hilangnya ekosistem berarti hilangnya kemampuan ekosistem tersebut untuk menyediakan barang dan jasa. Beberapa kasus bahkan hilangnya ekosistem ini
tidak dapat dikembalikan seperti sediakala, pilihan kebijakan pembangunan yang melibatkan ekosistem apakah akan dipertahankan seperti apa adanya, atau
dikonversi menjadi pemanfaatan lain merupakan persoalan pembangunan yang dapat dipecahkan dengan menggunakan pendekatan valuasi ekonomi. Dalam hal
ini, kuantifikasi manfaat dan kerugian cost harus dilakukan agar proses pengambilan keputusan dapat berjalan dengan memperhatikan aspek keadilan
Adrianto 2006. Mempertahankan sebuah kawasan ekosistem sebagai kawasan preservasi,
maka pengambil keputusan perlu mempertimbangkan biaya-biaya langsung yang diperlukan untuk menjaga kawasan tersebut ditambah dengan potensi hilangnya
manfaat pembangunan, apabila kawasan tersebut di konversi. Total biaya costs inilah yang kemudian menjadi basis bagi pengambilan keputusan dan dapat
didekati dengan metode valuasi ekonomi. Dengan demikian tujuan valuasi ekonomi pada dasarnya adalah membantu pengambil keputusan untuk menduga
efisiensi ekonomi dari berbagai pemanfaatan yang mungkin dilakukan terhadap ekosistem yang ada di kawasan. Asumsi yang mendasari fungsi ini adalah bahwa
alokasi sumberdaya yang dipilih adalah yang mampu menghasilkan manfaat bersih bagi masyarakat net gain to society yang diukur dari manfaat ekonomi
dari alokasi tersebut dikurangi dengan biaya alokasi sumberdaya tersebut. Namun demikian, siapa yang diuntungkan dan dirugikan dalam konteks nilai manfaat
masyarakat bersih net gain to society tidak dipertimbangkan dalam term economic efficiency
. Oleh karena itu, faktor distribusi kesejahteraan welfare distribution
menjadi salah satu isu penting bagi valuasi ekonomi yang lebih adil Ledoux dan Tuner 2002 in Adrianto 2006.
2.3.3.2 Pendekatan Valuasi Ekonomi
Terdapat beberapa pendekatan metodologi untuk melakukan penilaian valuasi dari sebuah ekosistem atau sumberdaya alam. Sebagian besar dari
pendekatan tersebut berbasis pada pendekatan biaya cost-approach dengan alasan bahwa pendekatan manfaat benefit-approach relatif lebih sulit diprediksi
Grigalunas dan Congar 1995 in Adrianto 2006. Menghitung manfaat ekonomi
sumberdaya yang berada di kawasan konservasi laut berbeda dengan perhitungan di luar kawasan konservasi laut. Untuk menghitung manfaat ekonomi dan
pengelolaan berbasiskan konservasi ada beberapa metode, diantaranya adalah model valuasi ekonomi dan model bioekonomi. Kedua model tersebut bisa
dilakukan penyesuaian-penyesuaian jika kondisi data tidak memadai. Selain untuk mengevaluasi kawasan konservasi, model valuasi ekonomi penting digunakan
dalam perencanaan pembangunan konservasi laut, diantaranya adalah untuk mengetahui bagaimana sebenarnya nilai dari sumberdaya alam yang ada di lokasi
tersebut sebagai justifikasi bagi pembangunan kawasan konservasi tersebut dan juga sebagai bahan masukan bagi stakeholder apakah bernilai membangun suatu
kawasan konservasi laut di kawasan tersebut Fauzi dan Anna 2005. Boquiren 2006 mengatakan bahwa pendekatan produktifitas merupakan
teknik valuasi berdasarkan hubungan fisik antara lingkungan dengan produksi barang dan jasa dari pasar market good and service. Teknik ini digunakan untuk
melihat perbedaan output produksi sebagai dasar perhitungan jasa dari terumbu karang. Pendekatan produktifitas sering digunakan untuk mengukur nilai dari
sektor perikanan dan pariwisata surplus produsen dan juga untuk menilai perubahan nilai dari output sebelum dan sesudah adanya suatu kejadian atau
ancaman atau intervensi pengelolaan. Perubahan produksi dalam perikanan digunakan untuk mengkalkulasi hilangnya nilai dari sektor perikanan karena
adanya ancaman dan gangguan terhadap terumbu karang seperti penambangan karang, atau bertambahnya nilai perikanan karena adanya intervensi pengelolaan
seperti diberlakukannya kawasan konservasi laut Cesar dan Chong 2004. Suatu ekosistem mempunyai kemampuan yang berbeda untuk
