5 HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Evaluasi Indikator Ekologi
5.1.1 Kondisi Tutupan Karang Hidup
Pengamatan kondisi terumbu karang difokuskan di Daerah Perlindungan Laut DPL Desa Mattiro Labangeng. Pada saat pengamatan kondisi perairan
cukup jernih dimana kedalaman lokasi penelitian berkisar 6-7 meter dengan kekuatan arus relatif kuat. Pengamatan berlangsung ± 3 jam disebabkan pencarian
transek permanen yang telah dipasang oleh LIPI untuk meletakkan transek garis roll meter diatasnya.
Formasi yang terlihat pada komunitas terumbu karang, tersusun atas penutupan oleh beberapa komponen yakni karang hidup hard coral, soft coral,
karang mati, alga, biotik lainnya sponge dan gastropoda, dan komponen biotik patahan karang dan pasir. Berdasarkan hasil pengamatan didapatkan persentase
penutupan karang hidup di DPL Desa Mattiro Labangeng termasuk kategori “Sedang”. Hal ini karena didapatkan persentase karang hidup hardcoral sebesar
36, sementara persentase penutupan bentik yang lain diantaranya adalah softcoral
3, sponge sebesar 25, dan komponen dead coral alga DCA yakni 12, selain itu didapatkan komponen Alga sebesar 3. Hasil pengamatan
komponen dan persentase tutupan bentik disajikan pada Lampiran 1 dan Gambar 10.
Gambar 10 Persentase tutupan komponen bentik.
36
3 25
1 9
12 2
9 3
HC SC
SP RB
S DCA
DC OT
A
Pengamatan juga dilakukan pada tahun sebelumnya yakni pada saat sebelum adanya penetapan DPL tahun 2005 oleh PPTK-UNHAS dan pemasangan
transek permanen tahun 2008 oleh LIPI. Hasil pengamatan tutupan karang hidup pada tahun 2005 dan 2008 ini menunjukkan adanya kenaikan persentase karang
hidup, seperti yang dapat dilihat pada Gambar 11COREMAP II-PPTK UNHAS2006; COREMAP II-LIPI 2008; Studi ini 2010.
Gambar 11 Persentase tutupan karang hidup tahun 2005, 2008 dan 2010. Berdasarkan gambar diatas persentase tutupan karang hidup mengalami
kenaikan sebesar 6 yakni dari 20 pada tahun 2005 menjadi 26 pada tahun 2008. Kenaikan ini diduga karena adanya penetapan DPL pada sebagian perairan
Desa Mattiro Labangeng sehingga aktivitas penangkapan ikan yang secara tidak langsung bisa merusak terumbu karang tidak dilakukan lagi oleh masyarakat
setempat. Kenaikan tutupan karang ini semakin bertambah dengan adanya penandaan DPL berupa pelampung pada tahun 2008, dimana penandaan ini
dimaksudkan sebagai informasi bagi nelayan Desa Mattiro Labangeng dan nelayan desa lainnya untuk tidak melakukan segala aktivitas perikanan di areal
DPL tersebut, sehingga organisme yang ada di areal DPL dapat melakukan recovery
maupun berkembang biak. Kenaikan tutupan karang ini terus berlangsung pada pengamatan tahun
2010, hal ini ditunjukkan adanya kenaikan persentase kondisi tutupan karang hidup, yakni dari 26 pada tahun 2008 menjadi 36 pada tahun 2010. Kenaikan
ini juga diikuti dengan menurunnya komponen penutupan bentik Dead Coral Alga
5 10
15 20
25 30
35 40
2005 2008
2010 2005
2008 2010
DCA dan pecahan karang Tabel 9. Selain itu kenaikan tutupan karang pada DPL Desa Mattiro Labangeng dalam kurun waktu 5 tahun dapat terlihat karena
selain ditetapkannnya sebagai areal perlindungan, areal DPL ini juga diatur sebagai daerah “larang ambil” atau tertutup secara permanen dari berbagai
aktivitas pemanfaatan yang bersifat ekstraktif pengambilan. Hasil yang sama dapat dilihat pada penelitian Christie et al. 2002, menunjukkan adanya
peningkatan tutupan karang hard coral cover pada daerah yang dilindungi secara permanen, tutupan karang ini meningkat 20 sampai 46 selama periode
1984-1999. Tabel 9 Persentase penutupan bentik tahun 2008 dan 2010
Kode Kategori
Persentase Tutupan Komponen Bentik 2008
2010
HC Hardcoral
26 36
SC Softcoral
3 SP
Sponge 22
25 RB
Rubble 4
1 S
Sand 10
9 DCA
Dead coral alga 28
12 DC
Dead coral 2
OT Other
8 9
A Alga
3 Si
Silt 2
Keterangan: : COREMAP II-LIPI 2008; : Studi ini 2010
Pengamatan pada tahun 2008 dan 2010 mengindikasikan adanya pertumbuhan organisme alga dari0 2008 menjadi 3 2010 dengan jenis alga
yang ditemukan berupa Halimeda dan Turbinaria. Keberadaan alga yang tumbuh di DPL ini diduga karena Desa Mattiro Labangeng merupakan zona dalam yang
berbatasan langsung dengan pesisir Kabupaten Pangkep, sehingga pengaruh dari daratan run-off Kabupaten Pangkep dapat mempengaruhi perairan desa ini
khususnya daerah perlindungan laut DPL. Hal ini sesuai dengan McCook 2001 yang menyatakan bahwa keberadaan makroalga pada ekosistem terumbu karang
yang terdegradasi merupakan akibat dari pengkayaan nutrient dan sedimentasi dari terrestrial run-off. Tingginya aktifitas run-off dari daratan ke perairan Desa
Mattiro Labangeng biasanya terjadi pada musim barat hal ini terkait dengan curah hujan yang meningkat pada musim ini.