Teori Produksi Faktor Produksi Fungsi Produksi

18 Faktor Internal Faktor Eksternal Umur Petani Input Pendidikan a. Ketersediaan Pengetahuan b. Harga Keterampilan Output Luas Lahan a. Permintaan Modal b. Harga Gambar 1. Faktor Internal dan Eksternal Usahatani Sumber : Suratiyah 2006

3.1.2. Teori Produksi

Soekartawi 1990, mengatakan bahwa hasil akhir dari suatu proses produksi adalah produk atau output. Nicholson 1999, mengatakan bahwa produksi adalah kegiatan dalam menghasilkan output dengan menggunakan kombinasi input produksi dan teknologi terbaik yang dimiliki. Soekartawi et al 1986, menambahkan bahwa input dalam produksi biasa disebut sebagai faktor produksi.

3.1.3. Faktor Produksi

Soekartawi 1990, mengatakan bahwa faktor produksi disebut juga sebagai “korbanan produksi”, dimana faktor produksi atau disebut juga sebagai input di dalam berproduksi yang digunakan untuk menghasilkan suatu produk yang dihasilkan output. Dalam menghasilkan suatu produk, maka diperlukan adanya pengetahuan mengenai hubungan antara faktor input dan output. Hubungan antara input dan output disebut juga sebagai “factor relationship”. Produksi merupakan suatu proses di dalam menciptakan suatu produk yang dihasilkan output. Hubungan mengenai faktor produksi dengan produksi, dimana hasil akhir dari suatu proses produksi adalah produk output. Produksi di dalam bidang pertanian dapat bervariasi, yang mana disebabkan karena perbedaan kualitas, alasannya adalah karena kualitas yang baik dihasilkan oleh proses produksi yang baik, dan dilaksanakan dengan baik, dan begitu pula sebaliknya. Usahatani Biaya dan Pendapatan 19

