Pendidikan Agama Islam Kelas IX
90
Salah satu hubungan baik yang tercatat adalah adanya korespondensi antara Raja Sriwijaya, yaitu Shri Indravarman dengan Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Ibnu Abdir Rabih
dalam karyanya al-Iqdul Farid yang dikutip oleh Azyumardi Azra dalam bukunya Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII menyebutkan
korespondensi tersebut. Dalam hal ini Raja Shri Indravarman mengirimkan surat kepada Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang isinya sebagai berikut. ”Dari raja diraja yang adalah
keturunan seribu raja; yang istrinya juga cucu seribu raja; yang di kandang binatangnya terdapat seribu gajah; yang di wilayahnya terdapat dua sungai yang mengairi pohon gaharu,
bumbu-bumbu wewangian, pala, dan kapur barus yang semerbak wanginya hingga menjangkaui jarak 12 mil; kepada Raja Arab yang tidak menyekutukan tuhan-tuhan lain
dengan Tuhan. Saya telah mengirimkan kepada Anda hadiah yang sebenarnya merupakan hadiah yang tidak begitu banyak, tetapi sekadar tanda persahabatan. Saya ingin Anda
mengirimkan kepada saya seseorang yang dapat mengajarkan Islam kepada saya dan menjelaskan kepada saya tentang hukum-hukumnya.”
Itulah antara lain bunyi surat Raja Shri Indravarman kepada Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Tidak jelas apakah selanjutnya Shri Indravarman memeluk agama Islam. Meskipun
demikian, hubungan korespondensi tersebut menunjukkan adanya hubungan yang baik antara muslim Arab dengan penduduk pribumi Nusantara.
2. Kerajaan Islam di Pulau Jawa
Sebagaimana di Sumatra, kerajaan Islam juga berkembang di Pulau Jawa. Penyebaran Islam yang didukung oleh kerajaan di Sumatra
memberikan pengaruh yang sangat kuat terhadap perkembangan kerajaan di Jawa. Hal ini tidak lepas dari peran para ulama penyebar
Islam di Pulau Jawa yang dikenal sebagai Wali Sanga. Para wali ini menyebarkan Islam dalam cakupan yang luas. Dari tangan merekalah
beberapa kerajaan Islam muncul, di antaranya Kerajaan Demak, Pajang, Mataram Islam, dan Banten. Komaruddin Hidayat dan Ahmad Gaus
Af. 2006: halaman 89
a. Kerajaan Demak
Kerajaan Demak merupakan kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa. Kerajaan ini didirikan oleh Raden Patah bersama para wali
pada tahun 1475. Raden Patah dipilih sebagai raja pertama karena ia memiliki darah penerus Kerajaan Majapahit. Saat itu Kerajaan
Majapahit sedang dirundung pergolakan perebutan kekuasaan. Raden Patah yang berada di Demak, sebuah kota di pantai utara
Jawa tidak terlalu terkena dampak kemelut di pusat kekuasaan Majapahit. Melihat rona keruntuhan Majapahit sudah di depan mata,
para wali berinisiatif untuk mendirikan kerajaan baru yang bercorak Islam dengan pusat pemerintahan di Demak.
Dengan letaknya yang sangat strategis, Demak menjadi negara yang besar. Terlebih setelah keruntuhan Kerajaan Majapahit, banyak
kota di wilayah pantai utara yang memberi dukungan. Saat itu ulama
Pendidikan Agama Islam Kelas IX
91
juga memegang peranan yang penting dalam pemerintahan. Terbukti dengan diangkatnya Sunan Kalijaga dan Ki Wanalapa sebagai pe-
nasihat kerajaan. Kerajaan Demak mengalami masa keemasan pada masa
pemerintahan Sultan Trenggono. Saat itu selain menjadi kerajaan yang makmur, Demak juga dikenal memiliki kekuatan militer yang
mengagumkan. Kerajaan Demak berhasil menghambat laju masuknya penjajah Portugis ke Pulau Jawa. Pada tahun 1527 ketika
armada Portugis datang untuk mendirikan benteng di Sunda Kelapa, Kerajaan Demak telah berhasil memukul mundur. Atas kemenangan-
nya, Sunda Kelapa diubah namanya menjadi Jayakarta yang berarti ”kemenangan abadi”.
