dalam Dunn 2003 bahwa persoalannya tidak terletak pada menggunakan atau membuang model, akan tetapi yang menjadi persoalan adalah pada pemilihan
diantara berbagai alternatif yang ada. Dalam merumuskan kebijakan kelautan pada penelitian ini, model yang dipakai adalah mengunakan model deskriptif
melalui analisis pengambilan keputusan dengan MPE Metode Perbandingan Eksponensial.
Untuk merumuskan kebijakan pengelolaan sumberdaya di wilayah pesisir dan lautan secara optimal dan berkelanjutan, maka diperlukan arahan dan
kebijakan secara terpadu. Hal ini disebabkan tingginya keterkaitan antar sektor yang ada di wilayah pesisir dan lautan tersebut. Oleh karena itu, dalam sebuah
kebijakan pembangunan kelautan harus memperhatikan empat aspek utama yaitu: 1 aspek teknis dan ekologis, 2 aspek sosial ekonomi-budaya, 3 aspek politis
dan 4 aspek hukum dan kelembagaan Indrawani 2000.
2.8 Studi Terdahulu
Analisis Input-Output dalam menentukan kontribusi sektor-sektor kelautan secara komprehensif bagi perekonomian suatu daerah memang belum banyak
dilakukan. Biasanya analisis sektor-sektor tersebut secara terpisah telah dilakukan oleh beberapa penelitian. Begitu juga penelitian yang berusaha mengaitkan
kontribusi sektor tersebut terhadap dampak yang ditimbulkan akibat aktivitas pembangunan seperti terjadinya pencemaran dan kerusakan lingkungan lainnya
degradasi atau deplesi sumberdaya. Beberapa studi penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian ini
adalah: 1.
Umran 1996 menjelaskan bahwa sektor pariwisata memiliki nilai yang strategis bagi pengembangan wilayah provinsi Riau. Hal ini ditunjukkan
dengan tingginya nilai keterkaitan antar sektor baik keterkaitan ke belakang backward lingkage maupun keterkaitan ke depan forward lingkage. Sektor
pariwisata memiliki nilai keterkaitan ke belakang yang tinggi terhadap sektor- sektor pendukung lainnya seperti sektor restoran, sektor perhotelan, sektor
komunikasi. Untuk keterkaitan ke depan, sektor ini memiliki nilai di atas rata-
rata pada sektor angkutan laut dan sungai, sektor perdagangan, sektor jasa penunjang angkutan dan pergudangan.
2. Menurut Sihombing 2004 yang melakukan internalisasi dampak pencemaran
ke dalam Tabel Input-Output terhadap sektor kehutanan di Provinsi Riau. Menunjukkan bahwa kontribusi sektor kehutanan pada nilai PDRB Riau
terjadi penurunan yang sangat signifikan sebagai akibat terjadinya pencemaran di wilayah tersebut. Angka negatif sektor kehutanan pada berbagai analisis
pencemaran menunjukkan bahwa sektor ini telah melebihi daya dukung alami carrying capacity
dan tingkat produksi lestari maximum sustainable yields. Dengan kata lain kegiatan pengusahaan sektor kehutanan mengalami kondisi
‘usaha memakan modal’ capital downgrade sehingga kegiatan sektor kehutanan justru menurunkan kesejahteraan.
3. Dariah 2007 menyimpulkan bahwa meningkatnya degradasi lingkungan
telah menurunkan pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kemiskinan. Oleh karena itu, pemerintah harus mendukung pengembangan sektor-sektor
perekonomian yang tidak atau sedikit menyebabkan pencemaran terhadap lingkungan.
4. Pesoth. 2001. Telah merancang sebuah Tabel I-O yang menginternalisasi
faktor lingkungan yang disebut Tabel I-O Lingkungan. Melalui Tabel I-O Lingkungan ini, maka diperoleh suatu perhitungan yang lebih wajar dan lebih
mendukung upaya pencapaian pembangunan yang berkelanjutan. Dalam penelitiannya menunjukkan bahwa internalisasi beban lingkungan ke dalam
perhitungan output di Kota Bogor akan mengakibatkan total output terkoreksi dari Rp. 3.528,5 milyar menjadi Rp. 3.251,7 milyar, atau menjadi lebih rendah
sekitar 8 persen.
II. TINJAUAN PUSTAKA