Analisis kebijakan pembangunan ekonomi kelautan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI
KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA
BELITUNG
KASTANA SAPANLI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009
(2)
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER
INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas tesis mengenai analisis kebijakan yang berjudul “Analisis Kebijakan Pembangunan Ekonomi Kelautan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung”, adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian tugas akhir ini.
Bogor, Agustus 2009
Kastana Sapanli NRP. H352070031
(3)
ABSTRACT
KASTANA SAPANLI. Policy Analysis of Ocean Economics Development in Bangka Belitung Archipelagic Province. Under direction of TRIDOYO KUSUMASTANTO, SETIA HADI, and ACHMAD FAHRUDIN
Bangka Belitung is an archipelagic province with consist of two big islands and 251 small islands. With 80% of its region cover by waters, the province has the potency to increasing economic growth based on ocean resources. The aim of this research is to analyse resource explotation and management to formulate for the ocean development. The data was analyzed by 4 methods: first, bioeconomic analysis to estimate optimal resource management; second, resource degradation analysis to know fishery resources degradation affected by tin mining activity; third, Input-Output model to analyse contribution economic and relation among ocean’s sector; and the last is Exponential Comparison Method analysis to determine correct management policy. The results shows that the fishery resource is underexploitation, and it is found that fishery resource degradation and depreciation due to unenvironmental friendly of tin mining. The contribution of ocean economy to regional gross domestic product is 44,66% and the policy analysis show that fishery sector development is considered as the first priority, follow by marine tourism and marine transportation
Keywords: ocean resources, bioeconomic, resource degradation and depreciation, ocean economics, policy analysis
(4)
RINGKASAN
KASTANA SAPANLI. Analisis Kebijakan Pembangunan Ekonomi Kelautan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Dibimbing oleh TRIDOYO KUSUMASTANTO, SETIA HADI, dan ACHMAD FAHRUDIN.
Bangka Belitung adalah provinsi kepulauan terdiri atas dua pulau besar dan 251 pulau kecil, dengan wilayah seluas 81.582 kilometer persegi. Lebih dari 80 persen wilayahnya merupakan wilayah perairan yang kaya akan potensi sumberdaya kelautan. Oleh karena itu, mengingat besarnya potensi kelautan yang dimilikinya, maka pembangunan di provinsi muda ini seharusnya mampu menjadikan bidang kelautan sebagai prime mover pembangunan.
Namun pemanfaatan sumberdaya ini belum dilakukan secara maksimal. Salah satunya adalah masih belum optimalnya pemanfaatan sumberdaya perikanan. Selain masih terbatasnya teknologi penangkapan, permasalahan yang muncul adalah terjadinya trade-off antar sektor perikanan dengan sektor pertambangan (timah) yang menyebabkan degradasi lingkungan pesisir dan lautan.
Penelitian ini dilakukan bertujuan: pertama; untuk mendeskripsikan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya bidang kelautan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Kedua, menghitung nilai kerusakan sumberdaya perikanan akibat dari aktivitas penambangan timah di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Ketiga, menghitung kontribusi dan keterkaitan antar sektor kelautan terhadap perekonomian di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Keempat, merumuskan kebijakan yang tepat agar bidang kelautan mampu menjadi prime mover perekonomian di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini meliputi analisis bioekonomi, analisis degradasi/depersiasi, analisis Input-Output, dan MPE (Metode Perbandingan Eksponensial). Pertama, analisis bioekonomi sumberdaya perikanan dilakukan untuk menganalisis stok ikan digunakan model surplus produksi. Dalam penilaian sumberdaya perikanan, hal terpenting yang perlu diketahui adalah nilai estimasi tangkapan lestari dari stok ikan, yang idealnya dilakukan pada setiap spesies ikan yang dalam penelitian ini dikhususkan pada jenis ikan pelagis kecil dan demersal karena ikan jenis ini paling besar dampaknya akibat kegiatan pertambangan di pesisir dan lautan. Kedua, analisis degradasi/depresiasi sumberdaya perikanan dilakukan melalui tahapan-tahapan pendataan mengenai input/effort dan output (produksi) data ikan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dalam bentuk data time series 7 tahun. Dari kedua data tersebut dapat dihitung estimasi stok dan tingkat panen lestari (sustainable yield). Kemudian, dengan membandingkan kondisi ekstraksi aktual dan sustainable dengan analisis tren dan contrast, dapat diketahui laju degradasinya. Ketiga, metode analisis Tabel Input-Output ini dilakukan dengan dua jenis analisis yaitu analisis deskriptif dan analisis dampak. Analisis deskriptif adalah analisis yang memberikan gambaran umum keadaan perekonomian suatu negara atau wilayah. Dalam analisis deskriptif ini, beberapa variabel atau indikator yang dilihat ada empat yaitu: analisis struktur permintaan dan penawaran, analisis struktur output, analisis struktur nilai tambah bruto, dan analisis struktur permintaan akhir. Analisis dampak dilakukan untuk mengetahui dampak yang
(5)
ditimbulkan oleh masing-masing sektor perekonomian terhadap kondisi ekonomi secara keseluruhan. Selain itu juga dapat menunjukkan hubungan keterkaitan yang terjadi antar sektor yang ada. Analisis dampak yang dilakukan adalah sebagai berikut: analisis dampak output, analisis dampak nilai tambah bruto, analisis daya penyebaran dan derajat kepekaan. Keempat, analisis kebijakan melalui MPE (Metode Perbandingan Eksponensial) merupakan salah satu metode untuk menentukan urutan prioritas alternatif keputusan dengan kriteria jamak atau disebut juga sebagai model keputusan berbasis indeks kerja.
Berdasarkan analisis bioekonomi sumberdaya perikanan, pemanfaatan sumberdaya perikanan di Babel masih berada di bawah titik optimalnya. Pada ikan pelagis kecil diperoleh hasil pengelolaan yang optimal adalah meningkatkan produksi sebesar 5.369,95 ton dan mengurangi effort sebesar 577.094,09 trip. Pengelolaan yang optimal dan berkelanjutan pada ikan demersal adalah meningkatkan jumlah produksi sebesar 5.052,90 ton dan menambah jumlah effort sebesar 41.862,49 trip.
Interaksi yang terjadi antar sumberdaya perikanan dengan pertambangan, khususnya timah adalah bersifat negatif. Selama tahun 2001 sampai dengan tahun 2007 dapat diketahui bahwa telah terjadi peningkatan jumlah produksi timah tiap tahunnya yang mengakibatkan terjadinya penurunan keseimbangan produksi (dH) pada ikan pelagis kecil sebesar 18.620 ton. Hal tersebut setara dengan perubahan keseimbangan harga (pdH) sebesar Rp 120.270.000,- per tahun. Dan pada ikan demersal mengakibatkan penurunan keseimbangan produksi (dH) ikan demersal sebesar 4.620 ton. Hal tersebut setara dengan perubahan keseimbangan harga (pdH) sebesar Rp 85.500.000,- per tahun.
Secara umum, status degradasi dan depresiasi sumberdaya perikanan masih relatif aman karena masih berada dikisaran nilai 0,5. Pada ikan pelagis kecil, rata-rata laju degradasinya adalah 0,2821 dan laju depresiasinya adalah 0,3143. Sedangkan ikan demersal rata-rata laju degradasi adalah 0,2655 dengan laju depresiasi sebesar 0,3419. Depresiasi sumberdaya perikanan terjadi pada tahun 2004 dan 2005 karena terkena dampak dari peningkatan penambangan timah di laut dengan TI apung yang tidak ramah lingkungan.
Berdasarkan analisis Input-Output, kontribusi bidang kelautan terhadap PDRB Provinsi Babel relatif besar yaitu berkisar rata-rata 48%. Pada tahun 2007, kontribusi bidang kelautan adalah 44.66% dan bidang non kelautannya adalah 55,34%. Analisis deskriptif menunjukkan bahwa total permintaan dan penawaran bidang kelautan adalah Rp 26.956.283 juta rupiah. Sektor terbesar adalah berasal dari pertambangan laut kontribusi 42,46%. Analisis dampak yang berdasarkan dampak outputnya, sektor perikanan yang terbentuk sebagai akibat dari konsumsi rumah tangga merupakan jumlah terbesar dari keseluruhan sektor. Jumlah total nilai tambah bruto sektor perikanan yang dipengaruhi oleh komponen permintaan akhir adalah sebesar Rp. 869.456,40 juta. Berdasarkan daya penyebarannya, sektor yang mempunyai daya penyebaran tertinggi adalah sektor perikanan yaitu 2,47. Begitu juga jika dilihat dari derajat kepekaan, maka sektor yang memiliki nilai indeks derajat kepekaan tertinggi adalah sektor perikanan dengan nilai indeks derajat kepekaan sebesar 2,73.
Analisis kebijakan dengan MPE dilakukan untuk merumuskan arah kebijakan pembangunan bidang kelautan di Bangka Belitung. Kebijakan yang paling tepat bagi pembangunan bidang kelautan secara berkelanjutan di Babel
(6)
adalah mengutamakan pembangunan di sektor perikanan dengan nilai tertinggi yaitu 9.492. Kebijakan ini dianggap paling tepat karena provinsi ini memiliki potensi sumberdaya perikanan yang masih melimpah. Sektor lainnya yang harus dikembangkan adalah sektor pariwisata bahari. Sebagai provinsi yang terdiri atas pulau-pulau dengan pantai yang indah, maka Babel berpotensi untuk dikembangkan sebagai tujuan wisata alternatif selain Bali. Prioritas yang ketiga adalah terkait dengan pembangunan sistem transportasi laut di Babel. Dengan kondisi wilayah berupa pulau-pulau kecil, maka sistem angkutan laut merupakan nadi bagi perekonomiannya. Oleh karena itu, pengembangan sistem transportasi yang lebih baik dan efesien harus diperhatikan oleh pemerintah dalam rangka menunjang tercapainya pembangunan perekonomian di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Kata kunci: sumberdaya kelautan, bioekonomi, degradasi dan depresiasi sumberdaya, ekonomi kelautan, analisis kebijakan
(7)
©Hak Cipta milik IPB, tahun 2009
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
(8)
ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI
KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA
BELITUNG
KASTANA SAPANLI
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Ekonomi Sumberdaya Kelautan Tropika
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009
(9)
(10)
Judul Tesis : Analisis Kebijakan Pembangunan Ekonomi Kelautan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
Nama : Kastana Sapanli
NRP : H352070031
Program Studi : Ekonomi Sumberdaya Kelautan Tropika
Disetujui Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. H. Tridoyo Kusumastanto, M.S Ketua
Dr. Ir. Setia Hadi, M.Si Dr. Ir. Achmad Fahrudin, M.Si
Anggota Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Ekonomi Sumberdaya Kelautan Tropika
(11)
Tanggal Ujian: Tanggal Lulus:
PRAKATA
Alhamdulillahirobbil a’lamin dan puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas karunia-Nya sehingga penelitian ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini berjudul: “Analisis Kebijakan Pembangunan Ekonomi Kelautan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung”.
Ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Ir. H. Tridoyo Kusumstanto, MS., Dr.Ir.Setia Hadi, M.Si, dan Dr.Ir.Achmad Fahrudin, M.Si atas kesediaannya untuk meluangkan waktunya dalam membimbing penulis untuk menyelesaikan tesis ini. Ucapan terima kasih juga Prof. Dr. Ir. Akhmad Fauzi, M.Sc., Dr.Ir. Aceng Hidayat, MT., Ir. Sahat MHS, M.Sc. yang telah memberikan ilmu dan kesempatan pada penulis untuk menjadi asisten dosen dan pengajar mata kuliah di ESL-IPB; Dr. Hamim yang selalu memberikan inspirasi; Ibu Muti dan Ibu Sofi yang telah membantu dalam kelancaran administrasi; teman-teman seperjuangan di ESK (Pak Bambang, Pak Zaki, Pak Fajri, Intan, Ola, Fitri, Sahlan, Bu Nuraini dan Bu Endang,dll) dan ESL (Pak Halomoan, Pak Bambang, Fazri, Mayor dan alm. Sri Hastuti), rekan-rekan di HIMMPAS (Indra, Taufik, Agus, Enpe, Zulham, Rovanty, Rika, dll), staf dinas-dinas Provinsi Babel (DKP, BPS, Dinas Pariwisata, Dinas Pertambangan, Dinas Perhubungan); adik-adik di ISBA; Sudi dan Indra Ambalika yang telah membantu penulis dalam mengumpulkan data di lapangan. Semoga Allah SWT membalasnya dengan yang lebih baik.
