Hula-hula Dongan Sabutuha Sistem Kekerabatan Masyarakat Batak Toba

Berdasarkan gambaran adat Dalihan Na Tolu di atas, dapat dimengerti bahwa adat Dalihan Na Tolu dapat dibentuk dalam mengatur mekanisme integritas dan identitas antar marga di suatu kampung. Akan tetapi meskipun telah berkembang melintas batas daerah Batak namun konsep dasar adat Dalihan Na Tolu berlaku sama di setiap wilayah dan tempat bagi masyarakat Batak Toba. Hal ini bisa terwujud karena tutur dalam Dalihan Na Tolu amat menjaga adanya etika. Dari luasnya hubungan kekerabatan dalam adat Batak Toba, maka dapat dilihat tumbuhnya harosuan keakraban dan nilai ini sangat mendasar dalam segala pergaulan. Nilai keakraban itu tidak sekedar teori, tapi diaplikasikan dalam bentuk mekanisme sosial adat Dalihan Na Tolu sampai sekarang.

2.4.1 Hula-hula

Kedudukan pemberi anak hula-hula dianggap sebagai pemberi kehidupan dan penyalur bakat, karena itu harus dihormati. Hula-hula disebut juga parrajaon, artinya dirajakan, dan mereka sangat dihormati oleh borunya. Rasa hormat terhadap hula-hula tercermin dalam falsafah Dalihan Na Tolu, bahwa somba marhula-hula artinya seseorang yang mempunyai hula-hula harus hormat dan patuh kepada hula-hula walaupun kedudukannya dari segi jabatan dan kepangkatan di luar adat lebih tinggi, namun tetap harus menghormati hula- hulanya. Penghormatan terhadap hula-hula itu karena mereka dianggap sebagai tempat meminta berkat yang disebut pasu-pasu, sehingga hula-hula dalam masyarakat Batak Toba dianalogikan sebagai perwujudan “tuhan yang kelihatan”. Universitas Sumatera Utara Tidak jarang kita lihat Boru pergi mengunjungi Hula-hula yang tujuannya untuk menerima berkat dari Tuhan melalui doa dari pihak Hula-hula. Keadaan ini seolah-olah memberi gambaran bahwa berkat atau pasu-pasu akan tercapai apabila hula-hula mendoakan borunya. Fungsi Hula-hula dalam kehidupan masyarakat Batak Toba dapat dirinci atas 3 tiga bagian, yaitu: 1. Dalam suatu musyawarah dan mufakat untuk sebuah rencana, Hula-hula adalah sebagai tempat meminta nasihat dan bantuan moral agar terlaksananya suatu upacara adat. 2. Pada saat upacara adat berlangsung, Hula-hula bertugas memimpin upacara memberkati dan berdoa, agar acara adat tidak mendapat hambatan. 3. Sebagai juru damai dalam suatu perselisihan, misalnya dalam hal pembagian harta warisan. Hula-hula yang bersusah payah untuk mendamaikan, tanpa memihak, sering menjadi pertimbangan untuk selesainya suatu permasalahan.

2.4.2 Dongan Sabutuha

Sehubungan dengan kekerabatan dongan sabutuha, Schreiner mengemukakan: golongan-golongan “seperut” ini menganggap dirinya sebagai persekutuan-persekutuan pemujaan yang anggota-anggotanya secara berkala memperkuat kesatuan mereka dan ikatan persekutuan dengan bapa leluhur mereka melalui pesta-pesta perjamuan bersama. Ikatan mereka diteguhkan melalui musik gondang dan melalui pertukaran pemberian-pemberian. Kepada upacara-upacara pesta yang disertai pertukaran barang-barang antara golongan-golongan yang seketurunan semacam itu termasuk antara golongan-golongan yang seketurunan Universitas Sumatera Utara semacam itu termasuk juga kawin dan mengawinkan, yang mempertahankan keselarasan makrokosmos-makrokosmos. 5 Dongan sabutuha adalah hubungan berdasarkan garis keturunan dari ayah. Namun cakupannya dalam suatu pelaksanaan upacara adat lebih luas lagi, setiap marga yang dianggap satu nenek moyang juga termasuk dalam klasifikasi dongan sabutuha. Dari kata “dongan”, yang artinya adalah teman sudah dapat diartikan bahwa kedudukan mereka adalah sejajar. Sabutuha adalah “satu ayah” dan “satu ibu”. Dongan sabutuha itu haruslah seia sekata, ringan sama dijinjing berat sama dipikul, sebagai keluarga kandung seibu-sebapak. Fungsi dongan sabutuha di dalam pelaksanaan suatu upacara adat adalah sama dengan suhut. Hubungan antara kerabat semarga harus hati-hati dan dijaga sedemikian rupa suaya tetap langgeng dan serasi yang didasari oleh falsafah manat mardongan tubu yang artinya hati-hati terhadap teman semarga, maksudnya ialah harus hati-hati dalam bertindak melaksanakan sesuatu dan juga dalam berbicara. Artinya dalam merencanakan upacara adat, tidaklah dapat bertindak menurut kehendak sendiri, tetapi harus melalui musyawarah dengan dongan sabutuha.

2.4.3 Boru