3.1.4. Fungsi Produksi

Lipsey 1995, mengatakan bahwa fungsi produksi adalah hubungan mengenai input yang digunakan di dalam proses produksi dengan kuantitas hasil output yang dihasilkan. Soekartawi 1990, mengatakan bahwa Fungsi produksi adalah hubungan fisik antara variabel yang dipengaruhi Y sebagai dependent dan variabel yang mempengaruhinya X sebagai independent, dimana variabel Y dijelaskan berupa output di dalam produksi dan variabel X dijelaskan berupa input di dalam produksi. Soekartawi et al 1986, menambahkan bahwa variabel input di dalam produksi dapat berupa seperti tanah, pupuk, tenaga kerja, modal, iklim, dan lain- lain yang dapat mempengaruhi besar kecilnya produksi, namun tidak semua input dipakai di dalam analisis, hal tersebut tergantung dari penting tidaknya pengaruh input yang digunakan terhadap produksi. Secara matematis fungsi produksi dapat ditulis sebagai berikut : Y = f X 1 , X 2 ,.., X n Dimana : Y = Output hasil produksi f = bentuk hubungan yang mentransformasikan faktor-faktor di dalam produksi dengan hasil produksi X 1 , X 2 ,.., X n = input faktor produksi Soekartawi 1990, mengatakan bahwa Pengukuran tingkat produktivitas dari suatu produksi yang dilaksanakan memiliki dua tolak ukur yaitu produk marginal PM dan produk rata-rata PR. PM adalah tambahan satu-satuan input di dalam produksi X yang dapat menyebabkan pertambahan atau pengurangan satu-satuan output produksi yang dihasilkan Y. rumus penulisan PM adalah sebagai berikut : PM = ǻ୷ οଡ଼ ౟ Dimana : οY = Perubahan hasil produksi οX ୧ = Perubahan faktor produksi ke-i 20 Apabila PM konstan maka dapat diartikan bahwa setiap tambahan unit input X dapat menyebabkan setiap tambahan unit output Y secara proporsional. Apabila terjadi suatu penambahan satu-satuan unit input produksi X, akan tetapi menyebabkan satu-satuan unit output produksi yang menurun Y, maka peristiwa tersebut disebut sebagai the law of diminishing returns kenaikan hasil yang semakin berkurang dimana menyebabkan PM turun. PR adalah perbandingan antara produk total per jumlah input. Rumus PR dapat dituliskan sebagai berikut : PR = ଢ଼ ଡ଼ ౟ Dimana : Y = Hasil produksi X i = Jumlah faktor produksi Dalam mengukur perubahan yang terjadi dari produk total PT yang diproduksidihasilkan yang disebabkan oleh faktor produksi input yang digunakan di dalam berproduksi dapat dinyatakan dengan elastisitas produksi E p . E p adalah persentase perubahan dari produk yang dihasilkan output akibat persentase perubahan dari input produksi yang digunakan. Persamaan E p dapat dituliskan dengan rumus sebagai berikut : E ୮ = PM . 1 PR Dimana : E p = Elastisitas Produksi PM = Produk Marginal PR = Produk Rata-rata Soekartawi 1990, mengatakan bahwa Fungsi produksi berdasarkan nilai E p terbagi menjadi tiga daerah yaitu : 1 Tahap I increasing rate dimana lebih dari satu E p 1 yang artinya adalah bahwa produksi masih dapat ditingkatkan dengan pemakaian faktor produksi yang lebih banyak. 2 Tahap II decreasing rate dimana nol kurang dari E p dan E p kurang dari satu 0 E p 1 yang artinya adalah bahwa setiap penambahan faktor produksi akan menyebabkan penambahan output paling tinggi sebesar satu persen dan 21 paling rendah nol persen. Daerah dua dicirikan dengan penambahan hasil produksi yang menurun, dan pada daerah dua dicapai keuntungan maksimum dengan penggunaan faktor tertentu. 3 Tahap III negative decreasing rate dimana E p kurang dari nol E p 0 yang artinya adalah setiap penambahan faktor produksi sebesar satu persen, maka akan menyebabkan penurunan tambahan produksi sebesar nilai E p . Adapun tahapan suatu proses di dalam produksi dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2. Tahapan Suatu Proses Produksi Sumber : Soekartawi, 1990 Keterangan : PT = Produk total PM = Produk marginal PR = Produk rata-rata Y = Produksi X = Faktor produksi E p 1 X 1 X 2 X 3 X PM PR PMPR Y PT E p 0E p 1 III II I 22 Berdasarkan gambar dua mengenai tahapan suatu proses produksi, maka Hubungan antara PM dan PT dapat dijelaskan bahwa : 1 Apabila PT meningkat, maka nilai PM akan positif 2 Apabila PT mencapai titik maksimum, maka PM akan berubah menjadi nol 3 Apabila PT mulai menurun, maka nilai PM akan negative Hubungan antara PM dan PR antara lain adalah : 1 Apabila PM PR, maka PR masih berada dalam keadaan menaik 2 Apabila PM PR, maka PR dalam keadaan menurun 3 Apabila PM = PR, maka PR dalam keadaan maksimum. Hubungan antara PM dan PT, PM dan PR dengan besar kecilnya nilai E p adalah sebagai berikut : 1 E p = 1, dimana PR akan mencapai kondisi maksimum apabila PR = PM, dan sebaliknya apabila PM = 0 dalam situasi PR keadaan menurun, maka E p = 0. 2 E p 1, dimana PT dalam keadaan menaik pada tahap increasing rate dan PR akan meningkat pada daerah I. 3 0 E p 1, dimana dalam kondisi tersebut maka setiap tambahan sejumlah input yang digunakan tidak diimbangi secara proporsional oleh tambahan output yang dihasilkan. Hal tersebut terjadi pada daerah II rasional, dimana PT akan menaik pada tahap decreasing rate. 4 E p 0, dimana terletak pada daerah irrasional III. Dalam kondisi tersebut, PT dalam keadaan menurun, nilai PM akan negatif, dan PR akan menurun. Apabila terus meningkatkan input produksi, maka akan tetap merugikan bagi petani yang berproduksi. Soekartawi 1990, menambahkan bahwa di dalam melakukan suatu kegiatan produksi, Returns to scale RTS perlu untuk diketahui dari kegiatan usaha produksi yang dilakukan dan disesuaikan dengan kaidah increasing, constant, atau decreasing returns to scale. RTS merupakan penjumlahan dari semua elastisitas faktor-faktor produksi, dimana terbagi menjadi tiga bagian yaitu : 1 decreasing returns to scale, dimana ȭܾ ௜ 1, yang artinya bahwa proporsi penambahan input faktor produksi melebihi proporsi penambahan output produksi; 2 constant returns to scale, dimana ȭܾ ௜ = 1, yang artinya bahwa dalam 23 kondisi demikian setiap penambahan input faktor produksi akan proporsional dengan penambahan output produksi yang dihasilkan; 3 increasing returns to scale, dimana ȭܾ ௜ 1, yang artinya berarti setiap proporsi penambahan input faktor produksi akan menghasilkan tambahan output produksi yang proporsinya lebih besar.

3.1.5. Model Fungsi Produksi