Terima kasih yang luar biasa kepada kedua orang tuaku ayahanda tercinta H.M Hatta dan ibunda terkasih Hj. Mariana beserta adik-adikku tersayang Deni Oktora, Sohandi, Jimi Randa dan Hamzah atas doa, pengertian, pengorbanan dan dukungan moril yang tidak ternilai selama ini.
Akhirnya, semoga karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat bagi penulis dan semua civitas akademik, peneliti dan pemerintah, sehingga mampu memperkaya hasanah keilmuan bidang ekonomi sumberdaya kelautan di masa mendatang.
Bogor, Agustus 2009 Penulis
(12)
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Beruas pada tanggal 22 April 1985 dari pasangan Bapak H. Muhammad Hatta dan Ibu Hj. Mariana. Penulis merupakan putra pertama dari lima bersaudara.
Tahun 2003 penulis lulus dari SMU Bina Bangsa Sejahtera Bogor dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih memilih Program Studi Sosial Ekonomi Perikanan (SEI), Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan dan lulus pada tahun 2007. Pada tahun yang sama juga, penulis langsung melanjutkan pendidikan magister di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Program Studi Ekonomi Sumberdaya Kelautan Tropika.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten dosen dan staf pengajar di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB. Penulis juga aktif menjadi pengurus organisasi kemahasiswaan di pascasarjana yaitu HIMMPAS (Himpunan Mahasiswa Muslim Pascasarjana) di Institut Pertanian Bogor.
(13)
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR GAMBAR ...xvii
DAFTAR LAMPIRAN ... xviii
I. PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang... ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 3
1.3 Tujuan dan Kegunaan ... 6
1.4 Ruang Lingkup Penelitian ... 7
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 8
2.1 Kebijakan Kelautan (Ocean Policy) Bagi Pembangunan Ekonomi Kelautan ... 8
2.2 Potensi Sumberdaya Bidang Kelautan ... 12
2.3 Karakteristik Pengelolaan Sumberdaya Perikanan ... 15
2.4 Pengertian Depresiasi Sumberdaya Pesisir dan Lautan ... 16
2.5 Model Input Output ... 18
2.6 Analisis Input-Output ... 21
2.7 Analisis Kebijakan ... 24
2.8 Studi Terdahulu ... 27
III. KERANGKA PENDEKATAN STUDI ... 29
IV. METODOLOGI PENELITIAN ... 32
4.1. Metode Penelitian ... 32
4.2 Metode Pengambilan Contoh ... 32
4.3 Metode Pengumpulan Data ... 33
4.4 Metode Analisis Data ... 34
4.4.1 Analisis Bioekonomi Sumberdaya Perikanan ... 34
4.4.2 Analisis Depresiasi Sumberdaya ... 38
4.4.3 Analisis Input-Output ... 41
4.4.4 Analisis Kebijakan Melalui MPE ... 47
4.5 Batasan dan Pengukuran ... 49
V. KEADAAN UMUM WILAYAH ... 51
5.1 Letak Geografis, Administrasi dan Batas Wilayah ... 51
5.2 Keadaan Alam ... 54
5.3 Demografi dan Mata Pencaharian ... 56
5.4 Pendidikan, Agama dan Sosial Budaya ... 57
5.5 Keragaan Perekonomian Bidang Kelautan ... 57
5.5.1 Keragaan Sektor Perikanan ... 57
5.5.2 Keragaan Sektor Pertambangan Laut ... 71
5.5.3 Keragaan Sektor Pariwisata Bahari ... 83
(14)
5.5.5 Keragaan Sektor Transportasi Laut ... 104
Halaman 5.5.6 Keragaan Sektor Bangunan Kelautan ... 106
5.5.7 Keragaan Sektor Jasa Kelautan ... 107
5.6 Permasalahan Pembangunan Bidang Kelautan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung ... 108
VI. ANALISIS KEBIJAKAN ... 114
6.1 Analisis Kebijakan Ekonomi Sumberdaya Perikanan ... 114
6.2 Analisis Laju Degradasi/Depresiasi Sumberdaya Perikanan ... 138
6.3 Analisis Input-Output ... 141
6.3.1 Analisis Deskriptif ... 141
6.3.2 Analisis Dampak ... 150
6.4 Analisis Kebijakan Melalui MPE ... 160
6.5 Implikasi Kebijakan Pengembangan Sektor Prioritas ... 165
VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 176
7.1 Kesimpulan ... 176
7.2 Saran ... 178
DAFTAR PUSTAKA ... 179
(15)
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Tabel Input-Output ... 19
2. Formula Perhitungan Bioekonomi ... 36
3. Klasifikasi I-O Kelautan ... 43
4. Matriks Keputusan dengan Metode Perbandingan Eksponensial (MPE) ... 48
5. Luas Wilayah Kabupaten/Kota di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung ... 52
6. Potensi Produksi dan Nilai Ekonomi Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung ... 59
7. Produksi Perikanan Tangkap Tahun 2001-2007 ... 60
8. Jumlah Produksi Perikanan Tangkap Berdasarkan Jenis ... 61
9. Jumlah Nelayan Menurut Kategori Nelayan Tahun 2001-2007 ... 63
10.Rumah Tangga Perikanan Menurut Besarnya Usaha Tahun 2001-2007 ... 65
11.Luas KK Eksploitasi Di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung ... 72
12.Jumlah Produksi Logam Timah di Provinsi Babel ... 72
13.Jenis Potensi Bahan Galian ... 74
14.Potensi Pasir Kuarsa ... 75
15.Potensi Potensi Kaolin ... 76
16.Jumlah Wisatawan di Provinsi Bangka Belitung ... 84
17.Jumlah Hotel dan Penginapan di Bangka Belitung ... 85
18.Jumlah Ekspor Timah Batangan Tahun 2007 ... 104
19.Jumlah Kedatangan Kapal di Pelabuhan Pangkalbalam ... 105
20.Jumlah Kunjungan Kapal dan Jenis Muatannya ... 105
21.Jumlah Tangkapan Ikan Pelagis Kecil (ton) ... 114
22.Jumlah Tangkapan Ikan Demersal (ton) ... 116
23.Jumlah produksi dan Effort pada Ikan Pelagis Kecil dan Ikan Demersal ... 117
24.Parameter Biologi ... 120
25.Harga Ikan Pelagis Kecil ... 121
26.Harga Ikan Demersal ... 121
27.Biaya Ikan Pelagis kecil ... 122
(16)
Halaman
29.Perbandingan Produksi Aktual dan Lestari ... 123
30.Perbandingan Produksi Aktual dan Lestari ... 124
31.Hasil Analisis Bioekonomi Ikan Pelagis Kecil ... 128
32.Pengelolaan Optimum pada Ikan Pelagis Kecil ... 130
33.Hasil Analisis Bioekonomi Ikan Demersal ... 131
34.Pengelolaan Optimum pada Ikan Demersal ... 133
35.Jumlah Produksi Timah dan Produksi Ikan Pelagis Kecil ... 135
36.Hasil Simulasi untuk Efek dari Penambangan Timah pada Open Access Equilibrium Ikan Palagis Kecil selama tahun (2001-2007) ... 135
37.Jumlah Produksi Timah dan Produksi Ikan Demersal ... 137
38.Hasil Simulasi untuk Efek dari Penambangan Timah pada Open Access Equilibrium Ikan Demersal selama tahun (2001-2007) ... 137
39.Hasil Analisis Koefisien Laju Degradasi dan Depresiasi ... 139
40.Struktur Permintaan dan Penawaran Menurut Tabel Input Output 2005 (Juta Rupiah) ... 142
41.Struktur Permintaan dan Penawaran Bidang Kelautan Menurut Tabel Input Output 2005 (Rp Juta Rupiah) ... 144
42.Peringkat Output Bidang Kelautan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung tahun 2005 dengan 14 Sektor (dalam juta rupiah) ... 145
43.Peringkat Output Bidang Kelautan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung tahun 2005 dengan 7 Sektor (dalam juta rupiah) ... 146
44.Peringkat Nilai Tambah Tahun 2005 dengan 14 Sektor(dalam juta rupiah) . 147 45.Peringkat Nilai Tambah Tahun 2005 dengan 7 Sektor (dalam juta rupiah) .. 148
46.Komposisi Nilai Tambah Bruto Menurut Komponennya Tahun 2005... 148
47.Komposisi Permintaan Akhir Menurut Komponennya Tahun 2005 ... 149
48.Dampak Output yang Dipengaruhi oleh Masing-Masing Komponen Permintaan Akhir Berdasarkan 14 Sektor (dalam juta rupiah) ... 151
49.Dampak Output yang Dipengaruhi oleh Masing-Masing Komponen Permintaan Akhir Berdasarkan 7 Sektor (dalam juta rupiah) ... 152
50.Nilai Tambah Bruto yang Dipengaruhi oleh Masing-Masing Komponen Permintaan Akhir Berdasarkan 14 Sektor (dalam juta rupiah) ... 153
(17)
Halaman 51.Nilai Tambah Bruto yang Dipengaruhi oleh Masing-Masing Komponen
Permintaan Akhir Berdasarkan 7 Sektor (dalam juta rupiah) ... 154
52.Peringkat Indeks Daya Penyebaran Berdasarkan 14 Sektor Tabel I-O ... 155
53.Peringkat Indeks Daya Penyebaran Berdasarkan 7 Sektor Tabel I-O ... 156
54.Peringkat Indeks Derajat Kepekaan Berdasarkan 14 Sektor Tabel I-O ... 157
55.Peringkat Indeks Derajat Kepekaan Berdasarkan 7 Sektor Tabel I-O ... 159
56.Nilai Total Alternatif Keputusan ... 163
(18)
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Pilar Pembangunan Kelautan ... 11
2. Keterkaitan Antar Sistem Perikanan ... 15
3. Bentuk-Bentuk Analisis Kebijakan ... 25
4. Kerangka Pendekatan Studi ... 30
5. Kerangka Analisis Depresiasi Sumberdaya ... 37
6. Bagan Kerangka Pendekatan Studi ... 33
7. Peta Provinsi Kepulauan Bangka Belitung ... 51
8. Grafik Jumlah Produksi Perikanan Tangkap ... 62
9. Grafik Jumlah Nelayan pada Masing-Masing Kategori ... 64
10.Perbandingan Grafik RTP/ Perusahaan Perikanan ... 65
11.Kerangka Kerja Kebijakan Etalase Kelautan ... 69
12.Produksi Logam Timah Babel ... 73
13.Grafik Jumlah Wisatawan Babel... 84
14.Jumlah Produksi Ikan Pelagis Kecil Per Spesies ... 115
15.Jumlah Produksi Ikan Demersal Per Spesies ... 116
16.Perbandingan Jumlah Produksi dan Effort pada Ikan Pelagis Kecil ... 118
17.Perbandingan Jumlah Produksi dan Effort pada Ikan Demersal ... 119
18.Perbandingan Produksi Aktual dan Produksi Lestari Ikan Pelagis Kecil ... 125
19.Perbandingan Produksi Aktual dan Produksi Lestari Ikan Demersal ... 126
20.Perbandingan Effort Aktual, MEY dan OA pada Ikan Pelagis Kecil ... 127
21.Perbandingan Effort Aktual, MEY dan OA pada Ikan Demersal ... 127
22.Perbandingan Produksi Ikan Pelagis Kecil Akibat Pertambangan ... 136
23.Perbandingan Produksi Ikan Demersal Akibat Pertambangan ... 138
24.Trajektori Laju Degradasi Ikan Pelagis Kecil dan Demersal ... 139
25.Trajektori Laju Depresiasi Ikan Pelagis Kecil dan Demersal ... 140
26.Perbandingan Kontribusi Bidang Kelautan dan Non Kelautan Terhadap PDRB ... 141
(19)
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1. Nilai PDRB Bidang Kelautan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
Tahun 2001-2007 ... 184
2. Jumlah Produksi Perikanan Tangkap Berdasarkan Jenisnya ... 185
3. Jumlah perahu / kapal perikanan tangkap menurut katagori ukuran perahu / kapal, 2001 – 2007 ... 188
4. Produksi perikanan tangkap di laut menurut jenis alat penangkapan ikan, 2001 – 2007 ... 189
5. Daftar Perusahaan Dan Luas Kp Eksploitasi ... 190
6. Penerimaan Royalti dari Ekspor Timah ... 193
7. Potensi Bahan Galian C dan Tambang ... 194
8. Data Objek Wisata Alam di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung... 196
9. Event Pariwisata di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung ... 199
10.Nama dan Lokasi Hotel di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung ... 201
11.Perusahaan Pemegang KP Pengolahan dan Pemurnian, Pemegang ET-Timah di Provinsi Bangka Belitung ... 203
12.Aktivitas Pertambangan Timah di Sungai, Pesisir dan Lautan ... 204
13.Perhitungan Parameter Biologi Ikan Pelagis Kecil ... 206
14.Perhitungan Parameter Biologi Ikan Demersal ... 208
15.Perhitungan Bioekonomi Ikan Pelagis Kecil dengan Maple ... 210
16.Perhitungan Bioekonomi Ikan Demersal dengan Maple ... 217
17.Hubungan Keterkaitan Produksi Timah dengan Ikan Pelagis Kecil ... 224
18.Hubungan Keterkaitan Produksi Timah dengan Ikan Demersal ... 225
19.Tabel Input-Output Bidang Kelautan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2005 ... 226
20.Kuisioner Pakar ... 229
21.Perhitungan Metode Perbandingan Eksponensial 7 Sektor Kelautan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung ... 231
(20)
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) merupakan salah satu provinsi yang masih relatif muda. Perjuangan keras Babel untuk menjadi provinsi yang telah dirintis sejak 1950 baru terwujud secara hukum pada 4 Desember 2000. Babel secara resmi menjadi sebuah provinsi kepulauan berdasarkan Undang-Undang No. 27 Tahun 2000. Pada saat Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999, tentang Pelaksanaan Otonomi Daerah diberlakukan, maka kebijakan pembangunan daerah bersifat desentralisasi sehingga pihak pemerintah daerah lebih memegang peranan penting dalam mengatur rumah tangganya sendiri.