Kejayaan dan kekuasaan Kerajaan Demak lambat laun
mulai meredup. Perebutan kekuasaan yang terjadi di
kalangan keluarga kerajaan menyebabkan kerajaan Islam
pertama ini tidak mampu bertahan. Pada saat pemerin-
tahan dipegang oleh Jaka Tingkir pusat pemerintahan-
nya dipindah dari Demak menuju Pajang.
b. Kerajaan Pajang
Kerajaan Pajang adalah kelanjutan Kerajaan Demak. Melihat suasana di Demak yang semakin tidak kondusif, Jaka Tingkir
memindahkan pusat kerajaan ke daerah pedalaman, yaitu di Pajang, Surakarta. Kerajaan ini didirikan dan dipimpin oleh Jaka Tingkir,
putra menantu Sultan Trenggono, yang diberi wilayah kekuasaan di Pajang. Lambat laun Pajang memiliki pengaruh yang sangat kuat
hingga Jaka Tingkir sendiri menobatkan dirinya sebagai Sultan Pajang dengan gelar Sultan Adiwijaya.
Setelah Sultan Adiwijaya wafat, pemerintahan dilanjutkan oleh Arya Pangiri. Ia bukan anak kandung Sultan Adiwijaya. Adapun
anak Sultan Adiwijaya, yaitu Pangeran Benowo yang saat itu masih kecil, diangkat sebagai adipati. Hal ini menimbulkan kekacauan dalam
Kerajaan Pajang. Pangeran Benowo tidak menerima keputusan ini. Ia akhirnya bersekutu dengan Sutawijaya untuk menggulingkan
pemerintahan. Usaha ini pun berhasil. Pangeran Benowo diangkat sebagai Sultan Pajang. Namun, jasa Sutawijaya yang membantunya
harus dibayar dengan pengakuan penguasa Pajang berada di bawah kekuasaan Mataram Islam, kerajaan yang didirikan oleh Sutawijaya.
Sumber: www.wikiwak.com
▼ Gambar 7.5
Kerajaan Demak mengawali proses politik Islam di tanah Jawa.
Pendidikan Agama Islam Kelas IX
92
c. Kerajaan Mataram Islam
Kerajaan Mataram Islam berdiri pada tahun 1586. Kerajaan Mataram didirikan oleh Sutawijaya dengan gelar Panembahan
Senopati Ing Alaga Sayidin Panatagama. Gelar ini menunjukkan keberadaan agama Islam dalam kehidupan Kerajaan Mataram Islam.
Pada masa kekuasaannya, Mataram diliputi sejumlah pemberontakan dari berbagai wilayah kerajaan. Para bupati yang semula tunduk pada
kekuasaan Pajang, secara serentak menolak Mataram. Akan tetapi, masalah ini dapat segera diatasi. Pemberontakan-pemberontakan
yang terjadi berhasil dipadamkan. Kerajaan Mataram mencapai masa kejayaan pada masa kekuasaan Sultan Agung Hanyakrakusuma yang
bergelar Sultan Agung Senopati Ing Alaga Ngabdurrahman Khalifatullah. Saat itu kekuasaan Mataram Islam mencapai wilayah
yang sangat luas dan seluruhnya berhasil disatukan.
Pada masa Sultan Agung, Kerajaan Mataram Islam mencapai puncak kejayaannya. Artinya, prestasi yang diperoleh Sultan Agung
belum dapat dikalahkan oleh para penerusnya. Beberapa usaha aktif yang dilakukan oleh Sultan Agung adalah upayanya untuk mengusir
penjajah Belanda yang menggunakan baju VOC di Batavia atau Jayakarta. Usaha Sultan Agung ini dilakukan pada tahun 1628 dan
1629 Masehi. Meskipun tidak sepenuhnya berhasil, usaha ini menyebabkan Belanda mengubah taktik penjajahannya di Nusantara.
Upaya lain yang dilakukan oleh Sultan Agung adalah penguatan ekonomi rakyat dan penyebarluasan agama Islam. Pada masa tersebut,
upaya mendekatkan agama Islam dengan tradisi yang berkembang di masyarakat mendapat sambutan masyarakat luas. Dengan usaha
ini Islam dapat diterima oleh kalangan luas masyarakat.
Setelah kepemimpinan Sultan Agung, penguasa silih
berganti dengan berbagai corak dan prestasi yang ber-
hasil dicapai. Pada masa perjuangan kemerdekaan,
Kerajaan Mataram dipimpin oleh Sri Sultan Hamengku
Buwono IX. Sebagai raja dan pejuang kemerdekaan, beliau
aktif menggalang perjuangan untuk membebaskan bangsa
Indonesia dari penjajahan. Meskipun ia seorang raja,
wawasan kebangsaannya
Sumber: www.photobucket.com
▼ Gambar 7.6
Kerajaan Mataram masih ada hingga saat ini meskipun melebur dengan negara Indonesia
sebagai Daerah Istimewa Yogyakarta.