Bartalanffy masing-masing adalah L
t
= 139,76 1-e
-0,26t+1,8435
dan L
t
= 133,36 1-e
- 0,25t+2,8104
. Koefisien pertumbuhan ikan kuniran betina mencapai 0,26 dan ikan kuniran jantan mencapai 0,25. Menurut Sparre dan Venema 1999, semakin rendah
koefisien pertumbuhan maka semakin lama waktu yang dibutuhkan oleh spesies tersebut untuk mendekati panjang infinitif dan sebaliknya semakin tinggi nilai
koefisien pertumbuhan semakin cepat waktu yang dibutuhkan oleh spesies tersebut untuk mendekati panjang infinitif.
Panjang total maksimum ikan kuniran yang tertangkap di perairan Teluk Jakarta dan didaratkan di TPI Cilincing adalah 135 mm untuk ikan betina dan 125
mm untuk ikan jantan. Dengan memplotkan umur bulan dan panjang teoritis mm ikan menghasilkan kurva pertumbuhan ikan. Diduga waktu yang dibutuhkan ikan
kuniran betina dan jantan untuk mencapai ukuran maksimum masing-masing selama 6 bulan dan 5 bulan. Panjang ikan kuniran akan mulai berhenti pada saat ikan
kuniran betina berumur 20 bulan dan ikan kuniran jantan berumur 29 bulan. Ikan muda memiliki laju pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan dengan ikan tua
mendekati L ∞.
Parameter pertumbuhan berperan penting dalam pengkajian stok ikan dan dalam menyusun rencana pengelolaan perikanan. Aplikasi yang paling sederhana
untuk mengetahui panjang ikan pada saat umur tertentu atau dengan menggunakan inverse
persamaan pertumbuhan von Bhartalanffy agar dapat diketahui umur ikan pada panjang tertentu.
4.2.3. Hubungan panjang-bobot
Hubungan panjang dan bobot ikan kuniran di Teluk Jakarta pada setiap pengambilan contoh menunjukkan tipe pertumbuhan yang sama Tabel 8 dan Tabel
9. Tipe pertumbuhan ikan kuniran pada pengambilan contoh pertama sampai dengan kelima menunjukan allometrik positif atau laju pertumbuhan bobot lebih
besar dari pada laju pertumbuhan panjangnya P0,05, Lampiran 3. Tabel 8. Hubungan panjang bobot ikan kuniran Upeneus sulphureus betina setiap
pengambilan contohnya di Teluk Jakarta
Pengambilan contoh
Waktu n a
b R
2
keterangan
1 23 Nopember 2010
87 0,000005 3,497 0,938 allometrik positif
2 6
Nopember 2010
25 0,00001 3,059 0,864 allometrik positif
3 20 Nopember 2010
62 0,000007 3,139 0,927 allometrik positif
4 4
Desember 2010
63 0,000005 3,214 0,929 allometrik positif
5 18
Desember 2010 56 0,000008
3,1 0,907 allometrik positif
Gabungan 206 0.00001 3,052 0,953 allometrik
positif
Tabel 9. Hubungan panjang bobot ikan kuniran Upeneus sulphureus jantan setiap pengambilan contohnya di Teluk Jakarta
Pengambilan contoh
Waktu n a
b R
2
keterangan 1
23 Nopemebr 2010 87
0,000005 3,497 0,938 allometrik positif 2
06 Nopember 2010 55
0,000003 3,337 0,873 allometrik positif 3
20 Nopember 2010 71
0,000007 3,139 0,896 allometrik positif 4
4 Desember 2010 47
0,000009 3,064
0,834 allometrik positif
5 18
Desember 2010 74 0,000006 3,172 0,892 allometrik
positif Gabungan
247 0.000009 3,082 0,944 allometrik positif
Pola pertumbuhan ikan kuniran dianalisis menggunakan data panjang dan bobot ikan sehingga dapat dilihat hubungan antara panjang dan bobot ikan kuniran
Upeneus sulphureus yang didaratkan di TPI Cilincing Jakarta. Hubungan panjang- bobot ikan kuniran disajikan pada Gambar 14.
Persamaan hasil analisis hubungan panjang dan bobot ikan kuniran Upeneus sulphureus
betina adalah W=0,000001L
3,052
. Sedangkan hasil analisis hubungan panjang dan bobot ikan kuniran Upeneus sulphureus jantan adalah
W=0,000009L
3,082
. Nilai b dari analisis regresi hubungan panjang dan berat lebih dari tiga menyatakan bersifat allometrik positif. Setelah dilakukan uji t
α= 0.05
Nilai b dari analisis hubungan panjang dan bobot lebih dari tiga, menunjukkan pola pertumbuhan ikan kuniran Upeneus sulphureus bersifat allometrik positif, artinya
laju pertumbuhan bobot lebih cepat dari pada laju pertumbuhan panjangnya Effendie 2002. Hasil regresi hubungan panjang-bobot secara logaritma
menghasilkan nilai determinasi R
2
rata-rata di atas 0,8 yang menunjukkan nilainya baik dan dapat digunakan dalam analisis data.
Gambar 14. Hubungan panjang-bobot ikan kuniran Upeneus sulphureus di Teluk Jakarta
Tabel 10. Perbandingan pola pertumbuhan ikan kuniran genus: Upeneus
Spesies Daerah Penangkapan
Pola Pertumbuhan Upeneus sulphureus
Teluk Jakarta Allometrik Positif
penelitian ini Upeneus sulphureus
Pantai utara Jawa Timur Allometrik Negatif
Syamsiyah 2010 Upeneus sulphureus
Perairan Semarang Isometrik
Martasuganda et al. 1991 in
Susilawati 2000 Upeneus sulphureus
Laut Jawa Isometrik
Marzuki et al. 1987 in Susilawati 2000
Pola pertumbuhan ikan kuniran yang diperoleh dari hasil analisis penelitian ini berbeda dengan pola pertumbuhan ikan kuniran di perairan Semarang, dan
perairan Laut Jawa yaitu bersifat isometrik. Sedangkan pola pertumbuhan ikan kuniran di perairan pantai utara Jawa Timur bersifat allometrik negatif. Perbedaan
pola pertumbuhan tersebut, disebabkan perbedaan spesies, waktu, tempat, dan kondisi lingkungan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Nikolski 1963 in Susilawati
2000 bahwa pola pertumbuhan organisme perairan bervariasi tergantung pada kondisi lingkungan dimana organisme tersebut berada serta ketersediaan makanan
yang dapat dimanfaatkan untuk menunjang kelangsungan hidup dan pertumbuhannya. Perbedaan pola pertumbuhan juga mungkin disebabkan oleh
musim, jenis kelamin, temperatur, waktu penangkapan, ketersediaan makanan dan jumlah populasi ikan yang dijadikan objek penelitian.
4.2.4. Faktor kondisi