Ditetapkannya provinsi ini sebagai daerah kepulauan disebabkan daerahnya terdiri atas banyak pulau-pulau. Bangka Belitung terdiri atas dua pulau besar dan 251 pulau kecil, dengan wilayah seluas 81.582 kilometer persegi. Seluas 16.281 kilometer persegi merupakan daratan, sedangkan luas perairan teritorial mencapai 65.301 kilometer persegi. Kepulauan ini memiliki garis pantai sepanjang 1.200 kilometer. Diperkirakan, sekitar 20 persen dari kawasan laut teritorial daerah ini merupakan perairan karang (Nurhidayat 2003).
Mengingat besarnya potensi bidang kelautan yang dimilikinya, maka pembangunan di provinsi muda ini seharusnya mampu menjadikan bidang kelautan dan perikanan sebagai sektor unggulan. Segala kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah hendaknya selalu berorientasi kepada pembangunan kelautan dan perikanan yang berkelanjutan. Sebagai sebuah daerah yang berbasis kepulauan, maka menurut Kusumastanto (2003) sektor bidang kelautan yang didefinisikan sebagai sektor perikanan, pariwisata bahari, pertambangan laut, industri maritim, perhubungan laut, bangunan kelautan, dan jasa kelautan, dapat dijadikan arus utama (mainstream) dalam kebijakan pembangunannya.
Kusumastanto (2003) juga menambahkan bahwa untuk menjadikan kelautan sebagai leading sector dalam pembangunan ekonomi, pendekatan kebijakan yang dilakukan harus mempertimbangkan keterkaitan antar sektor
(21)
ekonomi dalam lingkup bidang kelautan. Untuk mewujudkan pembangunan sektor kelautan dan perikanan, Pemda Provinsi Bangka Belitung telah mengeluarkan sebuah paket kebijakan yaitu “Etalase Kelautan” yang telah di-launching pada tanggal 11 Desember 2006 oleh Menteri Kelautan dan Perikanan di Belitung (Anonim 2006). Hal ini menjadikan sektor perikanan di kawasan ini akan digarap dengan kebijakan berskala nasional. Kebijakan menjadikan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung sebagai kawasan penerapan sejumlah model pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan yang berkelanjutan. Keragaman sumberdaya, sistem pemanfaatan, dan sistem kelembagaan yang optimal pada pengelolaan, diharapkan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi serta meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Program ini juga diharapkan mampu meningkatkan derajat kesejahteraan masyarakat nelayan dan pembudidaya ikan di Babel yang selama ini kurang diperhatikan oleh pemerintah.
Kepulauan Bangka-Belitung kaya akan sumberdaya laut. Gosong-gosong pantai dan karang-karang di laut merupakan sarang ikan yang baik untuk cepat berkembang biak. Arus laut yang tenang di antara pulau-pulau karang merupakan tempat yang baik untuk berkembangnya biota laut. Potensi perikanan sangat besar karena berada pada pertemuan arus dari Laut China Selatan, Selat Malaka dan Samudera Hindia melalui Selat Sunda. Menurut riset IPB, potensi perikanan tangkap pada tahun 2004 mencapai 449.000 ton per tahun dan potensi perikanan budidaya dan hasil laut lainnya mencapai 1.316 juta ton per tahun (Anonim 2006). Potensi budidaya di Provinsi Bangka Belitung sebesar 1.316 juta ton per tahun tersebut baru termanfaatkan sekitar 724.65 ton pada tahun 2005 atau baru sebesar 55% (DKP 2006).
Kekayaan alam lainnya yang cukup menjanjikan bagi perekonomian Babel adalah objek wisata, terutama wisata pantai. Pantai pulau Bangka, Belitung, dan pulau-pulau kecil lainnya di wilayah Provinsi Kepulauan Bangka-Belitung tidak kalah eloknya dengan pantai pulau-pulau lain di Nusantara. Pada umumnya pantainya berpasir putih, seperti Pantai Kuta di Bali. Dapat dikatakan pantai di Bangka jauh lebih indah dari pantai Kuta, tetapi ombaknya tidak sebesar seperti di Kuta. Dengan potensi inilah, sektor pariwisata bahari dapat menjadi andalan bagi pendapatan daerah. Oleh karena itu, jumlah wisatawan yang datang untuk
(22)
menikmati wisata bahari meningkat setiap tahunnya. Menurut data BPS, pada tahun 2006, jumlah wisatawan yang datang berjumlah 68.283 orang dengan komposisi 99,49 % berasal dari domestik dan 0,51% dari mancanegara.
Wilayah terdiri atas pulau-pulau kecil menjadikan sektor transportasi laut memegang peranan vital dalam kelangsungan perekonomian di Babel. Transportasi laut merupakan nadi bagi angkutan barang-barang kebutuhan dan angkutan manusia bagi masyarakat di daerah ini. Untuk menujang kebutuhan transportasi laut, provinsi ini telah memiliki 8 buah pelabuhan yang terdiri atas 3 pelabuhan khusus barang dan 5 pelabuhan lainnya digunakan untuk mengangkut barang dan penumpang. Selama tahun 2006, jumlah pelayaran yang ada berjumlah 4.379 unit kapal dalam negeri dan 324 unit kapal dari pelayaran luar negeri. Nilai ekspor melalui pelabuhan juga cukup besar yaitu sebesar 1.068,69 juta dolar AS. Nilai ekspor ini semakin meningkat setiap tahunnya sebesar 62% (BPS 2006).
Provinsi Bangka Belitung juga adalah daerah yang dianugerahkan kekayaan sumberdaya bahan tambang yang luar biasa. Hampir seluruh daratan maupun perairan lautnya mengandung bahan galian yang tersebar secara merata seperti pasir kuarsa, pasir bangunan, kaolin, tanah liat dan granit. Pasir bangunan adalah salah satu bahan galian golongan C yang sebagian besar diusahakan dan dieksploitasi oleh masyarakat. Bahan tambang yang paling terkenal dari pulau ini adalah timah. Di pasaran internasional, timah yang berasal dari daerah ini dikenal dengan merek dagang internasional BANGKA TIN. Jumlah produksi biji timah yang dieksploitasi dari Babel pada tahun 2006 mencapai 68.860 Ton (BPS 2006). Dalam rangka mengupayakan perekonomian Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang berbasis kelautan secara berkelanjutan, maka interaksi antar aktivitas ekonomi harus dapat dipayungi dengan kebijakan yang mampu mensejahterakan masyarakat Babel dan sumberdaya yang tersedia sehingga pemanfaatannya dimanfaatkan secara lestari.
1.2 Perumusan Masalah
Kebijakan pemerintah Provinsi Bangka Belitung yang sejalan dengan kebijakan pemerintah pusat adalah meningkatkan perolehan pendapatan daerah berasal dari sektor non migas. Sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) terbesar
(23)
bagi daerah selama ini adalah dari sektor pertambangan timah yang dikelola oleh sebuah BUMN yaitu PT Timah Tbk. Seiring semakin menipisnya persediaan timah (sumberdaya tidak pulih) dan banyaknya kerusakan lingkungan yang ditimbulkan, maka prioritas Pemda Babel beralih ke sektor yang selama ini belum termanfaatkan secara optimal baik oleh pemerintah maupun masyarakat. Sektor strategis yang akan menjadi unggulan untuk dikembangkan kedepannya di Babel berbasis sumberdaya pulih yaitu sektor perikanan yang diikuti oleh sektor lainnya yakni sektor pertanian, industri dan pariwisata.
Potensi sektor lainnya seperti pertanian dan industri kurang dapat lagi dijadikan andalan bagi daerah ini. Krisis global yang melanda dunia saat ini memberi dampak buruk bagi perekonomian di Babel. Harga komoditas perkebunan asal Bangka Belitung di pasar dunia semakin hancur. Kondisi harga yang tak menguntungkan itu diperkirakan makin menurun, sebab permintaan Amerika Serikat dan Eropa terhadap komoditas perkebunan seperti kelapa sawit (dalam bentuk CPO), lada, dan karet menurun. Harga lada putih di tingkat pedagang Rp35.000/Kg, padahal harga lada sebelum lebaran mencapai Rp40.000/Kg. Tidak jauh beda dengan lada, harga karet pun turun. Saat ini harga ditingkat pengumpul Rp5.000/kg, padahal pada bulan Agustus mencapai Rp 10.000/Kg. Penurunan harga yang paling parah dialami sektor perkebunan kelapa sawit. Harga tandan buah segar (TBS) sawit di petani hanya Rp 500-Rp 600 per kilogram, sebelumnya mencapai Rp 1.400 per kilogram sebelum krisis global terjadi (Edwin 2008).
Data produksi sumberdaya perikanan dan kelautan Provinsi Bangka Belitung semakin mengalami penurunan. Penurunan ini terjadi baik pada sektor penangkapan maupun sektor budidaya. Pada usaha penangkapan ikan hasil yang diperoleh menurun dari 144.006 ton pada tahun 2004 menjadi 119.845 ton pada tahun 2005. Begitu juga halnya dengan sektor budidaya perikanan yang mengalami penurunan. Sejak tahun 2004 hingga 2005 hasil budidaya ikan mengalami penurunan sebesar 8,13% yaitu dari 788,92 ton menjadi 724,65 ton. Ini disebabkan jumlah pembudidaya ikan juga mengalami penurunan 5,11% dimana pada tahun 2004 pembudidaya ikan di Bangka Belitung berjumlah 1.056 orang dan tahun 2005 tinggal 1.002 orang petani pembudidaya ikan. Hal ini
(24)
disebabkan kegiatan penambangan timah yang lebih menguntungkan semakin marak daripada melakukan usaha perikanan, sehingga banyak nelayan dan pembudidaya ikan beralih profesi sebagai pekerja TI (Tambang Inkonvensional).
