II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kebijakan Kelautan Ocean Policy Bagi Pembangunan Ekonomi
Kelautan
Dalam merumuskan suatu kebijakan sebagai payung bagi pembangunan kelautan, kebijakan tersebut tidak boleh berdiri sendiri, melainkan merupakan
paket kebijakan yang komponen-komponennya saling melengkapi dan menunjang. Todaro 1997 menyatakan bahwa suatu kebijakan yang sifatnya
komplementer, terpadu dan saling mendukung harus mencakup tiga unsur fundamental, yaitu:
Pertama , adanya satu atau serangkaian kebijakan yang dirancang secara
khusus guna mengoreksi berbagai macam distorsi atau gangguan atas harga-harga relatif dari masing-masing faktor produksi demi lebih terjaminnya harga-harga
pasar. Hal ini selanjutnya akan mampu memberikan sinyal-sinyal dan insentif yang tepat sesuai dengan kepentingan sosial dan ekonomi, bukan hanya kepada
para konsumen, tetapi juga kepada produsen dan pemasok sumberdaya. Kedua
, adanya satu atau serangkaian kebijakan yang dirancang secara khusus untuk melaksanakan perubahan struktural terhadap distribusi pendapatan,
distribusi asset, kekuasaan, dan kesempatan memperoleh pendidikan serta penghasilan pekerjaan yang lebih merata. Kebijakan semacam ini tidak hanya
berlaku pada aspek ekonomi, tetapi menjangkau keseluruhan aspek kehidupan, yakni sosial, kelembagaan, budaya, lingkungan dan politik.
Ketiga , adanya satu atau serangkaian kebijakan yang dirancang secara
khusus untuk memodifikasi ukuran distribusi pendapatan kelompok masyarakat berpenghasilan tinggi melalui pajak progresif. Kemudian dana pajak tersebut
digunakan bagi masyarakat berpenghasilan rendah, baik secara langsung maupun melalui penyediaan berbagai macam bantuan kesejahteraan dan tunjangan
langsung social security, maupun melalui upaya penyediaan barang konsumsi dan peningkatan jasa pelayanan yang dibiayai pemerintah.
Oleh karena itu, menurut Kusumastanto 2003 agar bidang kelautan menjadi sebuah sektor unggulan dalam perekonomian nasional, diperlukan
kebijakan pembangunan yang bersifat terintergrasi antar institusi pemerintah dan
sektor pembangunan. Dalam rangka mengarahkan pembangunan tersebut maka diperlukan sebuah kebijakan pembangunan kelautan ocean development policy
sebagai bagian dari ocean policy yang nantinya menjadi “payung” dalam mengambil sebuah kebijakan yang bersifat publik. Penciptaan payung ini
dibangun oleh sebuah pendekatan kelembagaan institutional arrangement yang lingkupnya mencakup dua dominan dalam suatu sistem pemerintahan, yakni
eksekutif dan legeslatif. Dalam konteks ini, kebijakan kelautan dan perikanan pada akhirnya menjadi kebijakan ekonomi politik yang nantinya menjadi
tanggung jawab bersama. Kebijakan pemerintah membentuk Departemen Kelautan dan Perikanan
DKP merupakan suatu keputusan ekonomi politik dari perubahan mendasar di tingkat kebijakan nasional. Tetapi, keputusan politik tersebut tidak hanya sampai
pembentukan departemen tersebut, melainkan harus ada sebuah visi bersama pada semua level institusi negara yang dituangkan dalam bentuk kebijakan kelautan
ocean policy .
