatan estetis.
Gerakan-gerakan tortor dilakukan dengan penghayatan secara estetis untuk tujuan yang diharapkan bahwa segala sesuatu yang diinginkan melalui gerakan tortor itu
akan mengabulkan segala keinginan kepada Debata Mula Jadi Na Bolon. Ada istilah dalam tortor disebut dengan hohom artinya manortor itu harus dilakukan
tertib, sopan, santun dan mata khususnya wanita tidak boleh liar. Bila segala aktivitas manortor ini dilakukan dengan penghayatan estetis yang baik, maka
segala keinginan kesejahteraan, kemakmuran, mempunyai keturunan, kekayaan akan tercapai dan terkabul dalam istilah Batak Toba disebut dapotan hamoraon
dohot hagabeon dohot hasangapon.
Universitas Sumatera Utara
3.3 Busana Tortor dalam Upacara