Substrat perairan Teluk Jakarta umumnya didominasi lumpur, pasir, dan kerikil. Lumpur banyak terdapat di bagian pinggir dan tengah teluk, sedangkan pasir
semakin menonjol di bagian laut lepas. Teluk Jakarta termasuk dangkal, umumnya kurang dari 30 meter ke utara Nontji 1984 in Zainab 2001.
Teluk Jakarta termasuk wilayah yang memiliki curah hujan agak rendah dan menurut klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson bertipe iklim D, dengan nisbah
antara rata-rata jumlah bulan kering dan rata-rata jumlah bulan basah sebesar 60- 100. Suhu rata-rata berkisar antara 26,0
C pada bulan Februari sampai 27,0 C
pada bulan Oktober KPPL-DKI dan PPLH-IPB 1997 in Zainab 2001.
4.1.2. Kondisi perikanan kuniran di TPI Cilincing Jakarta
TPI Cilincing sebagai salah satu tempat pendaratan ikan dari empat TPI yang berlokasi di propinsi DKI Jakarta, berdiri tahun 1999 digunakan sebagai fasilitas
yang disediakan pemerintah kepada masyarakat nelayan di sekitar DKI Jakarta untuk melakukan transaksi kegiatan perikanan. Ikan kuniran merupakan hasil
tangkapan dominan ketiga 10 setelah ikan pepetek 59 dan ruca 25 yang ditangkap di Teluk Jakarta dan didaratkan di tempat pendaratan ikan TPI Cilincing
seperti yang disajikan pada Gambar 5.
Gambar 5. Komposisi hasil tangkap ikan dominan menggunakan jaring dogol yang didaratkan di TPI Cilincing
Sumber: modifikasi data sekunder TPI Cilincing tahun 2010
Jenis ikan kuniran yang dominan tertangkap adalah Upeneus sulphureus dengan daerah penangkapan sekitar Pulau Damar, perairan Teluk Jakarta.
Penangkapan ikan kuniran menggunakan alat tangkap jaring dogol yang dioperasikan dengan menggunakan kapal motor berukuran 5-6 GT. Spesifikasi alat
tangkap jaring dogol adalah panjang kantong 16 m, lebar kantong 10 m, panjang selambar 8 m. Ukuran mata jaring bagian kantong adalah 1,5 inchi – 3 inchi dan
ukuran mata jaring bagian selambar adalah 8 inchi. Jenis tangkapan yang dihasilkan alat tangkap tersebut diantaranya ikan kuniran, pepetek, kurisi, pari, dan kapasan.
Penduduk sekitar TPI Cilincing Jakarta sebagian besar berprofesi sebagai pedagang dan nelayan yang menggunakan alat tangkap tradisional berupa jaring
dogol, jaring puslon, jaring purse-seine, dan rumpon. Kapal-kapal yang digunakan oleh nelayan di TPI Cilincing dominan berukuran kurang dari 10 GT.
4.1.3. Sebaran frekuensi panjang
Ikan kuniran Upeneus sulphureus yang diamati selama penelitian pada tanggal 23 Oktober 2010 sampai dengan tanggal 18 Desember 2010 yang dihasilkan
dari lima kali pengamatan berjumlah 540 ekor, terdiri dari 206 ekor betina dan 247 ekor jantan. Kisaran panjang total ikan yang tertangkap antara 55,0 mm sampai
135,0 mm. Pada pengamatan ini diketahui panjang tertinggi yang diperoleh ikan betina 135,0 mm dan ikan jantan 125,0 mm. Pada pengambilan contoh pertama,ikan
kuniran terletak pada kisaran 67,0–130,0 mm dengan frekuensi tertinggi pada rata- rata ukuran panjang 107,0-110,0 mm. Pada pengambilan contoh kedua, ikan kuniran
terletak pada kisaran 83,0-134,0 mm dengan frekuensi tertinggi pada rata-rata ukuran panjang 95,0-98,0 mm untuk ikan betina dan 91,0-94,0 untuk ikan jantan.
