Kesimpulan Analisis Faktor-faktor Produksi dan Pendapatan Petani Penangkar Benih padi (Kasus Kemitraan Petani Penangkar PT. Sang Hyang Seri)

88 VII KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan

Faktor-faktor yang mempengaruhi usahatani produksi benih padi varietas ciherang yang dilakukan oleh petani penangkar adalah penggunaan pupuk urea, pupuk TSP, pupuk NPK, obat-obatan, dan tenaga kerja. penggunaan pupuk urea dan pupuk NPK berada pada kondisi decreasing returns to scale. Apabila terus meningkatkan input produksi pupuk urea dan NPK, maka akan merugikan bagi petani. Penggunaan pupuk NPK seharusnya tidak digunakan apabila sudah menggunakan pupuk urea. Karna kandungan pupuk urea sudah terdapat didalam pupuk NPK dan hal tersebut merupakan pemborosan didalam berproduksi. Sedangkan untuk penggunaan input produksi seperti pupuk TSP, obat-obatan, dan tenaga kerja berada pada kondisi increasing returns to scale. Penggunaan pupuk NPK seharusnya tidak digunakan didalam berproduksi apabila sudah menggunakan pupuk urea, dan pupuk TSP. Karna kandungan pupuk urea dan pupuk TSP sudah terdapat didalam kandungan pupuk NPK dan hal tersebut merupakan pemborosan didalam berproduksi. Tenaga kerja merupakan hal yang paling berpengaruh terhadap produksi benih padi yang dilakukan oleh para petani penangkar. Tenaga kerja yang digunakan tidak memiliki keahlian khusus didalam memproduksi dikarenakan tidak pernah mengikuti pelatihan yang diberikan oleh PT. SHS, karna petani yang diberikan pelatihan hanyalah petani yang menjadi mitra PT. SHS, sedangkan tenaga kerja borongan hanya menerima perintah dari petani pengelola. Pendapatan yang diperoleh oleh petani penangkar didalam memproduksi benih padi dengan luas lahan 1 Ha adalah sebesar Rp 2.979.756, sedangkan untuk luasan lahan rata-rata 1,1-1,5 Ha hanya sebesar Rp238.322. hal tersebut dikarenakan para petani lebih banyak menggunakan tenaga kerja yang terlalu berlebihan. Pendapatan perbulan yang dimiliki petani penangkar benih rata-rata ” 1 juta sampai 1,9 Jutabulan. Saat ini harga beli rata-rata PT. SHS di dalam membeli hasil panen benih sebar yang diproduksi oleh petani penangkar benih pada musim tanam 20102011 adalah sebesar Rp 3.202 per Kg. Margin keuntungan rata-rata yang didapatkan oleh petani penangkar adalah sebesar 89 Rp 464 per Kg. untuk luasan lahan rata-rata 1 Ha adalah sebesar Rp 517 per kilogram benih padi yang dihasilkan. Untuk luas lahan rata-rata 1,1-1,5 Ha memiliki margin keuntungan yang didapatkan oleh petani penangkar sebesar Rp35 per kilogram, kecilnya margin yang didapatkan dikarenakan banyaknya tenaga kerja yang digunakan bersifat borongan dan acuan penggunaan borongan masuk kedalam perhitungan borongan untuk luasan lahan 2,1 Ha apabila petani mengelola lebih dari 1 Ha. Sedangkan untuk margin keuntungan dengan luasan lahan rata-rata 1,6-2 Ha sebesar Rp 624 per kilogram, dan selisih margin keuntungan per kilogram untuk luasan lahan rata-rata 2,1 Ha adalah Rp 679. Petani penangkar mengatakan bahwa didalam mengikuti pelatihan yang diselenggarakan oleh PT. SHS dalam keadaan terpaksa, alasannya adalah apabila para petani penangkar tidak mengikuti pelatihan yang diselenggarakan oleh PT. SHS maka para petani penangkar yang tidak mengikuti pelatihan untuk musim tanam berikutnya tidak diperbolehkan untuk mengelola area produksi atau dengan kata lain tidak bisa bergabung kedalam kemitraan yang terjalin antara PT. SHS dengan para petani penangkar benih selaku mitra. Banyaknya jumlah tanggungan yang dimiliki oleh petani ternyata menjadi beban bagi petani penangkar, mereka tidak maksimal didalam memproduksi. Para petani penangkar mengatakan bahwa seringkali biaya memproduksi benih terpakai untuk mencukupi kebutuhan rumah tangganya, sehingga penggunaan input produksi seringkali dikurangi porsi penggunaannya dikarenakan kekurangan modal untuk memproduksi. Dengan adanya kemitraan yang terjalin, para petani penangkar merasakan dampak yang positif karna memiliki mata pencaharian untuk mencukupi kebutuhan rumah tangganya setiap bulannya.

7.2. Saran