Tabel 15. Statistik harga ikan kuniran Upeneus sulphureus periode Februari 2010- Februari 2011
Statistik deskriptif Rata-rata 2,509.08
Nilai tengah 2,519.09
Mode --- Simpangan baku
287.15 Ragam 82,457.09
Skewness -0.06 Keruncingan 1.78
Koefisien keragaman
0.11 Jarak interval
997.84 Minimum 2,001.32
Maksimum 2,999.15 Rata-rata standar kesalahan
9.08 Bila dibandingkan dengan nilai koefisien keragaman harga ikan yang
dihasilkan dari penelitian Mayangsoka 2010 sebesar 0,19, ikan cakalang memiliki variasi harga yang lebih tinggi dibandingkan ikan kuniran. Hal ini disebabkan ikan
cakalang merupakan komoditas ekspor dalam skala besar sehingga penentuan harga ditentukan oleh Negara pengimpor. Berbeda dengan ikan kuniran yang merupakan
komoditas lokal, penentuan harga dilakukan oleh pemilik kapal atau pengumpul. Hal ini menunjukkan hasil tangkapan jenis kegiatan perikanan tradisional dan modern
memiliki peluang ketidakpastian berbeda. Kegiatan perikanan tradisional memiliki peluang ketidakpastian yang lebih kecil daripada upaya penangkapan modern.
4.2.8. Implikasi bagi pengelolaan ikan kuniran
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan menghasilkan beberapa indikasi tingginya tekanan penangkapan terhadap sumberdaya ikan kuniran. Dibuktikan
dengan nilai laju eksploitasi ikan kuniran yang telah melebihi nilai laju eksploitasi optimum 0,5.
Penangkapan berlebih diartikan sebagai jumlah usaha penangkapan sedemikian tinggi dimana stok ikan tidak mempunyai kesempatan waktu untuk
berkembang, sehingga total hasil tangkapan lebih rendah dibandingkan pada jumlah usaha yang lebih rendah Sparre dan Venema 1999.
Jika dilihat dari ukuran ikan yang digunakan saat penelitian pada bulan Oktober 2010 sampai Desember 2010, ikan yang banyak tertangkap adalah ikan-
ikan muda. Apabila banyak ikan muda yang tertangkap di perairan dikhawatirkan stok ikan akan semakin sedikit, ditunjukkan dari panjang infinitif yang semakin
kecil karena ikan tidak memiliki waktu pulih untuk pertumbuhannya. Hal ini dipengaruhi oleh tingginya tekanan penangkapan yang terlihat pada Tabel 10. Oleh
karena itu, dapat dikatakan bahwa sumberdaya ikan kuniran yang ditangkap di Teluk Jakarta mengarah pada kondisi growth overfishing.
Sumberdaya perikanan yang mengalami tangkap lebih akan menghambat pertumbuhan populasi ikan sehingga stok yang berada di dalam perairan tersebut
semakin menurun. Hal ini mempengaruhi ketidakpastian produksi ikan yang tinggi. Semakin tinggi ketidakpastian produksi maka produksi ikan semakin rendah.
Pengelolaan yang tepat terhadap permasalahan sumberdaya ikan dilakukan dengan cara mengurangi upaya penangkapan agar dapat menghasilkan produksi yang tinggi
dan ketidakpastian produksinya rendah. Terjadinya penurunan potensi sumberdaya ikan di wilayah perairan tersebut
dapat dihindari dengan melakukan pengaturan dan pengelolaan terhadap sumberdaya ikan yang ada. Untuk mengimbangi kondisi di atas agar tidak terjadi
dugaan growth overfishing maka dibutuhkan pengelolaan pemanfaatan sumberdaya ikan kuniran di Teluk Jakarta yang berlangsung secara berkelanjutan dan tetap
lestari. Pengelolaan dapat dilakukan dengan penentuan daerah penangkapan pada musim pemijahan, pengaturan upaya penangkapan, dan pengaturan ukuran mata
jaring. Menurut Susilo 2009, pada perikanan laut dengan biaya operasi
penangkapan yang rendah low cost yang dipengaruhi oleh kenaikan komponen biaya operasi penangkapan ikan seperti kenaikan harga bahan bakar sebenarnya baik
untuk menjamin kelestarian sumberdaya ikan. Keadaan ini menunjukkan akan terjadi keseimbangan stok ikan di perairan tersebut, walaupun memberikan
keuntungan yang terbatas bagi nelayan.