Penurunan hasil tangkapan yang paling besar terjadi pada beberapa jenis ikan tertentu, yaitu ikan pelagis kecil dan ikan demersal. Berdasarkan data DKP Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (2005), pada ikan pelagis kecil penurunan hasil tangkapan mulai terjadi sejak tahun 2004 dengan besar penurunan sekitar 70 persen dari tahun sebelumnya. Begitu juga halnya pada ikan demersal yang mengalami penurunan hasil tangkapan sekitar 20 persen pada tahun yang sama. Penurunan produksi yang signifikan tersebut terjadi disebabkan penambangan timah di perairan pantai dan di tengah laut mulai marak terjadi sejak 2003. Oleh karena itu, setahun setelahnya mulai terlihat dampak kerusakan yang parah pada habitat ikan pelagis kecil dan demersal akibat pertambangan timah ini.
Sejumlah permasalahan muncul seiring dengan semakin tidak terkendalikannya aktivitas pertambangan inkonvensional di Pulau Bangka dan Belitung. Keinginan untuk memperoleh keuntungan besar mendorong para pengusaha TI melakukan aktivitas penambangan secara tidak tertib dan bertanggung jawab. Mereka tidak saja berani melakukan penambangan timah di daerah bekas tambang konvensional yang sedang dalam proses reklamasi (pemulihan lingkungan), tetapi juga memasuki wilayah-wilayah pertambangan milik PT Timah dan PT Koba Tin bahkan sampai pada areal perkebunan dan dipinggiran jalan umum. Aktivitas TI selain telah menyebabkan kerusakan lingkungan alam seperti daerah pantai, sungai, perkebunan, dan hutan lindung, juga mulai berani beroperasi secara ilegal di tempat-tempat publik seperti pinggiran bandara, jembatan, jalan, bahkan pemakaman umum.
Kalau sumberdaya alam Bangka-Belitung sudah hampir habis dan tidak ekonomis lagi, maka sudah saatnya mengembangkan sektor lain yang pemanfaatannya dapat maksimal seperti sumberdaya biota kelautan (ikan) dan pariwisata. Perairan Bangka-Belitung kaya akan sumberdaya biota laut yang hingga kini belum dimanfaatkan secara maksimal. Sementara itu, meskipun menyadari berbagai permasalahan yang mengancam tersebut tampaknya Pemda Babel kurang berupaya serius untuk memberikan perhatian pada potensi-potensi
(25)
yang belum tergarap, seperti perikanan dan pariwisata sebagai alternatif aktivitas perekonomian bagi masyarakat Babel.
Berdasarkan pemaparan permasalahan-permasalahan yang telah dikemukakan, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan yang dihadapi yaitu:
1) Bagaimana gambaran umum mengenai pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya bidang kelautan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung?
2) Bagaimana depresiasi sumberdaya perikanan yang terjadi di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung akibat aktivitas penambangan timah?
3) Bagaimana kontribusi dan keterkaitan antar sektor kelautan terhadap perekonomian di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung?
4) Bagaimana kebijakan yang tepat agar bidang kelautan mampu menjadi prime mover perekonomian di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung?
1.3 Tujuan dan Kegunaan
Penelitian ini dilakukan untuk menjawab pemaparan perumusan masalah tersebut, yaitu:
1) Mendeskripsikan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya bidang kelautan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
2) Menghitung nilai kerusakan sumberdaya perikanan akibat dari aktivitas penambangan timah di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
3) Menghitung kontribusi dan keterkaitan antar bidang kelautan terhadap perekonomian di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
4) Merumuskan kebijakan yang tepat agar bidang kelautan mampu menjadi prime mover perekonomian di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Adapun kegunaan penelitian ini adalah memberikan informasi mengenai pengelolaan dan pemanfaatan bidang kelautan serta merumuskan kebijakan yang tepat agar pengelolaan dan pemanfaatannya dapat dilakukan secara optimal dan berkelanjutan. Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu memberi masukan bagi Pemerintah Daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dalam merumuskan kebijakan pembangunan di wilayah tersebut.
(26)
1.4 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian adalah menganalisis kebijakan pembangunan ekonomi yang bergerak di wilayah pesisir dan laut di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kontribusi bidang kelautan terhadap perekonomian dan menggambarkan hubungan interaksi yang terjadi antar sektor-sektor ekonomi yang ada. Di dalam penelitian ini diharapkan akan pembangunan ekonomi berbasis kelautan dapat berjalan dengan berkelanjutan, sehingga pemanfaatan sumberdaya pulih akan lebih diutamakan. Oleh karena itu, kajian penelitian akan berfokus pada salah satu sumberdaya renewable resource yaitu sumberdaya perikanan. Sumberdaya ini dipilih karena Provinsi Kepulauan Bangka Belitung memiliki potensi perikanan yang besar. Analisis sumberdaya perikanan dilakukan dengan analisis bioekonomi untuk mengetahui pengelolaan sumberdaya perikanan secara berkelanjutan dan juga dilakukan analisis degradasi dan depresiasi untuk mengetahui hubungan interaksi antara perikanan dan pertambangan timah. Dalam rangka mengetahui keragaan ekonomi kelautan dan efek multiplier antar sektor, maka dilakukan analisis Input-Output. Selanjutnya dalam penentuan prioritas kebijakan dilakukan dengan analisis berdasarkan pendapat para pakar sehingga akan didapatkan sebuah kebijakan pembangunan ekonomi kelautan yang berkelanjutan.
(27)
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kebijakan Kelautan (Ocean Policy) Bagi Pembangunan Ekonomi Kelautan
Dalam merumuskan suatu kebijakan sebagai payung bagi pembangunan kelautan, kebijakan tersebut tidak boleh berdiri sendiri, melainkan merupakan paket kebijakan yang komponen-komponennya saling melengkapi dan menunjang. Todaro (1997) menyatakan bahwa suatu kebijakan yang sifatnya komplementer, terpadu dan saling mendukung harus mencakup tiga unsur fundamental, yaitu:
Pertama, adanya satu atau serangkaian kebijakan yang dirancang secara khusus guna mengoreksi berbagai macam distorsi atau gangguan atas harga-harga relatif dari masing-masing faktor produksi demi lebih terjaminnya harga-harga pasar. Hal ini selanjutnya akan mampu memberikan sinyal-sinyal dan insentif yang tepat (sesuai dengan kepentingan sosial dan ekonomi), bukan hanya kepada para konsumen, tetapi juga kepada produsen dan pemasok sumberdaya.
Kedua, adanya satu atau serangkaian kebijakan yang dirancang secara khusus untuk melaksanakan perubahan struktural terhadap distribusi pendapatan, distribusi asset, kekuasaan, dan kesempatan memperoleh pendidikan serta penghasilan (pekerjaan) yang lebih merata. Kebijakan semacam ini tidak hanya berlaku pada aspek ekonomi, tetapi menjangkau keseluruhan aspek kehidupan, yakni sosial, kelembagaan, budaya, lingkungan dan politik.
Ketiga, adanya satu atau serangkaian kebijakan yang dirancang secara khusus untuk memodifikasi ukuran distribusi pendapatan kelompok masyarakat berpenghasilan tinggi melalui pajak progresif. Kemudian dana pajak tersebut digunakan bagi masyarakat berpenghasilan rendah, baik secara langsung maupun melalui penyediaan berbagai macam bantuan kesejahteraan dan tunjangan langsung (social security), maupun melalui upaya penyediaan barang konsumsi dan peningkatan jasa pelayanan yang dibiayai pemerintah.
Oleh karena itu, menurut Kusumastanto (2003) agar bidang kelautan menjadi sebuah sektor unggulan dalam perekonomian nasional, diperlukan kebijakan pembangunan yang bersifat terintergrasi antar institusi pemerintah dan
(28)
sektor pembangunan. Dalam rangka mengarahkan pembangunan tersebut maka diperlukan sebuah kebijakan pembangunan kelautan (ocean development policy) sebagai bagian dari ocean policy yang nantinya menjadi “payung” dalam mengambil sebuah kebijakan yang bersifat publik. Penciptaan payung ini dibangun oleh sebuah pendekatan kelembagaan (institutional arrangement) yang lingkupnya mencakup dua dominan dalam suatu sistem pemerintahan, yakni eksekutif dan legeslatif. Dalam konteks ini, kebijakan kelautan dan perikanan pada akhirnya menjadi kebijakan ekonomi politik yang nantinya menjadi tanggung jawab bersama.
Kebijakan pemerintah membentuk Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) merupakan suatu keputusan ekonomi politik dari perubahan mendasar di tingkat kebijakan nasional. Tetapi, keputusan politik tersebut tidak hanya sampai pembentukan departemen tersebut, melainkan harus ada sebuah visi bersama pada semua level institusi negara yang dituangkan dalam bentuk kebijakan kelautan (ocean policy).
Seiring dengan adanya otonomi daerah, sebagaimana diisyaratkan dalam Undang-Undang No 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang mengatur tentang kewenangan mengatur daerah dengan batasan pengelolaan wilayah laut provinsi dalam batasan 12 mil laut yang diukur dari garis pantai kearah laut lepas dan atau kearah perairan kepulauan, pemerintah kabupaten/kota mengelola sepertiganya atau 4 mil laut. Sementara Undang-Undang No 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah yang pada prinsipnya pembagian alokasi pendapatan antara pemerintah pusat dan daerah yang berasal dari pemanfaatan sumberdaya alam termasuk sumberdaya laut dan pesisir. Oleh karena itu bagi daerah yang memiliki potensi sumberdaya yang basar utamanya pesisir dan kelautan, berkesempatan untuk memanfaatkan seoptimal mungkin untuk untuk pembangunan. Permasalahan utama yang dihadapi adalah jika kebijakan pembangunan yang lebih berorientasi pada pertumbuhan ekonomi, maka akan berdampak pada konsekuensinya menimbulkan dampak negatif terhadap kondisi ekologi maupun ekonomi yang berakibat pada gejolak sosial. Kebijakan kelautan (ocean policy) adalah kebijakan yang dibuat oleh policy makers dalam mendayagunakan sumberdaya kelautan secara bijaksana
(29)
untuk kepentingan publik dalam rangka meningkatkan kesejateraan masyarakat (social well being) (Kusumastanto 2003). Untuk itu maka kebijakan yang dibuat dalam pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan harus di pertimbangkan berbagai aspek antara lain aspek ekologi dan ekonomi, sehingga dapat bermanfaat secara optimal, artinya disatu sisi dapat menyokong pembangunan ekonomi demi tercapai kesejateraan dan disisi lain bisa dimanfaatkan secara berkeberlanjutan (sustainaibility).
Salah satu negara yang telah menerapkan ocean policy dalam kegiatan perencanaan pembangunannya adalah Australia. Dalam Commonwelth of Australia (1999) menyebutkan bahwa visi dari ocean policy adalah menjaga keberlanjutan laut melalui kepedulian, kepahaman dan pemanfaatan secara bijak bagi keuntungan semua pihak baik generasi sekarang dan masa depan. Oleh karena itu sebuah kebijakan kelautan harus memiliki beberapa tujuan yaitu:
1. Melindungi hukum dan wilayah kekuasaan seluruh laut, termasuk sumberdaya yang ada di lautan.
2. Menerapkan hukum internasional serta menjaga dari ancaman dari negara lain.
3. Mengetahui dan melindungi keanekaragaman sumberdaya laut dan menjaga keberlanjutan lingkungan dan ekologinya.
4. Mempromosikan pembangunan ekologi dan ekonomi secara berkelanjutan dan menciptakan lapangan perkerjaan.
5. Menciptakan perencanaan dan perancangan pengelolaan wilayah pesisir dan laut secara terpadu.
6. Mengakomodasi aspirasi dan kebutuhan masyarakat pesisir.
7. Meningkatkan keahlian dan kemampuan dalam pengelolaan laut baik dalam aspek manajemen, keilmuan, teknologi dan mesin.
8. Mengidentifikasi dan melindungi sumberdaya alam dan warisan budaya laut. 9. Meningkatkan kepedulian dan kepahaman masyarakat terhadap perlindungan
sumberdaya pesisir dan lautan.
