hanya secara teknis dan manajemen tetapi membentuk sikap dan pola tingkah laku. Berdasarkan hasil wawancara dengan stakeholder LPSTK, beberapa
pelatihan dan pertemuan telah diikutinya, baik tingkat lokal dan nasional. Pelatihan ini memberikan nilai plus dalam pengetahuan tentang DPL dan
program-programnya. Pelatihan ini juga dipraktekkan bersama dengan masyarakat lainnya dan diantara pelatihan yang telah diikuti oleh stakeholder antara lain
http:www.coremap.or.idpelatihan: Pelatihan Penilaian Ekosistem Terumbu Karang Metode Point Intercept
Transect PIT dilaksanakan di Kabupaten Pangkep pada tahun 2010.
Workshop Evaluasi dan Percepatan Pelaksanaan CRITC dilaksanakan di Jakarta pada tahun 2009.
Pelatihan Pengenalan Metode PIT Untuk Penilaian Kesehatan Terumbu Karang dilaksanakan di Kabupaten Pangkep pada tahun 2008.
Pelatihan Metode Penilaian Ekosistem Terumbu Karang Lanjutan dilaksanakan di Kabupaten Pangkep pada tahun 2007.
Pelatihan Keuangan Desa pada tahun 2006. Pengenalan Biota serta Identifikasi Jenis-Jenis Ekosistem Terumbu Karang
dilaksanakan di Jakarta Pulau Pari-Kepulauan Seribu pada tahun 2005. Menurut Pomeroy et al. 2004, pelaksanaan pelatihan dan workshop bagi
stakeholder dapat dijadikan sebagai ukuran efektivitas dalam program. Hal ini
berarti semakin banyak pelatihan dan workshop diadakan bagi stakeholder pengelola akan memberikan pengetahuan dan kemampuan yang mandiri dan
kepuasan dalam mengelola sumberdaya laut terutama DPL. Beberapa pelatihan yang didapatkan stakeholder ditampilkan pada Gambar 15 berikut,
Gambar 15 Pelatihan penilaian ekosistem terumbu karang dan workshopevaluasi pelaksanaan CRITC.
5.2.8 Tingkat Partisipasi StakeholderPengelola
Penilaian tingkat partisipasi stakeholder diukur pada keaktifan stakeholder dalam memutuskan dan keterlibatan terhadap pengelolaan DPL sehingga dengan
visi dan misi seorang stakeholder dapat dipertimbangkan oleh pemerintah pusat atau manager pengelola DPL Pomeroy et al. 2004. Keterlibatan stakeholder
tidak hanya di lingkungan sendiri namun harus aktif antar jejaring pihak pengelola DPL lainnya yang ada di Kabupaten Pangkep.
Pihak LPSTK Desa Mattiro Labangeng bersama pihak LPSTK desa lainnya telah mendukung pembentukan Kawasan Konservasi Laut Daerah
KKLD untuk Kabupaten Pangkep. Peran pihak LPSTK ini memfasilitasi pemangku kepentingan lokal dan masyarakat desa dalam menyalurkan masukan-
masukan dan isu-isu pengelolaan pada rencana pengembangan DPL skala desa menjadi Kawasan Konservasi Laut Daerah KKLD skala kabupaten yang baru
saja di deklarasikan pada tahun 2010. Menurut Cormick 1979 in Husain 2008, peran serta masyarakat dalam
proses pengambilan keputusan didasarkan pada sifatnya, yakni yang bersifat konsultatif dan bersifat kemitraan. Peran serta masyarakat dengan pola hubungan
konsultatif antara pihak pejabat pengambil keputusan dengan kelompok masyarakat yang berkepentingan, anggota-anggota masyarakatnya mempunyai
hak untuk didengar pendapatnya dan untuk diberi tahu, dimana keputusan terakhir tetap berada di tangan pejabat pembuat keputusan tersebut. Sedangkan dalam
konteks peran serta masyarakat yang bersifat kemitraan, pejabat pembuat keputusan dan anggota-anggota masyarakat merupakan mitra yang relatif sejajar
kedudukannya. Upaya penetapan kawasan akan efektif dan efisien apabila prosesnya
dilakukan secara terpadu dengan seluruh stakeholder baik pemerintah, masyarakat, maupun swasta di wilayah setempat. Dengan demikian pihak LPSTK
dan masyarakat Desa Mattiro Labangeng yang akan terkena dampak dari penetapan Kawasan Konservasi Laut Daerah KKLD ini, diharapkan berperan
aktif dalam upaya mendapatkan manfaat lebih besar dari pemanfaatan ruang yang mencakup wilayahnya dan meminimalisasi konflik pemanfaatan ruang dengan
berorientasi keuntungan dan kesejahteraan masyarakat.