menyediakan produk akhir berupa barang maupun jasa. Sebagai contoh, ekosistem terumbu karang secara ekologi mampu menyediakan produk akhir berupa ikan,
udang, kepiting, dan sebagainya. Produk-produk akhir tersebut dalam konteks ini merupakan produktivitas ekosistem terumbu karang. Oleh karena itu, dengan
menggunakan metode effect on production fungsi ekosistem terumbu karang sebagai penyedia produk tersebut secara ekonomi dapat divaluasi. Secara
konseptual, pendekatan produktivitas beranjak dari pemikiran bahwa apabila ada gangguan terhadap sistem sumberdaya alam misalnya polusi, maka kemampuan
sumberdaya alam untuk menghasilkan aliran barang atau jasa menjadi terganggu injured. Gangguan ini mengakibatkan perubahan produksi barang dan jasa yang
dihasilkan oleh sumberdaya alam tersebut, yang pada akhirnya akan mengubah pula perilaku pemanfaatannya. Perubahan perilaku pemanfaatan ini akan
mengubah nilai dari sumberdaya alam tersebut Adrianto 2006. Menurut Grigalunas dan Congar 1995 in Adrianto 2006 pendekatan
produktivitas sangat berguna apabila produk final dapat secara relatif mudah dinilai dan informasi tentang aliran barang dan jasa dari SDA yang dinilai relatif
tersedia. Namun terkadang, konsumen tidak terlalu perhatian terhadap aliran barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumberdaya alam, sehingga bagian ini
menjadi yang terpenting dalam proses valuasi ekonomi dengan menggunakan pendekatan produktivitas ini. Pendekatan produktivitas memandang sumberdaya
alam sebagai input dari produk akhir yang kemudian digunakan oleh masyarakat luas. Dengan demikian, langkah pertama dari pendekatan ini adalah menentukan
aliran jasa dari sumberdaya alam yang dinilai kemudian dianalisis hubungannya dengan produk akhir yang dikonsumsi oleh masyarakat.
Barton 1994 in Adrianto 2006 menyatakan bahwa EOP diukur dengan menggunakan harga bayangan yang dihitung berdasarkan harga pasar yang telah
dijustifikasi dengan menggunakan faktor distorsi market atau ekuitas sosial seperti harga FOB apabila komoditas final produknya diekspor, harga tenaga kerja
oportunitas apabila menggunakan tenaga kerja domestik. Pendekatan EOP memerlukan sebuah pendekatan yang integratif antara flow ekologi dan flow
ekonomi karena pendekatan ini lebih memfokuskan pada perubahan aliran fungsi ekologis yang memberikan dampak pada nilai ekonomi sumberdaya alam yang
dinilai. Menurut Hufschmidt et al. 1983 in Adrianto 2006 memberikan beberapa langkah analisis integrasi ekologi-ekonomi dalam konteks metode EOP
adalah mengidentifikasi input sumberdaya, output dan residual sumberdaya dari sebuah proyek; melakukan kuantifikasi aliran fisik dari sumberdaya; melakukan
kuantifikasi keterkatian antar sumberdaya alam; melakukan kuantifikasi aliran dan perubahan fisik ke dalam terminologi kerugian dan manfaat ekonomi.
Metode pendekatan surplus merupakan pengukuran manfaat sumberdaya alam yang tepat karena pemanfaatan sumberdaya dinilai berdasarkan alternatif
penggunaan terbaiknya Green 1992 in Fauzi 2010. Konsep surplus konsumen merupakan selisih manfaat ekonomi yang diperoleh masyarakat dari
mengkonsumsi sumberdaya alam dan jumlah yang dibayarkan untuk mengekstraksi sumberdaya alam. Surplus konsumen terjadi jika harga yang
dibayarkan oleh konsumen terhadap suatu barang lebih tinggi dari harga pasarnya. Surplus konsumen akan terus naik jika konsumen terus membeli produk sampai
unit tertentu dan menghentikannya, karena jika diteruskan konsumen tidak akan mendapatkan surplus lagi. Nilai utility dianggap bahwa ukuran kemampuan
barangjasa untuk memuaskan kebutuhan. Besar kecilnya nilai utility yang dicapai konsumen tergantung dari jenis barang atau jasa dan jumlah barang atau jasa yang
dikonsumsi. Dengan demikian, bila kepuasan semakin tinggi maka semakin tinggi nilai guna atau utility sumberdaya, sebaliknya semakin rendah kepuasan dari suatu
barang maka utilitynya semakin rendah pula http:www.ramaalessandro2. multiply. comjournalitem2
.
2.3.4 Indikator Kelembagaan Daerah Perlindungan Laut