Boru Sistem Sapaan Sistem Kekerabatan Masyarakat Batak Toba

semacam itu termasuk juga kawin dan mengawinkan, yang mempertahankan keselarasan makrokosmos-makrokosmos. 5 Dongan sabutuha adalah hubungan berdasarkan garis keturunan dari ayah. Namun cakupannya dalam suatu pelaksanaan upacara adat lebih luas lagi, setiap marga yang dianggap satu nenek moyang juga termasuk dalam klasifikasi dongan sabutuha. Dari kata “dongan”, yang artinya adalah teman sudah dapat diartikan bahwa kedudukan mereka adalah sejajar. Sabutuha adalah “satu ayah” dan “satu ibu”. Dongan sabutuha itu haruslah seia sekata, ringan sama dijinjing berat sama dipikul, sebagai keluarga kandung seibu-sebapak. Fungsi dongan sabutuha di dalam pelaksanaan suatu upacara adat adalah sama dengan suhut. Hubungan antara kerabat semarga harus hati-hati dan dijaga sedemikian rupa suaya tetap langgeng dan serasi yang didasari oleh falsafah manat mardongan tubu yang artinya hati-hati terhadap teman semarga, maksudnya ialah harus hati-hati dalam bertindak melaksanakan sesuatu dan juga dalam berbicara. Artinya dalam merencanakan upacara adat, tidaklah dapat bertindak menurut kehendak sendiri, tetapi harus melalui musyawarah dengan dongan sabutuha.

2.4.3 Boru

Boru merupakan tiang beban pelaksana setiap horja dalam hubungan formal dan nonformal. Penerima boru dalam suatu horja berada pada posisi yang lebih rendah dari hula-hula. Dalam posisi ini kelompok hula-hula harus 5 Lothar Schreiner, Adat dan Injil Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia, 2002 42. “Seperut” adalah istilah Schreiner untuk semarga yang dalam bahasa Batak Toba disebut dengan istilah dongan sabutuha. Universitas Sumatera Utara mengasihi dan bersikap mengayomi boru yang tercermin dari filsafat elek marboru. Pada upacara adat pihak boru bertindak sebagai parhobas yaitu orang yang bertugas mempersiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan kelancaran jalannya pesta. Jika masyarakat Batak Toba, hendak melaksanakan suatu horja, pada saat musyawarah kelompok dongan sabutuha, pendapat dan pertimbangan dari boru juga diminta, terutama mengenai sanggup atau tidaknya rencana keputusan dilaksanakan. Pendapat boru ini sangat penting, karena apa saja keputusan sidang, pelaksananya adalah boru. Jadi dapat dikatakan peranan utama dari boru dalam adat adalah memberi sumbangan tenaga, materi, dan pemikiran pada setiap upacara adat. Selain itu, boru juga memegang peranan penting dalam mendamaikan hula-hulanya apabila terjadi perselisihan.