Menurut Kusumastanto (2003), untuk menjabarkan OCEAN POLICY menjadi sebuah mainstream pembangunan ekonomi, kebijakan ini harus dikembangkan dalam kerangka pemikiran ekonomi yang disebut sebagai
(30)
OCEANOMICS. Secara definisi, OCEANOMICS adalah ilmu atau pemikiran ekonomi yang dipakai dalam mendayagunakan sumberdaya kelautan sebagai basis dalam mendorong pertumbuhan dan pemerataan pembangunan guna meningkatkan kesejahteraan rakyat secara berkelanjutan. Secara filosofis, oceanomics menjadi signifikan karena keterbukaan dalam perekonomian dunia. Artinya terminologi ini tidak mengesampingkan paham archipelago (wawasan nusantara) yang sudah dicanangkan sejak Deklarasi Juanda, tetapi justru paham archipelago dan ocean harus saling memperkuat satu dengan lainnya. Oleh karena itu, paham oceanic dan paham wawasan nusantara menjadi kekuatan Indonesia secara internal maupun secara proaktif sebagai trend setter dalam percaturan komunitas internasional yang semakin kompetitif.
Agar bidang kelautan menjadi sebuah sektor unggulan dalam pembangunan nasional, diperlukan kebijakan yang terintergasi antar institusi pemerintah dan sektor pembangunan dalam sebuah tata kelola pemerintahan kelautan (ocean governance). Oleh karena itu, diperlukan sebuah kebijakan pembangunan kelautan nasional (national ocean development policy) sebagai bagian dari ocean policy yang akan menjadi “payung” dalam mengambil sebuah kebijakan publik. Secara skematis, pilar-pilar yang menopang kebijakan pembangunan kelautan nasional dijelaskan pada Gambar1.
Gambar1. Pilar Pembangunan Kelautan Sumber: Kusumastanto (2003)
(31)
2.2 Potensi Ekonomi Bidang Kelautan
Menurut Colgan (2003) ekonomi kelautan adalah kegiatan ekonomi yang memanfaatkan semua atau sebagian input sumberdaya dari laut atau perairan yang luas sebagai kegiatan ekonomi. Kegiatan ekonomi ini mencakup dari kegiatan industri maupun secara geografis berada di pesisir dan lautan. Kildow dan Colgan (2005) juga menambahkan bahwa ekonomi kelautan merujuk kepada semua kegiatan penciptaan barang dan jasa yang dipengaruhi oleh sumberdaya laut. Sehingga ekonomi kelautan merupakan kumpulan seluruh kegiatan perekonomian yang dilaksanakan baik di laut maupun di daratan yang masih terkait dengan sumberdaya laut itu sendiri.
Kildow dan Colgan (2005) mengklasifikasi beberapa sektor dan industri yang merupakan bagian dari ekonomi kelautan. Sektor dan industri tersebut terbagi ke dalam 6 sektor yaitu: (1) bangunan kelautan, (2) sumberdaya hidup seperti penangkapan ikan, pembenihan dan budidaya, serta pengolahan perikanan, (3) penambangan mineral ( pasir, batu, minyak dan gas), (4) pembuatan kapal dan bangunan kelautan, (5) rekreasi dan pariwisata seperti wisata pantai, menyelam, sport fishing, hotel dan restoran, (6) transportasi laut, baik angkutan barang maupun manusia.
Kusumastanto (2006) menambahkan bahwa definisi bidang kelautan terbagi menjadi 7 sektor yaitu sebagai berikut:
1. Sektor Perikanan
Sektor perikanan adalah sektor kelautan yang berhubungan dengan sumberdaya hayati yang ada di laut. Sektor ini mencakup kegiatan-kegiatan penangkapan ikan, pembenihan ikan, budidaya ikan dan biota air lainnya yang berada di wilayah pesisir maupun di lautan. Sektor ini juga termasuk industri yang terkait dengan produk perikanan seperti industri pengolahan hasil perikanan hasil produksi dari pesisir dan lautan.
2. Sektor Pariwisata Bahari
Sektor pariwisata bahari merupakan sektor kelautan yang mencakup kegiatan pariwisata yang dilakukan di pesisir dan lautan. Selain itu, sektor ini juga termasuk jasa penunjang pariwisata bahari seperti hotel dan penginapan, restoran
(32)
dan rumah makan, jasa penunjang pariwisata bahari lainnya seperti toko cindera mata dan lain sebagainya.
3. Sektor Pertambangan
Sektor pertambangan adalah sektor kelautan yang meliputi kegiatan pencarian (eksplorasi) kandungan minyak dan gas bumi, penyiapan pengeboran, penambangan, penguapan, pemisahan serta penampungan bahan-bahan mineral yang dilakukan di wilayah pesisir atau lautan untuk dipasarkan. Sektor ini juga meliputi pengambilan dan persiapan pengolahan lanjutan benda padat, baik di di bawah maupun di atas permukaan bumi serta seluruh kegiatan lainnya yang yang bertujuan untuk memanfaatkan bijih logam dan hasil tambang lainnya. Selain itu sektor ini mencakup juga penggalian pasir dan batu-batuan dari pesisir dan lautan. 4. Industri Kelautan
Industri kelautan adalah sektor kelautan yang mencakup industri yang menunjang kegiatan ekonomi di pesisir dan lautan. Industri yang dimaksud adalah industri galangan kapal dan jasa perbaikan (docking), industri bangunan lepas pantai, dan industri pengolahan hasil pengilangan minyak bumi, serta industri LNG.
5. Angkutan Laut (Transportasi Laut)
Sektor transportasi laut adalah sektor kelautan yang meliputi kegiatan pengangkutan barang maupun penumpang dengan menggunakan kapal laut yang beroperasi di dalam (domestik) dan ke luar wilayah Indonesia (internasional). 6. Bangunan Kelautan
Bangunan kelautan adalah sektor kelautan yang meliputi kegiatan penyiapan lahan sampai kontruksi bangunan tempat tinggal maupun bukan tempat tinggal.
7. Jasa Kelautan
Jasa kelautan adalah sub kelautan yang meliputi segala kegiatan yang bersifat menunjang dan memperlancar kegiatan pengangkutan yang meliputi jasa pelayanan pelabuhan, jasa pelayanan keselamatan pelayaran, dan kegiatan yang memanfaatkan kelautan sebagai jasa seperti perdagangan, pendidikan, penelitian dan lain-lain.
(33)
Indonesia sebagai negara yang memiliki wilayah laut terbesar adalah negara yang kaya akan keanekaragaman sumberdaya kelautan. Menurut Kusumastanto (2006) potensi sumberdaya kelautan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia terdiri atas dua jenis yaitu: pertama, sumberdaya yang dapat diperbaharui seperti sumberdaya perikanan (perikanan tangkap, budidaya) dan kedua, sumberdaya yang tidak dapat diperbaharui seperti sumberdaya minyak dan gas bumi dan berbagai jenis mineral. Selain dua jenis sumberdaya tersebut, juga terdapat berbagai macam jasa lingkungan kelautan yang dapat dikembangkan untuk pembangunan kelautan seperti pariwisata bahari, industri maritim, dan jasa lingkungan.
Bidang ekonomi yang berbasis sumberdaya alam adalah bidang ekonomi yang cenderung dapat bertahan dari krisis. Hal ini dibuktikan ketika negara Indonesia diterjang krisis tahun 1998, sektor ekonomi dari bidang kelautan merupakan sektor yang menyumbangkan kontribusinya bagi perekonomian nasional. Disaat sektor lain mengalami keterpurukan, bidang kelautan tidak mengalami kemunduran, bahkan mengalami peningkatan pada saat krisis.
Hal tersebut ditunjukkan dengan peningkatan kontribusi bidang kelautan terhadap Produk Domestik Bruto Indonesia tahun 1998. Pada tahun 1995 kontribusi bidang kelautan terhadap PDB nasional atas harga berlaku sebesar 12,38%, dan pada tahun 1998 meningkat menjadi 20,06%. Apabila dibandingkan dengan bidang-bidang lainnya, bidang kelautan mengalami kenaikan yang cukup besar hampir meningkat 62% selama kurun waktu 4 tahun (Kusumastanto 2006).
Dengan mengetahui kontribusi bidang kelautan terhadap nilai GDP suatu daerah, diharapkan pembangunan dan pengelolaan sumberdaya kelautan akan semakin diperhatikan. Oleh karena itu dibutuhkan sebuah mekanisme perhitungan terhadap sumberdaya kelautan sehingga jumlahnya dapat diidentifikasi secara tepat. Menurut Colgan (2003), langkah yang harus dilakukan dalam mengukur kontribusi bidang kelautan terhadap pendapatan nasional adalah:
1. Perhitungan harus didasarkan dari semua data dalam satu waktu dan wilayah tertentu, termasuk menghitung jumlah total dari nilai output suatu wilayah dari suatu negara atau daerah tertentu.
(34)
2. Perhitungan harus detail yang menunjukkan nilai output dari semua tingkat industri yang ada.
3. Perhitungan harus bisa menggambarkan karakteristik industri yang memanfaatkan sumberdaya kelautan seperti pariwisata dan rekreasi.
2.3 Karakteristik Pengelolaan Sumberdaya Perikanan
Menurut Charles (2001), tiga komponen fishery system ini adalah natural system, management system, dan human system. Natural system yang dimaksud terdiri dari sumberdaya ikan itu sendiri, ekosistem, dan lingkungan biofisik. Human system adalah aspek yang menyangkut aktivitas kegiatan yang dilakukan oleh manusia yang terdiri atas nelayan, sektor pasca panen dan konsumen, rumah tangga dan komunitas nelayan, serta kondisi sosial ekonomi budaya dan lingkungan di masyarakat pesisir. Management system merupakan sistem pengelolaan perikanan yang terdiri perencanaan dan kebijakan perikanan, pembangunan dan pengelolaan perikanan dan penelitian di bidang perikanan. Keterkaitan antar sistem perikanan ini dapat digambarkan pada Gambar 2.
Gambar 2. Keterkaitan Antar Sistem Perikanan Sumber: Charles A ( 2001)
(35)
2.4 Pengertian Depresiasi Sumberdaya Pesisir dan Lautan
Pengelolaan sumberdaya pesisir utamanya sumberdaya perikanan yang kurang mengindahkan konsep pembangunan berkelanjutan hampir telah terjadi di seluruh wilayah pesisir Indonesia, terutama pada wilayah yang padat penduduk dengan tingkat pembangunan yang intensif. Hal ini menjadikan beberapa daerah telah menunjukkan kondisi sumberdaya yang cenderung mengalami penurunan (depresiasi). Kerusakan sumberdaya yang terjadi baik pada ekosistem laut maupun ekosistem darat dan lainnya memang dapat dipicu oleh bebagai faktor. Namun secara umum dua faktor pemicu yang cukup dominan adalah kebutuhan ekonomi (economic driven) dan kegagalan kebijakan (policy failure ) (Fauzi 2005).
Istilah depresiasi sumberdaya terkait dengan dua istilah lain yang mendahuluinya yaitu deplesi dan degradasi. Terkadang pengertian depresiasi, degradasi dan deplesi sumberdaya diartikan sama saja. Padahal ketiga istilah tersebut memiliki pengertian yang berbeda, walaupun pada dasarnya menunjukkan tujuan yang hampir sama.
Menurut Fauzi dan Anna (2005) deplesi diartikan sebagai tingkat atau laju pengurangan stok dari sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharukan (non-renewable resources). Sementara degradasi mengacu pada penurunan kuantitas dan kualitas sumberdaya alam yang dapat diperbaharui (renewable resources). Dalam hal ini, kemampuan alami sumberdaya alam dapat diperbaharukan untuk bergenerasi sesuai dengan kemampuan kapasitas produksinya berkurang. Kondisi ini dapat terjadi karena disebabkan secara alami maupun akibat pengaruh aktivitas manusia. Pada sumberdaya alam pesisir dan lautan, kebanyakan degradasi terjadi akibat aktivitas ulah manusia (anthropogenic), baik berupa aktivitas produksi (penangkapan ataupun eksploitasi), maupun karena aktivitas non produksi seperti pencemaran limbah domestik atau rumah tangga maupun industri.
Pada degradasi dan deplesi lebih mengutamakan pada indikator besaran fisik, terminologi depresiasi sumberdaya lebih ditujukan untuk mengukur perubahan nilai moneter dari pemanfaatan sumberdaya alam. Depresiasi juga dapat diartikan sebagai pengukuran deplesi dan degradasi yang dirupiahkan. Moneterisasi ini mengacu kepada pengukuran nilai riil, artinya untuk
(36)
menghitungnya harus selalu mengacu pada beberapa indikator yakni perubahan harga, inflasi, indeks harga konsumen, dan sebagainya (Fauzi dan Anna, 2005).
