Hubungan antara aktifitas merokok dengan KVP pada Operator Hubungan antara status gizi dengan KVP pada Operator SPBU

75 BAB VI PEMBAHASAN

6.1 Keterbatasan Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014, ada beberapa keterbatasan diantaranya sebagai berikut: a. Saat menanyakan aktifitas olahraga, peneliti berasumsi bahwa persepsi pekerja dalam menjawab bisa menyebabkan ketidaksesuaian pada jawaban yang didapatkan. Pilihan jawaban seharusnya ditambahkan dengan kategori yang tidak berolahraga. b. Paparan debu diukur dengan menggunakan Epam Model Haz Dust 505, apabila pengukuran dilakukan dengan menggunakan Personal Dust Sampler, maka hasil yang didapatkan akan spesifik terhadap pekerja. c. Saat melakukan penimbangan badan dengan timbangan injak tidak dilakukan kalibrasi timbangan setelah digunakan oleh responden, sehingga pada penimbangan selanjutnya dimungkinkan terjadi pergeseran angka tidak kembali pada angka nol, dan mengakibatkan berat badan yang dihasilkan mempengaruhi kevalidan variabel status gizi yang didapatkan. d. Untuk mengukur variabel aktifitas merokok tidak menggunakan indeks Brinkman karena lama merokok tidak dihitung sehingga kategori dalam variabel aktifitas merokok terlalu umum dan kurang spesifik. Indeks Brinkman ini dapat digunakan untuk mengukur derajat dosis rokok yang telah dikonsumsi oleh pekerja. e. Pada penelitian ini, untuk mengukur riwayat penyakit hanya berdasarkan ingatan para pekerja tentang diagnosis dokter, tanpa ada pemeriksaan kesehatan dilakukan secara langsung.

6.2 Kejadian Kapasitas Vital Paru KVP

Kapasitas vital paru KVP adalah salah satu cara untuk mengukur kemampuan paru menampung udara seseorang dengan cara meniupkan napas secara paksa ke dalam spirometer sehingga dapat diketahui apakah orang tersebut memiliki gangguan fungsi paru atau tidak. Kapasitas vital paru yang baik adalah yang memiliki KVP minimal 80 menurut American Thorasic Society Ikhsan, 2002. Salah satu titik area dengan tingkat pencemaran udara yang tinggi adalah pada SPBU. Posisi SPBU yang kebanyakan tepat berada di pinggir jalan raya, memungkinkan petugasoperator terpapar secara langsung lingkungan kualitas udara yang tidak baik. Operator SPBU juga memiliki risiko tinggi terpapar bahan kimia berbahaya dari pembakaran yang tidak sempurna kendaraan bermotor yang sedang menunggu antrian pengisian bahan bakar, atau pun kendaraan yang berangkat setelah mengisi bensin. Kejadian tersebut apabila berlangsung secara terus-menerus akan berdampak secara langsung terhadap kesehatan dan terjadi pengendapan gas emisi kendaraan bermotor dalam paru-paru. Ini akan menyebabkan terjadinya penurunan KVP. Hasil penelitian terkait KVP pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat tahun 2014 yang dilakukan pada bulan Maret-Juli didapatkanlah hasil bahwa operator yang