Pada pengambilan contoh ketiga, ikan kuniran terletak pada kisaran 55,0-106,0 mm dengan frekuensi tertinggi pada rata-rata ukuran panjang 63,0-66,0 mm untuk ikan
betina dan jantan. Pada pengambilan contoh keempat, ikan kuniran terletak pada kisaran 67,0-122,0 mm dengan frekuensi tertinggi pada rata-rata ukuran panjang
103,0-110,0 mm untuk ikan betina dan 103,0-106,0 untuk ikan jantan. Pada pengambilan contoh kelima, ikan kuniran terletak pada kisaran 75,0-138,0 mm
dengan frekuensi tertinggi pada rata-rata ukuran panjang 87,0-90,0 mm untuk ikan betina dan 91,0-94,0 untuk ikan jantan.
Tabel 3. Sebaran frekuensi panjang ikan kuniran Upeneus sulphureus bulan Oktober-Desember 2010 di Teluk Jakarta
Selang Kelas
Sabtu Sabtu
Sabtu Sabtu
Sabtu 23 Oktober 2010
6 Nopemeber 2010 20 Nopember 2010
4 Desember 2010 18 Desember 2010
T B
J T
B J
T B
J T
B J
T 55-58
0 0 0 0 2 2 0 0 0 0
0 0 59-62
0 0 0 11 13 24 0 0 0 0 0 0 63-66
0 0 0 21 27 48 0 0 0 0 0 0 67-70
1 0 0 0 6 7 13
1 1 2 0
0 0 71-74
0 0 0 0 4 4 3 0 3 0
0 0 75-78
2 0 0 0 2 1 3 3
3 6 1 1 2
79-82 10
0 0 0 0 0 0 2 1 3 2
2 4 83-86
4 3 9 12 0 0 0 1 0 1 3 4 7
87-90 7
2 10
12 7
7 14
1 1
11 6
17 91-94
0 12 12 7 4 11 0 0 0 9 13 22
95-98 1
6 6 12 7 3 10 11
6 17 12
11 23 99-102
9 0 7 7 0 2 2
11 9
20 4
10 14
103-106 14
3 2 5 1 1 2 14
13 27
4 4 8
107-110 16
2 3 5 0 0 0 14
10 24
4 8 12
111-114 3
0 0 0 0 0 0 1 1 2 0
7 7 115-118
10 2 1 3 0 0 0 0
3 3 2 6 8
119-122 6
5 2 7 0 0 0 1 0 1 0
2 2 123-126
2 0 3 3 0 0 0 0
0 0 1 0 1
127-130 2
1 0 1 0 0 0 0 0 0 1
0 1 131-134
1 0 1 0 0 0 0 0 0 1
0 1 135-138
0 0 0 0 0 0 0 0 0 1
0 1 Total
87 25 55 80 62 71 133
63 47
110 56
74 130
Nb : B= betina; J= jantan; T= total Nelayan di TPI Cilincing yang menangkap ikan kuniran di perairan Teluk
Jakarta menggunakan alat tangkap dogol. Secara temporal, jumlah ikan kuniran yang tertangkap di Teluk Jakarta cenderung fluktuatif.
Berdasarkan hasil pengamatan, ikan yang tertangkap pada bulan Oktober sampai Desember lebih sedikit karena dipengaruhi oleh musim. Waktu pengambilan
contoh yang dilakukan merupakan musim barat sehingga hasil tangkapan ikan menurun. Analisis frekuensi panjang berguna dalam menentukan parameter
pertumbuhan dengan cara mengelompokkan ikan dalam kelas-kelas panjang dan
menggunakan modus panjang kelas untuk mengetahui umur ikan. Analisis frekuensi panjang ini menghasilkan fluktuasi yang menggambarkan adanya pengelompokkan
modus.
4.1.4. Tingkat kematangan gonad