Fauzi dan Anna (2005) menambahkan terjadinya depresiasi sumberdaya pesisir dan lautan dapat disebabkan oleh berbagai faktor, baik faktor alam maupun manusia, faktor eksogenus maupun endogenus, dan juga kegiatan yang bersifat produktif maupun non-produktif. Depresiasi ini diperparah pula dengan adanya berbagai gejala kerusakan lingkungan (termasuk pencemaran, overfishing, abrasi pantai, kerusakan fisik habitat pesisir, konflik penggunaan ruang dan sebagainya) dikawasan-kawasan pesisir yang padat penduduk serta tinggi intensitas pembangunannya. Sementara itu, kemiskinan yang masih melilit sebagian besar penduduk pesisir juga menjadi akibat sekaligus penyebab kerusakan lingkungan kawasan pesisir dan lautan.
Selanjutnya adalah mengaitkan nilai depresiasi sumberdaya alam tersebut terhadap pengukuran nilai kesejahteraan suatu bangsa. Dengan adanya perhitungan kerusakan sumberdaya, maka dapat diperoleh nilai output sebenarnya dari suatu negara. Selama ini perhitungan ekonomi suatu negara yaitu nilai Growth Domestic Product (GDP) dan PDRB dikritik memiliki kelemahan tidak menggambarkan nilai ekonomi sebenarnya karena tidak memasukkan nilai kerusakan sumberdaya alam dan lingkungan yang terjadi di negara tersebut. Sehingga angka GDP/PDRB yang tinggi disebuah negara belum tentu menggambarkan kinerja ekonomi yang sebenarnya secara keseluruhan (Hartwick, 1990).
Integrasi antara perhitungan depresiasi sumberdaya dengan nilai GDP suatu negara sangatlah penting dilakukan. Terlebih bagi negara yang masih tergantung pada sumberdaya alamnya (resource dependent economies) seperti Indonesia. Jika hal ini tidak dilakukan maka akan memberikan arahan yang keliru dalam mengelola sumberdaya alamnya, yang pada akhirnya akan menyebabkan keuntungan pendapatan yang semu dalam jangka pendek dan melahirkan kehilangan kesejahteraan nasional yang permanen dalam jangka panjang. Akan tetapi, dengan memasukkan nilai depresiasi sumberdaya dalam perhitungan GDP/PDRB, diharapkan akan menjadi bahan pertimbangan bagi penyusun strategi kebijakan yang lebih tepat.
(37)
Disinilah urgensi analisis perhitungan kerusakan lingkungan, berkaitan dengan depresiasi sumberdaya alam, khususnya sumberdaya pesisir dan lautan. Dengan demikian, diharapkan dapat memberikan gambaran yang jelas dan komprehensif mengenai kondisi sumberdaya pesisir laut kita, sehingga akhirnya kebijakan yang tepat untuk mencapai pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan dapat ditentukan (Fauzi dan Anna, 2005).
Sumberdaya pesisir dan lautan merupakan natural capital yang menjadi bagian dari proses produksi yang menghasilkan output (GDP). Oleh karena itu, kita patut memperhatikan penurunan barang dan jasa yang dihasilkan dari sumberdaya alam. Salah satu cara yang menjembatani keterbatasan tersebut adalah dengan pengukuran deplesi dan degradasi sumberdaya alam agar dapat menghitung the truth national well being/ real GDP/ Green GDP. Dengan mengetahui kondisi GDP/PDRB hijau yang sebenarnya, kita tidak terbuai oleh nilai tingkat pertumbuhan yang semu dan dapat menjadi early warning system serta dapat mencari jawaban permasalahan-permasalahan pembangunan yang kita alami selama ini (Fauzi dan Anna, 2005).
2.5 Model Input Output
Menurut Badan Pusat Statistik (2000) pengertian Tabel Input-Output adalah suatu tabel yang menyajikan informasi tentang barang dan jasa yang terjadi antara sektor ekonomi dalam bentuk penyajian sebuah matrik. Isian sepanjang baris Tabel Input-Output menunjukkan pengalokasian output yang dihasilkan oleh suatu sektor untuk memenuhi permintaan antara dan permintaan akhir. Disamping itu isian pada baris nilai tambah menunjukkan komposisi penciptaan nilai tambah sektoral. Pada isian sepanjang kolomnya menunjukkan struktur input yang digunakan oleh masing-masing sektor dalam proses produksi, baik yang berupa input antara maupun input primer.
Sebagai metode kuantitatif, tabel ini memberikan gambaran menyeluruh tentang kondisi perekonomian suatu negara atau wilayah tertentu. Gambaran yang dapat terlihat dari Tabel I-O antara lain: struktur ekonomi suatu wilayah yang mencakup output dan nilai tambah masing-masing sektor dan struktur input antara yaitu transaksi penggunaan barang dan jasa antar sektor-sektor produksi. Selain
(38)
itu juga mencakup truktur penyediaan barang dan jasa, baik berupa produksi dalam negeri maupun barang impor atau yang berasal dari luar wilayah tersebut serta struktur permintaan barang dan jasa, baik permintaan oleh berbagai sektor produksi maupun permintaan untuk konsumsi, investasi dan ekspor.
Format dari Tabel Input-Output terdiri dari suatu suatu kerangka matriks berukuran “n x n” dimensi yang dibagi menjadi empat kuadran dan tiap kuadran mendeskripsikan suatu hubungan tertentu. Untuk memberikan gambaran yang lebih lengkap format Tabel Input-Output dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Tabel Input-Output Alokasi Output
Struktur Input
Permintaan Antara Permintaan Akhir
Jumlah Output Sektor Produksi
1 2 3 Input
Antara
Sektor Produksi
1 X11 X12 X13 F1 X1
2 X21 X22 X23 F2 X2
3 X31 X32 X33 F3 X3
Input Primer V1 V2 V3
Jumlah Input X1 X2 X3
Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Bangka Belitung (2005)
Tabel 1 menunjukkan isian angka-angka sepanjang baris (bagian horizontal) memperlihatkan bagaimana output suatu sektor dialokasikan, sebagian untuk memenuhi permintaan antara (intermediate demand) sebagian lagi dipakai untuk memenuhi permintaan akhir (final demand). Isian angka menurut garis vertikal (kolom) menunjukkan pemakaian input antara maupun input primer yang disediakan oleh sektor-sektor lain untuk kegiatan produksi suatu sektor.
Dalam analisis Input-Output, sistem persamaan di atas memegang peranan panting yaitu sebagai dasar analisis ekonomi mengenai keadaan perekonomian suatu wilayah. Selanjutnya secara umum matrik dalam Tabel Input-Output dapat dibagi menjadi 4 kuadran yaitu kuadran I, II, III, dan IV. Isi dan pengertian masing-masing kuadran tersebut adalah sebagai berikut:
(39)
a. Kuadran I (Intermediate Quadran)
Setiap sel pada kuadran I merupakan transaksi antara, yaitu transaksi barang dan jasa yang digunakan dalam proses produksi. Kuadran ini memberikan informasi mengenai saling ketergantungan antar sektor produksi dalam suatu perekonomian. Dalam analisis Input-Output, kuadran ini memiliki peranan yang sangat penting karena kuadran inilah yang menunjukkan keterkaitan antar sektor ekonomi dalam melakukan proses produksinya.
b. Kuadran II (Final Demand Quadran)
Menunjukkan penjualan barang dan jasa yang dihasilkan oleh sektor-sektor perekonomian untuk memenuhi permintaan akhir. Permintaan akhir adalah output suatu sektor yang langsung dipergunakan oleh rumah tangga, pemerintah, pembelian modal tetap, perubahan stok dan ekspor.
c. Kuadran III ( Primary Input Quadran)
Menunjukkan pembelian input yang dihasilkan diluar sistem produksi oleh sektor-sektor dalam kuadran antara. Kuadran ini terdiri dari pendapatan rumah tangga (upah/gaji), pajak tak langsung, surplus usaha dan penyusutan. Jumlah keseluruhan nilai tambah ini akan menghasilkan produk domestik bruto yang dihasilkan wilayah tersebut.
d. Kuadran IV(Primary Input-Final Demand Quadran)
Merupakan kuadran input primer permintaan akhir yang menunjukkan transaksi langsung antara kuadran input primer dengan permintaan akhir tanpa melalui sistem produksi atau kuadran antara.
Menurut BPS (2000), suatu Tabel Input Output memiliki tiga asumsi dan kelemahan dasar yaitu:
1. Keseragaman (Homogenitas)
Keseragaman yaitu suatu prinsip dimana output hanya dihasilkan secara tunggal, yang berarti bahwa setiap sektor ekonomi hanya memproduksi satu jenis barang dan jasa dengan susunan input tunggal (seragam) dan tidak ada substitusi otomatis terhadap input dari output sektor yang berbeda.
(40)
2. Kesebandingan (Proportionality)
Keseragaman yaitu suatu prinsip dimana hubungan antara output dan input pada setiap sektor produksi merupakan fungsi linier, artinya kenaikan dan penurunan output suatu sektor akan sebanding dengan kenaikan dan penurunan input yang digunakan oleh sektor tersebut.
3. Penjumlahan (Additivitas)
Suatu asumsi bahwa total efek dari kegiatan produksi berbagai sektor merupakan penjumlahan dari efek pada masing-masing. Sebagai suatu sistem data kuantitatif, persoalan pokok yang dihadapi dalam menyusun Tabel Input-Output adalah bagaimana mencatat dan menyajikan berbagai kegiatan ekonomi yang tentunya sangat beraneka ragam baik sifatnya, cara berproduksi serta cara melakukan transaksi ke dalam suatu tabel yang lengkap dan komprehensif.
2.6 Analisis Input-Output
Menurut BPS (2000) dalam melakukan analisis terhadap suatu Tabel Input-Output, terdapat dua metode analisis yang dapat dilakukan. Metode analisis tersebut adalah analisis deskriptif dan analisis dampak. Macam dari metode analisis-analisis tersebut adalah :
1. Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif adalah analisis yang memberikan gambaran umum keadaan perekonomian suatu negara atau wilayah. Kemudian dilanjutkan dengan bermacam analisis dampak akibat kenaikan permintaan akhir terhadap output, nilai tambah, kebutuhan impor dan kebutuhan tenaga kerja. Dalam melakukan analisis deskriptif ini, beberapa variabel atau indikator yang dilihat yaitu:
a) Analisis Struktur Penawaran dan Permintaan
Analisis tentang struktur penawaran dan permintaan akan barang dan jasa yang terjadi di suatu wilayah dapat menunjukkan peranan produksi domestik dan impor untuk memenuhi permintaan barang dan jasa baik domestik maupun luar negeri. Dilihat dari sisis permintaan, produksi barang dan jasa tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi akhir domestik (konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, pembentukan modal dan perubahan stok) dan digunakan untuk ekspor. Jika dilihat dari sisi penawaran,
(41)
barang dan jasa ditawarkan di suatu wilayah bisa berasal dari produksi domestik maupun dari luar wilayah (impor).
b) Analisis Struktur Output
Analisis struktur output ini menggambarkan peranan output sektoral dalam perekonomian. Output merupakan nilai produksi yang dihasilkan sektor-sektor ekonomi di suatu wilayah. Oleh karena itu, dengan menelaah besarnya output yang diciptakan oleh masing-masing sektor, berarti akan diketahui pula sektor-sektor mana yang mampu memberikan sumbangan yang besar dalam membentuk output secara keseluruhan di daerah tersebut.
c) Analisis Struktur Nilai Tambah Bruto
Nilai tambah bruto adalah balas jasa terhadap faktor produksi yang tercipta karena adanya kegiatan produksi. Dalam tabel I-O, nilai tambah ini dirinci menurut upah dan gaji, surplus usaha (sewa, bunga dan keuntungan), penyusutan dan pajak tak langsung neto. Besarnya nilai tambah di tiap-tiap sektor ditentukan oleh besarnya output yang dihasilkan dan biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi. Oleh karena itu, suatu sektor output yang besar belum tentu memiliki nilai tambah yang besar juga, karena masih tergantung pula pada seberapa besar biaya produksinya.
d) Analisis Struktur Permintaan Akhir
Barang dan jasa selain digunakan oleh sektor produksi juga digunakan untuk memenuhi permintaan oleh konsumen rumah tangga, pemerintah, pembentukan modal, ekspor dan perubahan stok. Penggunaan untuk konsumen akhir inilah yang dimaksud dengan permintaan akhir dalam terminologi tabel I-O. Jika permintaan akhir ini dikurangi dengan jumlah impornya, maka nilai tersebut akan disebut Produk Domestik Bruto (PDB) atau Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).
e) Analisis Keterkaitan Antar Sektor
Konsep keterkaitan biasa digunakan sebagai dasar perumusan strategi pembangunan ekonomi dengan melihat keterkaitan antar sektor dalam suatu sistem perekonomian. Konsep keterkaitan yang biasa dirumuskan meliputi keterkaitan kebelakang (backward lingkage) yang menunjukkan hubungan keterkaitan antar sektor dalam pembelian terhadap total input yang digunakan
(42)
untuk proses produksi dan keterkaitan ke depan (forward lingkage) yang menunjukkan hubungan keterkaitan antar sektor dalam penjualan terhadap total penjualan output yang dihasilkan.