Seiring dengan adanya otonomi daerah, sebagaimana diisyaratkan dalam Undang-Undang No 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang
mengatur tentang kewenangan mengatur daerah dengan batasan pengelolaan wilayah laut provinsi dalam batasan 12 mil laut yang diukur dari garis pantai
kearah laut lepas dan atau kearah perairan kepulauan, pemerintah kabupatenkota mengelola sepertiganya atau 4 mil laut. Sementara Undang-Undang No 33 tahun
2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah yang pada prinsipnya pembagian alokasi pendapatan antara pemerintah pusat dan
daerah yang berasal dari pemanfaatan sumberdaya alam termasuk sumberdaya laut dan pesisir. Oleh karena itu bagi daerah yang memiliki potensi sumberdaya
yang basar utamanya pesisir dan kelautan, berkesempatan untuk memanfaatkan seoptimal mungkin untuk untuk pembangunan. Permasalahan utama yang
dihadapi adalah jika kebijakan pembangunan yang lebih berorientasi pada pertumbuhan ekonomi, maka akan berdampak pada konsekuensinya menimbulkan
dampak negatif terhadap kondisi ekologi maupun ekonomi yang berakibat pada gejolak sosial. Kebijakan kelautan ocean policy adalah kebijakan yang dibuat
oleh policy makers dalam mendayagunakan sumberdaya kelautan secara bijaksana
untuk kepentingan publik dalam rangka meningkatkan kesejateraan masyarakat social well being Kusumastanto 2003. Untuk itu maka kebijakan yang dibuat
dalam pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan harus di pertimbangkan berbagai aspek antara lain aspek ekologi dan ekonomi, sehingga dapat bermanfaat
secara optimal, artinya disatu sisi dapat menyokong pembangunan ekonomi demi tercapai kesejateraan dan disisi lain bisa dimanfaatkan secara berkeberlanjutan
sustainaibility. Salah satu negara yang telah menerapkan ocean policy dalam kegiatan
perencanaan pembangunannya adalah Australia. Dalam Commonwelth of Australia 1999 menyebutkan bahwa visi dari ocean policy adalah menjaga
keberlanjutan laut melalui kepedulian, kepahaman dan pemanfaatan secara bijak bagi keuntungan semua pihak baik generasi sekarang dan masa depan. Oleh
karena itu sebuah kebijakan kelautan harus memiliki beberapa tujuan yaitu: 1.
Melindungi hukum dan wilayah kekuasaan seluruh laut, termasuk sumberdaya yang ada di lautan.
2. Menerapkan hukum internasional serta menjaga dari ancaman dari negara
lain. 3.
Mengetahui dan melindungi keanekaragaman sumberdaya laut dan menjaga keberlanjutan lingkungan dan ekologinya.
4. Mempromosikan pembangunan ekologi dan ekonomi secara berkelanjutan dan
menciptakan lapangan perkerjaan. 5.
Menciptakan perencanaan dan perancangan pengelolaan wilayah pesisir dan laut secara terpadu.
6. Mengakomodasi aspirasi dan kebutuhan masyarakat pesisir.
7. Meningkatkan keahlian dan kemampuan dalam pengelolaan laut baik dalam
aspek manajemen, keilmuan, teknologi dan mesin. 8.
Mengidentifikasi dan melindungi sumberdaya alam dan warisan budaya laut. 9.
Meningkatkan kepedulian dan kepahaman masyarakat terhadap perlindungan sumberdaya pesisir dan lautan.
Menurut Kusumastanto 2003, untuk menjabarkan OCEAN POLICY menjadi sebuah mainstream pembangunan ekonomi, kebijakan ini harus
dikembangkan dalam kerangka pemikiran ekonomi yang disebut sebagai
OCEANOMICS . Secara definisi, OCEANOMICS adalah ilmu atau pemikiran
ekonomi yang dipakai dalam mendayagunakan sumberdaya kelautan sebagai basis dalam mendorong pertumbuhan dan pemerataan pembangunan guna
meningkatkan kesejahteraan rakyat secara berkelanjutan. Secara filosofis, oceanomics
menjadi signifikan karena keterbukaan dalam perekonomian dunia. Artinya terminologi ini tidak mengesampingkan paham archipelago wawasan
nusantara yang sudah dicanangkan sejak Deklarasi Juanda, tetapi justru paham archipelago
dan ocean harus saling memperkuat satu dengan lainnya. Oleh karena itu, paham oceanic dan paham wawasan nusantara menjadi kekuatan Indonesia
secara internal maupun secara proaktif sebagai trend setter dalam percaturan komunitas internasional yang semakin kompetitif.
Agar bidang kelautan menjadi sebuah sektor unggulan dalam pembangunan nasional, diperlukan kebijakan yang terintergasi antar institusi
pemerintah dan sektor pembangunan dalam sebuah tata kelola pemerintahan kelautan ocean governance. Oleh karena itu, diperlukan sebuah kebijakan
pembangunan kelautan nasional national ocean development policy sebagai bagian dari ocean policy yang akan menjadi “payung” dalam mengambil sebuah
kebijakan publik. Secara skematis, pilar-pilar yang menopang kebijakan pembangunan kelautan nasional dijelaskan pada Gambar1.
Gambar1. Pilar Pembangunan Kelautan Sumber: Kusumastanto 2003
2.2 Potensi Ekonomi Bidang Kelautan