Adat Tu Pargonsi Hal-hal yang Dilaksanakan Sebelum Pesta Horja

pemain gondang partaganing yang diteruskan memanggil teman-temannya yang lain. Meskipun secara utuh pemberian napuran tiar sirih bersama sejumlah uang untuk melakukan pangelekan membujuk ini tidak semuanya menurut tradisi kepercayaan lama, tetapi tujuannya adalah sama yaitu membujuk pargonsi supaya mau memainkan musiknya pada saat pelaksanaan pesta. Karena keturunan dari Ompu Uluan Gultom itu telah banyak menganut agama Kristen, maka perlakuan terhadap Pargonsi ini dilakukan seijin gereja dengan hanya memberikan napuran tiar sebagai tanda penghormatan kepada pargonsi. Hal ini disebabkan karena peraturan gereja yang terdapat dalam “The Order of Dicipline of Church” Pengawasan Peraturan dalam Gereja [Protestan], yang salah satu larangannya adalah tidak boleh memberi buah pinang dan daging pada saat memanggil pargonsi sesuai dengan cara pra-Kristen Purba, 1998: 282. Oleh karena itulah pihak hasuhuton marga Gultom ini berusaha mengambil jalan tengah dalam cara pemanggilan pargonsi. Tujuan memberikan napuran tiar ini kepada pargonsi adalah supaya pemain musik itu baik dalam memainkan musiknya, kemudian dilakukan dengan benar dan penuh semangat. Hasuhuton yang menyelenggarakan pesta Horja ini pun akan merasa bahwa tujuan yang mereka harapkan akan tercapai melalui musik yang dibawakan pargonsi.

4.3.2 Adat Tu Pargonsi

Pesta Horja yang diadakan oleh keluarga marga Gultom di Desa Rahut Bosi ini dilangsungkan selama 3 tiga hari. Sebelum pesta dimulai, beberapa hari Universitas Sumatera Utara sebelumnya pargonsi datang ke tempat diselenggarakannya pesta tempat pargonsi dibangun sebuah pentas di sebelah kanan rumah hasuhuton siampudan penyelenggaraan pesta dari keturunan anak yang paling kecil dari yang dipestakan yaitu anak siampudan anak paling bungsu dari Ompu Radot Gultom yang bernama Juara Gultom, karena kebetulan beliau tinggal di kampung Rahut Bosi tempat diselenggarakannya pesta Horja itu. Biasanya Pargonsi ditempatkan di bonggar-bonggar ni ruma 14 Pada pesta Horja ini adat yang dilaksanakan kepada pargonsi adalah dengan memberikan napuran tiar sirih yang lengkap sebagai pangelekan membujuk pargonsi mau melaksanakan tugasnya baik meskipun pargonsi dibayar untuk itu. atau di panca-panca ni sopo yang berpesta sudah ada pada setiap rumah adat tradisional Batak Toba. Tetapi karena pihak hasuhuton yang berpesta sudah tidak memiliki rumah adat tradisional di sekitar lokasi pesta, maka dari itu dibuatlah pentas dari kayu yang dibangun kira-kira satu meter lebih tingginya. Tujuannya juga supaya pargonsi dapat melihat seluruh yang hadir pada pesta dan dapat melihat orang-orang yang manortor menari. Tradisi lama bagi masyarakat Batak Toba masih mengadakan upacara untuk panangkok pargonsi mengantar pargonsi naik ke tempat mereka memainkan musiknya. Upacara itu adalah pemberian pinggan sapa panungkunan yang dilakukan pihak hasuhuton kepada pargonsi. Pinggan panukkunan tersebut ialah piring berisi napuran tiar sirih lengkap dengan isinya, boras sakti beras, 14 Ruma adalah bentuk rumah tradisional Batak Tobayang memiliki ukiran-ukiran yang menggambarkan budaya Batak Toba, sedangkan sopo adalah rumah tradisional Batak Tobayang tidak memiliki ukiran. Tempat pargonsi pada ruma adalah bonggar-bonggar dan tempat pargonsi pada sopo adalah panca-panca. Universitas Sumatera Utara gambiri kemiri, tolor ni manuk telur ayam, gundur semangka, ansimun mentimun dan ringgit sitio soara uang. Napuran tiar mengandung makna mengucapkan terima kasih kepada Tuhan Yang Menciptakan Langit dan Bumi mandok mauliate tu Amanta Debata, boras sakti bermakna segala sesuatu yang dikerjakan berhasil dengan baik gabe naniula, gambiri melambangkan kemakmuran marmiak, tolor ni manuk diberikan kepada raja pengulu balang, gundur mempunyai makna untuk keseluruhan segala penyakit pamalumi, ansimun berarti penyejuk hati pangalamboki, ringgit sitio soara berarti segala perkataan yang dipergunakan dalam upacara supaya sopan dan berkharisma. Setelah itu pargonsi akan menanyakan hasuhuton, upacara atau pesta apa yang akan dilaksanakan, kemudian hasuhuton menjelaskan secara rinci hal-hal yang akan dilakukan selama pesta berlangsung. Tetapi pada pesta Horja ini, tradisi lama yang tersebut di atas tidak dilakukan lagi secara utuh, karena keluarga ini hasuhuton ini sudah menganut agama Kristen pada umumnya. Pada akhir acara pesta Horja ini hasuhuton hanya memberikan napuran tiar sirih yang melambangkan segala sesuatu yang berhubungan dengan pesta sudah berhasil dan berjalan baik tanpa kurang suatu apapun.

4.3.3 Maniti Ari