Pengaturan upaya penangkapan trip dalam melaksanakan kebijakan pengelolaan perikanan stok sumberdaya ikan kuniran di Teluk Jakarta dilaksanakan
dengan cara mengurangi pengurangan nelayan dogol atau tidak menambah lagi jumlah unit kapal yang digunakan dalam proses penangkapan ikan kuniran. Langkah
ini dilakukan agar sesuai dengan kemampuan produksi dan daya pulih kembali sumberdaya ikan kuniran sehingga kapasitas yang optimal dan lestari dapat tercapai
kembali. Agar tidak terjadi masalah baru maka dibutuhkan kerjasama antara pemerintah sebagai pembuat kebijakan dan pengelola, masyarakat khususnya
nelayan serta pihak yang terkait untuk memahami pentingnya kebijakan ini dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat nelayan ke depannya.
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah : 1. Pertumbuhan ikan kuniran Upeneus sulphurensis di Teluk Jakarta berpola
allometrik positif. Faktor kondisi ikan kuniran yang terjadi pada bulan Oktober- Desember diduga sebagai awal munculnya ikan-ikan muda.
2. Pertumbuhan panjang Upeneus sulphureus di perairan Teluk Jakarta mengikuti model Von Bartallanfy L
t
= 139.76 1-e
-0.2571t+1.8435
untuk ikan betina dan L
t
= 133.36 1-e
-0.2462t+2.8104
untuk ikan jantan. Semakin tinggi nilai koefisien pertumbuhannya maka akan semakin pendek umur ikan tersebut.
3. Ikan kuniran yang ditangkap di perairan Teluk Jakarta memiliki rasio antara Betina dan Jantan sebesar 1 : 1,2. Tingkat kematangan gonad ikan kuniran jantan
dan betina terbanyak pada TKG I. Hal ini membuktikan ikan yang diamati selama penelitian merupakan ikan-ikan muda.
4. Laju mortalitas total Z sebesar 0,7915 per tahun untuk ikan betina dan 0,8655 per tahun untuk ikan jantan dengan laju mortalitas alami M sebesar 0,3879
untuk ikan betina dan 0,3820 untuk ikan jantan dan laju mortalitas tangkap F sebesar 0,4036 untuk ikan betina dan 0,4835 untuk ikan jantan sehingga diketahui
bahwa kematian Upeneus sulphureus di perairan Teluk Jakarta diakibatkan oleh aktivitas penangkapan dengan laju eksploitasi E sebesar 0,5099 untuk ikan
betina dan 0,5586 untuk ikan jantan. Hasil analisis menyatakan Upeneus sulphureus
di perairan Teluk Jakarta mengalami kondisi sedikit tangkap lebih overfishing yang ditandai dengan growth overfishing.
5. Tingginya tingkat eksploitasi ikan kuniran akan menurunkan stok populasi ikan di suatu perairan, sehingga dapat mengakibatkan ketidakpastian produksi yang
tinggi. Apabila upaya penangkapan dikurangi maka hasil produksi ikan kuniran akan semakin meningkat, ketidakpastian produksi akan menurun.
6. Penurunan potensi sumberdaya ikan di perairan Teluk Jakarta dapat dilakukan dengan cara penutupan daerah penangkapan pada periode waktu tertentu,
pengaturan upaya penangkapan, dan pengendalian alat tangkap.