Berdasarkan konsep ini, dapat diketahui besarnya pertumbuhan suatu sektor yang dapat menstimulir pertumbuhan sektor lainnya melalui mekanisme induksi. Keterkaitan langsung antara sektor perekonomian dalam pembelian dan penjualan input antara ditunjukkan oleh keofisien langsung, sedangkan keterkaitan langsung dan tidak langsungnya ditunjukkan dari matrik kebalikan Leontief.
2. Analisis Dampak
a. Analisis Dampak Output
Dampak output dihitung dalam unit perubahan output sebagai efek awal (initial effect), yaitu kenaikan atau penurunan output sebesar satu unit satuan moneter. Setiap elemen dalam matrik kebalikan Leontief (matrix inverse) α menunjukkan total pembelian input baik tidak langsung maupun langsung dari sektor i yang disebabkan karena adanya peningkatan penjualan dari sektor i sebesar satu unit satuan moneter ke permintaan akhir. Matrik invers ini dirumuskan dengan persamaan:
α = (I-A)-1 = [α]
Dengan demikian matrik α mengandung informasi penting tentang struktur perekonomian yang dipelajari dengan menentukan tingkat keterkaitan antar sektor dalam perekonomian suatu wilayah atau negara. Koefisien dari matrik invers ini menunjukkan besarnya pengaruh aktivitas dari suatu sektor yang akan mempengaruhi tingkat output dari sektor-sektor lain.
b. Analisis Dampak Pendapatan
Dampak pendapatan mengukur peningkatan pendapatan akibat adanya perubahan output dalam perekonomian. Dalam Tabel Input-Output, yang dimaksud dengan pendapatan adalah upah dan gaji yang diterima oleh rumah tangga. Pengertian pendapatan disini tidak hanya mencakup beberapa jenis pendapatan yang umumnya diklasifikasikan sebagai pendapatan rumah tangga tetapi juga deviden dan bunga bank.
(43)
c. Analisis Dampak Tenaga Kerja
Dampak tenaga kerja menunjukkan perubahan tenaga kerja yang disebabkan oleh perubahan awal dari sisi output. Multiplier tenaga kerja tidak diperoleh dari elemen-elemen dalam Tabel Input-Output seperti multiplier output dan pendapatan, karena dalam Tabel Input-Output tidak mengandung elemen-elemen yang berhubungan dengan tenaga kerja. Untuk memperoleh multiplier tenaga kerja maka pada Tabel Input-Output harus ditambahkan baris yang menunjukkan jumlah dari tenaga kerja untuk masing-masing sektor dalam perekonomian suatu wilayah atau negara. Penambahan baris ini untuk mendapatkan koefisien tenaga kerja (ei). cara untuk memperoleh koefisien tenaga
kerja adalah dengan membagi jumlah tenaga kerja setiap masing-masing sektor perekonomian di suatu negara atau wilayah dengan jumlah total output dari masing-masing sektor tersebut.
Koefisien tenaga kerja (ei) menunjukkan efek langsung ketenagakerjaan
dari setiap sektor akibat adanya perubahan output sektor ke-i. Efek langsung dan tidak langsung ditunjukkan dengan αij ei untuk setiap sektor, dan ∑iαij ei untuk
semua sektor dalam perekonomian suatu negara atau wilayah. Sedangkan efek total ditunjukkan dengan αij * ei.
2.7 Analisis Kebijakan
Analisis kebijakan adalah sebuah disiplin ilmu sosial terapan yang menggunakan berbagai metode penelitian dan argumen untuk menghasilkan dan memindahkan informasi yang ada hubungannya sehingga dapat dimanfaatkan ditingkat politik dalam rangka memecahkan permasalahan kebijakan yang ada (Dunn 2003). Ruang lingkup dan metode-metode analisis sebagian bersifat deskriptif dan informasi yang nyata (faktual) mengenai sebab akibat kebijakan sangat penting untuk memahami masalah-masalah kebijakan.
Quandun dalam Dunn (2003) juga menegaskan bahwa analisis kebijakan adalah setiap jenis analisa yang menghasilkan dan menyajikan informasi sehingga dapat menjadi dasar bagi para pengambil kebijakan dalam menguji pendapat mereka. Kata “analisa” digunakan dalam pengertian yang paling umum yang secara tidak langsung menunjukkan penggunaan intuisi dan pertimbangan yang
(44)
mencakup tidak hanya pengujian kebijakan saja, tetapi juga merencanakan dan mencari sintesa atas alternatif-alternatif baru. Aktivitas ini meliputi sejak penelitian untuk memberi wawasan terhadap masalah atau issue yang mendahului atau mengevaluasi program yang sudah selesai.
Menurut Partowidagdo (1999) analisis kebijakan mempunyai tujuan yang bersifat penandaan (designative) berdasarkan fakta, bersifat penilaian dan anjuran. Prosedur analisis berdasarkan waktu dan letak hubungannya dengan tindakan dibagi dua yaitu ex ante dan ex post. Prediksi dan rekomendasi digunakan sebelum tindakan diambil atau untuk masa datang (ex ante), sedangkan deskripsi dan evaluasi digunakan setelah tindakan terjadi atau dari masa lalu (ex post). Analisis ex post berhubungan dengan analisis kebijakan retrospektif yang biasa dilakukan oleh ahli-ahli ilmu sosial dan politik, sedangkan analisis ex ante berhubungan dengan analisis kebijakan prospektif yang biasa dilakukan oleh ahli ekonomi, sistem analisis, dan operations research. Analisis kebijakan biasanya terdiri dari perumusan masalah, peliputan, peramalan, evaluasi, rekomendasi, dan kesimpulan. Bentuk-bentuk analisis kebijakan dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Bentuk-Bentuk Analisis Kebijakan Sumber: Dunn (2003)
Retrospektif (Ex Post): Apa yang akan terjadi dan perbedaan apa yang dibuat
Prospektif (Ex Ante): Apa yang akan terjadi dan
(45)
Ada tiga pendekatan dalam analisis kebijakan yaitu: pendekatan empiris, pendekatan evaluatif, dan pendekatan normatif. Pendekatan empiris adalah pendekatan yang menjelaskan sebab akibat dari kebijakan publik. Pendekatan evaluatif adalah pendekatan yang terutama berkenaan dengan penentuan harga atau nilai dari beberapa kebijakan. Dan pendekatan normatif adalah pendekatan yang berkenaan dengan pengusulan arah tindakan yang dapat memecahkan masalah kebijakan.
Menurut Parsons (2005) analisis kebijakan terdiri dari rangkaian aktivitas pada spektrum ilmu pengetahuan dalam (in) proses kebijakan; pengetahuan untuk (for) proses kebijakan; dan pengetahuan tentang (about) proses kebijakan. Secara kontinum, proses pengambilan keputusan dalam sebuah kebijakan terdiri atas tiga variasi yaitu analisis kebijakan, monitoring dan evaluasi kebijakan, dan analisis untuk kebijakan. Analisis kebijakan mencakup determinasi kebijakan yaitu analisis yang berkaitan dengan cara pembuatan kebijakan, mengapa, kapan, dan untuk siapa kebijakan dibuat; dan isi kebijakan yang merupakan deskripsi tentang kebijakan tertentu dan hubungannya dengan kebijakan sebelumnya. Monitoring dan evaluasi kebijakan berfokus pada pengkajian kinerja kebijakan dengan mempertimbangkan tujuan kebijakan dan apa dampak kebijakan terhadap suatu persoalan tertentu. Analisis untuk kebijakan mencakup informasi untuk kebijakan dan advokasi terhadap kebijakan.
Dalam merumuskan sebuah kebijakan, permasalahan yang sering dihadapi adalah sulitnya memperoleh informasi yang cukup serta bukti-bukti yang sulit disimpulkan. Oleh karena itu dalam pengambilan keputusan atau perumusan kebijakan akan lebih mudah bila menggunakan suatu model tertentu. Model kebijakan (policy model) adalah sajian yang disederhanakan mengenai aspek-aspek terpilih dari situasi problematis yang disusun untuk tujuan-tujuan khusus. Model-model kebijakan tersebut adalah model deskriptif, model verbal, model normatif, model simbolik, model prosedural, model pengganti dan model perspektif.
Setiap model kebijakan yang ada tidak dapat diterapkan untuk semua perumusan kebijakan, sebab masing-masing model memfokuskan perhatiannya pada aspek yang berbeda. Menurut Jay Forrester, seorang ahli model kebijakan
(46)
dalam Dunn (2003) bahwa persoalannya tidak terletak pada menggunakan atau membuang model, akan tetapi yang menjadi persoalan adalah pada pemilihan diantara berbagai alternatif yang ada. Dalam merumuskan kebijakan kelautan pada penelitian ini, model yang dipakai adalah mengunakan model deskriptif melalui analisis pengambilan keputusan dengan MPE (Metode Perbandingan Eksponensial).
Untuk merumuskan kebijakan pengelolaan sumberdaya di wilayah pesisir dan lautan secara optimal dan berkelanjutan, maka diperlukan arahan dan kebijakan secara terpadu. Hal ini disebabkan tingginya keterkaitan antar sektor yang ada di wilayah pesisir dan lautan tersebut. Oleh karena itu, dalam sebuah kebijakan pembangunan kelautan harus memperhatikan empat aspek utama yaitu: (1) aspek teknis dan ekologis, (2) aspek sosial ekonomi-budaya, (3) aspek politis dan (4) aspek hukum dan kelembagaan (Indrawani 2000).
2.8 Studi Terdahulu
Analisis Input-Output dalam menentukan kontribusi sektor-sektor kelautan secara komprehensif bagi perekonomian suatu daerah memang belum banyak dilakukan. Biasanya analisis sektor-sektor tersebut secara terpisah telah dilakukan oleh beberapa penelitian. Begitu juga penelitian yang berusaha mengaitkan kontribusi sektor tersebut terhadap dampak yang ditimbulkan akibat aktivitas pembangunan seperti terjadinya pencemaran dan kerusakan lingkungan lainnya (degradasi atau deplesi sumberdaya).
Beberapa studi penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian ini adalah:
1. Umran (1996) menjelaskan bahwa sektor pariwisata memiliki nilai yang strategis bagi pengembangan wilayah provinsi Riau. Hal ini ditunjukkan dengan tingginya nilai keterkaitan antar sektor baik keterkaitan ke belakang (backward lingkage) maupun keterkaitan ke depan (forward lingkage). Sektor pariwisata memiliki nilai keterkaitan ke belakang yang tinggi terhadap sektor-sektor pendukung lainnya seperti sektor-sektor restoran, sektor-sektor perhotelan, sektor-sektor komunikasi. Untuk keterkaitan ke depan, sektor ini memiliki nilai di atas
(47)
rata-rata pada sektor angkutan laut dan sungai, sektor perdagangan, sektor jasa penunjang angkutan dan pergudangan.
