menunjukkan dugaan terjadi growth overfishing yaitu sedikitnya jumlah ikan tua Sparre dan Venema 1999 karena ikan muda tidak diberikan kesempatan untuk
tumbuh sehingga dibutuhkan pengurangan dalam penangkapan ikan kuniran.
Pendugaan konstanta laju mortalitas total Z dilakukan melalui kurva hasil tangkapan yang dilinearkan berbasis data panjang yang digunakan Gambar 16 dan
Gambar 17.
4.2.7. Analisis ketidakpastian produksi dan harga
Pola distribusi analisis ketidakpastian meramalkan produksi dan harga ikan dilihat dari standar deviasi yang dihasilkan oleh pengolahan data berkala. Analisis
ini digunakan sebagai suatu pendekatan yang digunakan untuk memahami suatu resiko yang ditimbulkan dari adanya suatu ketidakpastian dalam pengelolaan
perikanan. Hasil analisis ketidakpastian terhadap produksi ikan kuniran disajikan pada Gambar 19.
Crystal Ball Student Edition Not for Commercial Use
Frequency Chart
.000 .008
.016 .023
.031
7.75 15.5
23.25 31
6.70 43.98
81.25 118.52
155.79
1,000 Trials 4 Outliers
Forecast: Produksi
Gambar 19. Diagram frekuensi volume produksi ikan kuniran Upeneus sulphureus periode Februari 2010-Februari 2011
Analisis ketidakpastian terhadap produksi ikan kuniran pada Gambar 19 memperlihatkan grafik kurva distribusi sebaran normal. Kurva ini memperlihatkan
penyebaran secara normal terhadap hasil produksi yang menceminkan banyaknya ketidakpastian dalam upaya penangkapan ikan. Ketidakpastian dalam perikanan
tangkap terlihat dari hasil perhitungan statistik yang didasarkan pada nilai rata-rata dan simpangan baku, terlihat pada Tabel 14.
Tabel 14. Statistik produksi ikan kuniran Upeneus sulphureus periode Februari 2010-Februari 2011
Statistik deskriptif Rata-rata
81,29 Nilai tengah
82,68 Mode ---
Simpangan baku 27,11
Ragam 734,90 Kemiringan -0,22
Kurtosis 2,99 Koefisien keragaman
0,33 Jarak interval
163,79 Minimum -7,29
Maksimum 156,50 Rata-rata standar kesalahan
0,86 Hasil simulasi statistik sebanyak 1000 percobaan simulasi untuk produksi
ikan kuniran diperoleh simpangan baku sebesar 27,11 kg dengan rata-rata produksi setiap sekali operasi penangkapan sebesar 81,29 kg. Hal ini menunjukkan terjadi
fluktuasi volume produksi ikan kuniran Upeneus sulphureus setiap sekali operasi penangkapan sebesar 27, 11 kg dari rata-rata volume produksi per perjalanan sebesar
81,29 kg, sehingga peluang terjadinya ketidakpastian tangkapan terhadap ikan kuniran di lokasi penangkapan Teluk Jakarta yang didaratkan di TPI Cilincing
Jakarta cukup tinggi. Nilai koefisien keragaman volume produksinya sebesar 0,33 menunjukkan ketidakpastian, semakin besar nilai koefisien keragaman maka
semakin menunjukkan ketidakpastian. Hasil penelitian Mayangsoka 2010 dengan jenis kegiatan perikanan modern menunjukkan nilai koefisien kergaman yang lebih
tinggi yaitu sebesar 0,70. Hal ini disebabkan fishing ground perikanan tangkap di TPI Cilincing tergolong dekat dan alat tangkap yang dioperasikan di sekitar Teluk
Jakarta, sedangkan fishing ground perikanan tangkap modern jaraknya jauh sehingga ketidakpastiannya lebih tinggi. Nilai skewness yang dihasilkan melalui
simulasi statistik hampir mendekati nol sehingga menggambarkan grafik berupa
sebaran normal dan dapat dikatakan terdapat ketidakpastian pada volume produksi ikan kuniran.
Analisis ketidakpastian dapat diaplikasikan untuk harga ikan kuniran Upeneus sulphureus yang menghasilkan kurva berbentuk distribusi sebaran
normal. Gambar 20 memperlihatkan frekuensi untuk harga per perjalanan ikan kuniran dan hasil analisis statistik terhadap harga ikan kuniran disajikan pada Tabel
15.
Crystal Ball Student Edition Not for Commercial Use
Frequency Chart
.000 .005
.009 .014
.018
4.5 9
13.5 18
2,023.89 2,266.88
2,509.86 2,752.85
2,995.83
1,000 Trials 22 Outliers
Forecast: Harga
Gambar 20. Diagram frekuensi harga ikan kuniran Upeneus sulphureus periode Februari 2010-Februari 2011
Frekuensi analisis harga ikan kuniran menggunakan metode Monte-Carlo menghasilkan bentuk kurva yang menyerupai frekuensi sebaran seragam. Kurva
frekuensi volume produksi ikan kuniran lebih menyerupai kurva distribusi seragam dibandingkan kurva frekuensi harga per perjalanan. Hal ini menunjukkan
ketidakpastian lebih besar terjadi dalam penentuan volume produksi ikan kuniran. Hasil analisis statistik harga ikan kuniran Upeneus sulphureus
menggunakan 1000 percobaan simulasi menghasilkan simpangan baku sebesar Rp.287,15 dengan rata-rata harga ikan kuniran sebesar Rp.2.509,08. Menunjukkan
terjadi fluktuasi harga ikan kuniran per perjalanan sebesar Rp. 287,15 dari rata-rata harga ikan kuniran per perjalanan sebesar Rp. 2.509,08. Nilai koefisien
keragamannya sebesar 0,11 yang nilainya lebih rendah dari koefisien keragaman hasil produksi. Nilai kemiringan hampir mendekati nol seperti hasil produksi yang
menggambarkan bahwa grafik tersebut memang grafik sebaran normal.
Tabel 15. Statistik harga ikan kuniran Upeneus sulphureus periode Februari 2010- Februari 2011
Statistik deskriptif Rata-rata 2,509.08
Nilai tengah 2,519.09
Mode --- Simpangan baku
287.15 Ragam 82,457.09
Skewness -0.06 Keruncingan 1.78
Koefisien keragaman
0.11 Jarak interval
997.84 Minimum 2,001.32
Maksimum 2,999.15 Rata-rata standar kesalahan
9.08 Bila dibandingkan dengan nilai koefisien keragaman harga ikan yang
dihasilkan dari penelitian Mayangsoka 2010 sebesar 0,19, ikan cakalang memiliki variasi harga yang lebih tinggi dibandingkan ikan kuniran. Hal ini disebabkan ikan
cakalang merupakan komoditas ekspor dalam skala besar sehingga penentuan harga ditentukan oleh Negara pengimpor. Berbeda dengan ikan kuniran yang merupakan
komoditas lokal, penentuan harga dilakukan oleh pemilik kapal atau pengumpul. Hal ini menunjukkan hasil tangkapan jenis kegiatan perikanan tradisional dan modern
memiliki peluang ketidakpastian berbeda. Kegiatan perikanan tradisional memiliki peluang ketidakpastian yang lebih kecil daripada upaya penangkapan modern.
4.2.8. Implikasi bagi pengelolaan ikan kuniran