5.3 Efektivitas Pengelolaan Daerah Perlindungan Laut
5.3.1 Analisis Stakeholder
Keberhasilan pengelolaan DPL didasarkan pada pencapaian maksud dan tujuan pengelolaan DPL. Keberhasilan pengelolaan DPL Desa Mattiro Labangeng
ini tidak lepas dari peran stakeholder yang terlibat di dalamnya. Keterlibatan stakeholder
dalam pengelolaan bersama DPL ini sangat penting dalam mendukung terlaksananya pengelolaan DPL yang baik. Masing-masing
stakeholder mempunyai peran dan tugas dalam pengelolaan tersebut. Nilai
kepentingan dan pengaruh masing-masing stakeholder diketahui melalui analisis stakeholder
Lampiran 16. Berdasarkan klasifikasi garis linier dalam analisis stakeholder
pada Gambar 16, stakeholder yang berada diatas garis linier menunjukkan tingkat kepentingan pengaruh stakeholder yang tinggi, sedangkan
stakeholder yangberada di bawah garis linier menunjukkan tingkat kepentingan
dan pengaruh stakeholder yang rendah.
Gambar 16 Analisis stakeholder DPL Desa Mattiro Labangeng Kabupaten Pangkep
Analisis penilaian skorterhadap stakeholder pada gambar di atas terlihat bahwa posisi stakeholder di atas garis linier adalah Direktorat Jenderal Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil X1, COREMAP II pusat X2, Dinas Perikanan dan Kelautan X3, LSM X4, Kelompok Nelayan X7, Nelayan X9, Aparat Desa
X10 dan Anggota LPSTK X11, sedangkan stakeholder yang berada dibawah
Keterangan: X1= Dirjen Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
X7= Kelompok nelayan X2= COREMAP Phase II pusat
X8= Sektor privat X3= Dinas Perikanan dan Kelautan
X9= Nelayan X4=LSM
X10=Aparat desa X5= Akademisi
X11= Anggota LPSTK X6= Publik Figur
X12= Pengumpul X1
X2 X3
X4 X5
X6 X7
X8 X9
X10 X11
X12 0.00
1.00 2.00
3.00 4.00
5.00 6.00
7.00
0.00 1.00
2.00 3.00
4.00 5.00
6.00 7.00
K e
pent ingan
Pengaruh
garis linear adalah Akademisi X5, Publik Figur X6, Pengumpul X8 dan Sektor Privat X12. Stakeholder yang berada diatas garis linier tersebut yang
menentukan indikator efektivitas terpilih dan diharapkan menentukan kebijakan- kebijakan yang akan diambil terkait dengan pengelolaan DPL Desa Mattiro
Labangeng yang efektif.
5.3.2 Indikator Efektivitas Terpilih dan Dampaknya
Penentuan indikator efektivitas terpilih didapatkan berdasarkan analisis stakeholder,
yakni indikator-indikator efektivitas yang ada pada IUCN International Union for Conservation of Nature dalam Pomeroy et al. 2004
dipilih oleh stakeholder dan dianggap indikator yang menggambarkan efektivitas pengelolaan DPL Desa Mattiro Labangeng. Kriteria indikator efektivitas ini
dibagi dalam 3 tiga kelompok, yaitu ekologi kondisi tutupan karang dan kelimpahan ikan target, kriteria sosial-ekonomi pendapatan, sikap masyarakat
dan nilai ekonomi sumberdaya terumbu karang, dan kelembagaan jumlah pelatihan stakeholder Lampiran 17. Indikator tersebut ditentukan batas kritisnya
Critical Threshold ValueCTV dan dipadukan menggunakan grafik Amoeba Brink Ten et al. 1991; Ridaura et al. 2002; Glaser 2003. Penilaian dampak
dilihat dengan membandingkan kondisi ekologi, sosial-ekonomi dan kelembagaan sebelum dan setelah penetapan DPL dengan nilai batas kritis Critical Threshold
Value CTV. Pengelompokkan indikator efektivitas terpilih beserta nilai kritis dan
dampaknya dapat dilihat pada Tabel 21 berikut, Tabel 21 Indikator efektivitas terpilih beserta nilai CTV dan dampaknya
Kriteria Indikator Terpilih
Unit CTV
Kondisi Sebelum
2005 Sesudah
2010
Ekologi a. Kondisi Tutupan
Karang b. Kelimpahan Ikan
Target Individu
25 25
20 24
36 79
Sosial- Ekonomi
c. Pendapatan d. Nilai ekonomi
sumberdaya terumbu karang
Rpthn Rphathn
4.320.000 225.000.000
1.508.050 42.635.910
7.997.625 52.084.390
e. Sikap masyarakat 25
- 86.66
Kelem- bagaan
f. Jumlah pelatihan stakeholder
Jumlahthn 1
4 4