2. Menurut Sihombing (2004) yang melakukan internalisasi dampak pencemaran ke dalam Tabel Input-Output terhadap sektor kehutanan di Provinsi Riau. Menunjukkan bahwa kontribusi sektor kehutanan pada nilai PDRB Riau terjadi penurunan yang sangat signifikan sebagai akibat terjadinya pencemaran di wilayah tersebut. Angka negatif sektor kehutanan pada berbagai analisis pencemaran menunjukkan bahwa sektor ini telah melebihi daya dukung alami (carrying capacity) dan tingkat produksi lestari (maximum sustainable yields). Dengan kata lain kegiatan pengusahaan sektor kehutanan mengalami kondisi ‘usaha memakan modal’ (capital downgrade) sehingga kegiatan sektor kehutanan justru menurunkan kesejahteraan.
3. Dariah (2007) menyimpulkan bahwa meningkatnya degradasi lingkungan telah menurunkan pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kemiskinan. Oleh karena itu, pemerintah harus mendukung pengembangan sektor-sektor perekonomian yang tidak atau sedikit menyebabkan pencemaran terhadap lingkungan.
4. Pesoth. 2001. Telah merancang sebuah Tabel I-O yang menginternalisasi faktor lingkungan yang disebut Tabel I-O Lingkungan. Melalui Tabel I-O Lingkungan ini, maka diperoleh suatu perhitungan yang lebih wajar dan lebih mendukung upaya pencapaian pembangunan yang berkelanjutan. Dalam penelitiannya menunjukkan bahwa internalisasi beban lingkungan ke dalam perhitungan output di Kota Bogor akan mengakibatkan total output terkoreksi dari Rp. 3.528,5 milyar menjadi Rp. 3.251,7 milyar, atau menjadi lebih rendah sekitar 8 persen.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kebijakan Kelautan (Ocean Policy) Bagi Pembangunan Ekonomi Kelautan
(1)
Lampiran 19. Tabel Input-Output Bidang Kelautan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2005
Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8
Perikanan 1 43399.88 0 0 96729.67 144087.8 0 0 0
Penambangan Timah 2 0 12954.62 0 0 0 5117970 0 0
Pertambangan dan Penggalian Lainnya 3 0 0 8306.34 0 0 33048.82 338048.5 0
Industri Pengolahan dan Pengawetan Ikan 4 0 0 0 29931.42 0 0 0 0
Industri Kerupuk 5 0 0 0 0 0 0 0 0
Industri Peleburan Timah 6 0 0 0 0 0 562890.1 0 0
Bangunan Kelautan 7 2447.05 59751.53 17474.24 74.84 0 6876.32 1660.26 28592.65 Perdagangan 8 40916 282820 14898.45 36931.88 47440.53 357696.1 157549.8 106102.1
Hotel 9 38.97 30.23 329.91 16.13 0 328.42 562.24 1325.95
Restoran 10 2543.97 751.84 12305.89 559.79 60.3 18255.09 9612.01 15424.6 Transportasi Laut 11 1032.21 10125.16 231.35 585.16 748.42 12110.72 2630.07 11186.2 Jasa Penunjang Angkutan Laut 12 563.13 3749.9 277.17 158.72 231.6 1904.5 2334.58 1880.82
Jasa Pendidikan Kelautan 13 0 0 0 0 0 0 4369.1 7769.43
Jasa Hiburan dan Rekreasi 14 0 201.47 0 0 0 0 0 85.69
Upah dan Gaji 201 204435.4 401192.1 365852.8 19763.53 50530.6 691296.4 354410.1 570174.3 Surplus Usaha 202 687169.2 1592742 518450.2 45114.06 69923.44 1326890 318606.7 956822.9 Penyusutan 203 40746.39 207898 100852.5 2563.05 3691.23 10489.55 43904.64 112093.8 Pajak Tak Langsung 204 18147.25 151528.1 31255.41 8921 308.63 10550.81 34983.19 114031.3 Impor 200 147216 2034574 93470.97 29918.17 34580.83 290039.8 285339.4 600618.4 Total Input Antara IA 90941.21 370384.8 53823.35 164987.6 192568.6 6111080 516766.6 172367.5 Total Input Primer IP 1119755 9891465 1122823 126121.2 197071.6 2489869 1502900 2277784 Total Input I 1210696 10261850 1176646 291108.8 389640.2 8600949 2019666 2450151
2
(2)
Lampiran 19.Lanjutan
Sektor 9 10 11 12 13 14
Perikanan 1 0 63352.08 182.37 0 509.43 0
Penambangan Timah 2 0 0 0 0 0 0
Pertambangan dan Penggalian Lainnya 3 0 0 0 0 0 0
Industri Pengolahan dan Pengawetan Ikan 4 0 18.14 0 0 0 0
Industri Kerupuk 5 0 1837.65 0 0 0 0
Industri Peleburan Timah 6 0 0 0 0 0 0
Bangunan Kelautan 7 117.43 187.41 392.81 2340.83 1286.61 0 Perdagangan 8 261.11 31912.28 4794.22 344.42 2836.85 111.1
Hotel 9 2.48 0 0 1.67 0 0
Restoran 10 4.61 2031.17 24.13 34.28 235.81 13.23
Transportasi Laut 11 4.04 417.68 812.94 24.2 106.68 1.45 Jasa Penunjang Angkutan Laut 12 29 75.95 85.81 3.75 62.18 0.26 Jasa Pendidikan Kelautan 13 11.89 0 155.91 68.71 2501.5 0.02 Jasa Hiburan dan Rekreasi 14 30.67 58.03 2.02 45.8 21.73 0 Upah dan Gaji 201 6247.19 58610.09 17462.94 4213.12 52890.33 930.5 Surplus Usaha 202 3017.94 108723.8 33980.64 7334.04 20504.16 302.1 Penyusutan 203 1127.5 357.04 9406.26 3006.28 3705.93 88.01 Pajak Tak Langsung 204 357.75 4071.14 1644.53 366.89 419.93 152.87 Impor 200 1697.27 66528.86 27651.53 1966.56 15613.35 547.64 Total Input Antara IA 461.23 99890.39 6450.21 2863.66 7560.79 126.06 Total Input Primer IP 13369.33 229894.5 83499.6 13713.92 96235.39 1508.9 Total Input I 13830.56 329784.9 89949.81 16577.58 103796.2 1634.96
(3)
Lampiran 19. Lanjutan
Konsumsi RT
Konsumsi
Pemerintah PMTB
Perbhn
Stok Ekspor PA Permintaan Output
Sektor 301 302 303 304 305 309 310 600
Perikanan 1 854216.8 0 0 0 8218.5 348261.2 862435.3 1210696
Penambangan Timah 2 0 0 0 0 5130925 5130925 5130925 10261850
Pertambangan dan Penggalian Lainnya 3 0 0 0 55600.36 741642.2 379403.7 797242.6 1176646 Industri Pengolahan dan Pengawetan Ikan 4 256883.7 0 0 84.25 4191.35 29949.56 261159.3 291108.8 Industri Kerupuk 5 183424.4 0 0 130.47 204247.7 1837.65 387802.6 389640.2 Industri Peleburan Timah 6 0 0 0 95127.93 7942931 562890.1 8038059 8600949 Bangunan Kelautan 7 0 1898464 0 0 121202 1898464 2019666
Perdagangan 8 837368.6 5839.42 25895.94 0 496432.2 1084615 1365536 2450151
Hotel 9 5475.8 5718.76 0 0 0 2636 11194.56 13830.56
Restoran 10 246312.5 21615.67 0 0 0 61856.72 267928.2 329784.9
Transportasi Laut 11 42257.75 839.29 338.94 0 6497.55 40016.28 49933.53 89949.81 Jasa Penunjang Angkutan Laut 12 3443.04 539.55 61.36 0 1176.26 11357.37 5220.21 16577.58
Jasa Pendidikan Kelautan 13 48871.87 40047.75 0 0 0 14876.56 88919.62 103796.2 Jasa Hiburan dan Rekreasi 14 1009.3 180.25 0 0 0 445.41 1189.55 1634.96
Upah dan Gaji 201
Surplus Usaha 202
Penyusutan 203
Pajak Tak Langsung 204
Impor 200
Total Input Antara IA
Total Input Primer IP
Total Input I 26956283
(4)
229
Lampiran 20. Kuisioner Pakar
KUISIONER SURVEI PERIKANAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA
BELITUNG
Tanggal
: ………
Desa
:
………
Kecamatan
:
………
Kabupaten/Kota
:
………
Data Responden
1.
Nama
: ………...
2.
Umur :
………...
3.
Daerah asal
: ………...
4.
Pendidikan
: ………...
5.
Jabatan
: ………...
Daftar Pertanyaan
1)
Apakah Bapak setuju bahwa Provinsi Kepulauan Bangka Belitung memiliki potensi
sumberdaya kelautan yang besar?
1. Sangat tidak setuju
2. Tidak setuju
3. Cukup setuju
4. Setuju
5. Sangat setuju
2)
Bagaimana pendapat bapak mengenai sektor perikanan yang dapat dijadikan sebagai
sektor unggulan bagi pembangunan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung?
1. Sangat tidak setuju
2. Tidak setuju
3. Cukup setuju
4.
Setuju
5. Sangat setuju
3)
Setujukah Bapak jika dikatakan bahwa maraknya penambangan timah yang menyebabkan
terjadinya penurunan jumlah ikan?
1. Sangat tidak setuju
2. Tidak setuju
3. Cukup setuju
4.
Setuju
5. Sangat setuju
4)
Apakah Bapak setuju jika kegiatan penambangan timah di laut dilarang atau dihentikan
untuk menjaga kelestarian sumberdaya ikan?
1. Sangat tidak setuju
2. Tidak setuju
3. Cukup setuju
4.
Setuju
5. Sangat setuju
(5)
229
Lampiran 20. Lanjutan
5)
Setujukah Bapak industri peleburan timah (smelter) lebih dikembangkan lagi?
1. Sangat tidak setuju
2. Tidak setuju
3. Cukup setuju
4.
Setuju
5. Sangat setuju
6)
Setujukah Bapak jika Pemerintah Daerah lebih memperhatikan pembangunan bagi
sektor-sektor kelautan yang ramah lingkungan seperti perikanan dan pariwisata?
1. Sangat tidak setuju
2. Tidak setuju
3. Cukup setuju
4.
Setuju
5. Sangat setuju
7)
Setujukah Bapak jika dikatakan bahwa perhubungan laut memegang peranan penting
dalam menunjang pembangunan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung?
1. Sangat tidak setuju
2. Tidak setuju
3. Cukup setuju
4.
Setuju
5. Sangat setuju
8)
Setujukah Bapak jika dikatakan kegiatan perdagangan di Provinsi Kepulauan Bangka
Belitung sangat tergantung pada jasa angkutan laut?
1. Sangat tidak setuju
2. Tidak setuju
3. Cukup setuju
4.
Setuju
5. Sangat setuju
9)
Setujukah Bapak jika dikatakan bahwa pelabuhan laut memegang peranan penting dalam
menunjang pembangunan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung?
1. Sangat tidak setuju
2. Tidak setuju
3. Cukup setuju
4.
Setuju
5. Sangat setuju
10)
Setujukah Bapak jika dikatakan bahwa di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung perlu
dibangun galangan kapal?
1. Sangat tidak setuju
2. Tidak setuju
3. Cukup setuju
4.
Setuju
5. Sangat setuju
(6)
Lampiran 21. Perhitungan Metode Perbandingan Eksponensial 7 Sektor Kelautan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
Keterangan: DP = Daya Penyebaran
DK= Derajat Kepekaan
No Sektor Kelautan Kriteria Nilai Rangking
Pakar Potensi Bioekonomi Ekologi Output Konsumsi Ekspor Nilai Tambah DP DK
1 Perikanan 5 5 5 5 3 5 3 3 5 5 9.492 1
2 Pertambangan Laut 2 2 1 1 5 2 3 5 4 2 1.015 7
3 Pariwisata Bahari 4 5 4 4 2 4 1 2 2 3 5.035 2
4 Industri Kelautan 3 3 2 3 4 1 4 4 2 4 1.192 5
5 Transportasi Laut 4 4 4 3 1 3 4 1 1 1 1.928 3
6 Bangunan Kelautan 4 3 3 3 4 3 2 3 3 3 1.171 6
7 Jasa Kelautan 4 3 3 3 3 4 5 4 4 3 1.806 4
Bobot 4 5 4 5 2 4 3 4 4 4