2.4.4 Sistem Sapaan

Fungsi lainnya dari adat Dalihan Na Tolu adalah pengenalan garis keturunan hingga jauh ke atas yang disebut tarombo. Kekuatan kekerabatan terwujud dalam pemakaian tutur. Tutur merupakan suatu aturan hubungan antar perorangan atau antar unsur dalam Dalihan Na Tolu. Tutur merupakan suatu aturan hubungan antar perorangan atau antar unsur dalam Dalihan Na Tolu. Tutur juga sekaligus menjadi perekat bagi hubungan kekerabatan. Tidak kurang dari lima puluh macam tutur dalam kekerabatan Batak Toba. Dengan menyebut tutur terhadap seseorang diketahuilah jalur hubungan kekerabatan di antara mereka Universitas Sumatera Utara yang menggunakan. Tutur kekerabatan itu sekaligus menentukan perilaku apa yang pantas dan tidak pantas di antara mereka yang bergaul. S. De Jong mengatakan bahwa di bawah payung yang sama yaitu adat, manusia menjaga hak dan kewajiban tutur. Pada orang yang berbeda agama kadang terdapat sikap hidup yang sama. Alasannya cukup sederhana, yakni karena mereka semua pertama-tama merupakan orang Jawa atau Batak yang berpegang pada adat. Hal ini berlaku bagi masyarakat Batak Toba, sehingga perbedaan- perbedaan agama, status sosial, jabatan dan lain-lain, namun dalam kehidupan bermasyarakat, termasuk dalam hal martutur mengesampingkan hal tersebut dan lebih mematuhi ketentuan adat Jong, 1970:7. Dengan suatu tutur juga diketahui dan dilaksanakan suatu konsekuensi secara adat akan adanya hal dan kewajiban secara adat di antara mereka yang ber- tutur secara timbal balik. Jika seseorang memanggil tutur tulang yaitu sapaan untuk bapak mertua dan saudara laki-laki dari ibu, maka si pemanggil adalah bere yang artinya keponakan dari tulang tersebut. Konsekuensinya secara adat, yang memanggil tulang harus hormat kepada yang dipanggilnya karena posisinya menjadi hula-hula, sedang yang dipanggil tulang harus mengasihi, melindungi dan membimbing yang memanggilnya, karena dalam falsafah masyarakat Batak Tobadikenal istilah “amak do rere, anak do bere” yang artinya “keponakan adalah anak”. Jadi si bere tersebut harus diperlakukan sebagaimana anaknya oleh tulangnya. Tegaknya hak kewajiban di antara mereka sekaligus menentukan etika yang harus mereka jaga. Mereka harus menjaga etika dalam bersenda gurau. Universitas Sumatera Utara Misalnya seperti tutur antara parumaen terhadap amang boru ada aturan adatnya yang masing-masing harus menjaganya. Si parumaen bila hendak mengungkapkan atau menyampaikan sesuatu kepada amang borunya biasanya melalui anaknya, hal ini juga berlaku sebaliknya, melalui cucunya, karena menurut pandangan masyarakat Batak Toba, janggal bila antara kedua tutur tersebut akrab. Untuk masyarakat yang tidak tercakup dalam lingkungan keluarga yang dekat masih diketahui hubungan kekerabatan yang jelas tutur dapat juga dilaksanakan dengan acuan marga. Marga bagi masyarakat Batak Toba adalah asal mula nama nenek moyang yang terus dipakai di belakang nama diri dari satu- satu garis keturunan. Melalui rentetan vertikal turunan marga itu sejak nama nenek moyang sampai saat sekarang ini menumbuhkan silsilah Batak Toba. Marga dalam kehidupan sehari-hari pada masyarakat Batak Toba memegang peranan penting untuk menempatkan dirinya berkomunikasi terhadap sesamanya masyakat sesuai dengan Dalihan Na Tolu. Marga dalam masyarakat Batak membentuk keluarga dan menimbulkan ketentuan yang ketat dalam aturan perkawinan. Seseorang harus mengawini wanita dari marga di luar kelompok marganya. Garis keturunan yang patrilineal, mengakibatkan wanita harus meninggalkan marganya, dan anaknya langsung menyandang marga suaminya. Konsekuensinya adalah setiap keluarga secara langsung masuk ke dalam tiga kelompok adat secara sekaligus; dongan sabutuha, hula-hula, dan boru, yang membentuk apa yang disebut dalihan na tolu. Universitas Sumatera Utara Marga bagi orang Batak juga sekaligus merupakan identitas yang menunjukkan silsilah dari nenek moyang asalnya. Sebagaimana diketahui marga bagi orang Batak diturunkan secara patrilineal artinya menurut garis ayah. Sebutan berdasarkan satu kakek dalam marga yang sama ialah markahanggimarampara. Orang Batak yang semarga merasa bersaudara kandung sekalipun mereka tidak se-ibu-se-bapak. Mereka saling menjaga, saling melindungi, dan saling tolong-menolong. Masyarakat Batak Toba menurut ketentuan dalam kebudayaan harus selalu memelihara kekeluargaan. Rasa kekeluargaan tetap terpupuk bukan saja keluarga dekat, tetapi juga terhadap keluarga jauh yang semarga. Nama panggilan seseorang adalah nama marganya bukan nama pribadinya. Jadi apabila orang Batak Toba bertemu di mana saja, terlebih-lebih ketika di perantauan, maka pertama sekali ditanyakan adalah nama marganya dan bukan nama atau tempat asal. Dengan mengetahui marga, mereka akan mengikuti proses penelusuran silsilah untuk mengetahui hubungan kekerabatan di antara mereka, dengan demikian mereka mengetahui kedudukan masing-masing dan hal-hal tabu dapat dihindarkan, seperti ungkapan bahwa: “jalo tiniptip sanggar, asa binaen huru- huruan, jolo sinungkun marga asa binoto partuturan”. Artinya untuk membuat sangkat burung haruslah terlebih dahulu disiapkandibuat bahan-bahannya, dan untuk mengetahui hubungan keluarga haruslah terlebih dahulu menanyakan marga. Dengan demikian orang yang saling berkenalan itu dapat mengetahui apakah dia mempunyai hubungan keluarga satu sama lainnya, sehingga dapat ditentukan kedudukan dalam hubungan tersebut. Universitas Sumatera Utara

2.5 Mata Pencaharian