17
bersamaan meningkatkan peran serta orangtua. Bentuk peranserta yang baik adalah yang mencakup keterlibatan yang berorientasi
tugas, proses dan pada perkembangan Patmonodewo Soemiarti, 2003: 125.
Bentuk partisipasi lainnya yaitu „parental involvement’ dan
„parental participation’. Davis dalam Dwiningrum, 2015: 72-73 mengemukakan bahwa;
“Indikasi parental participation adalah orangtua berpengaruh atau berupaya mempengaruhi dalam pengambilan keputusan pada hal-
hal yang sangat penting di sekolah, seperti penentuan program sekolah, masalah keuangan dan lain-lain. Sebaliknya indikasi
parental involvement mengarah pada keterlibatan orangtua pada semua jenis aktivitas yang ditujukan untuk mendukung program-
program sekolah.” Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas, dapat disimpulkan
bahwa terdapat beragam bentuk partisipasi orangtua antara
lainpartisipasi langsung; partisipasitidak langsung; partisipasi fisik; partisipasi non fisik;parental involvement;parental participation;
partisipasi orangtua sebagai assets dan deficits; partisipasi yang berorientasi pada tugas, proses, dan perkembangan; serta partisipasi
dalam pengambilan keputusan, pelaksanaan, pengambilan manfaat, dan evaluasi.
3. Tingkatan Partisipasi Orangtua
Selain dilihat dari bentuk-bentuknya, partisipasi orangtua dapat pula dilihat dari tingkatan partisipasinya. Peter Oakley dalam
Dwiningrum, 2015: 65-66 memetakan partisipasi dalam tujuh tingkatan, yaitu sebagai berikut :
18
d. Manipulation, merupakan tingkat paling rendah mendekati situasi
tidakada partisipasi, cenderung berbentuk indoktrinasi. e.
Consultation, yaitu dimana stakeholder mempunyai peluang untukmemberikan saran akan digunakan seperti yang mereka
harapkan. f.
Consensus-building, yaitu
dimana pada
tingkat ini
stakeholderberinteraksi untuk saling memahami dan dalam posisi salingbernegosiasi, toleransi dengan seluruh anggota kelompok.
Kelemahanyang sering terjadi adalah individu-individu dan kelompok masihcenderung diam atau setuju bersifat pasif.
g. Decision-making, yaitu dimana konsensus terjadi didasarkan
padakeputusan kolektif dan bersumber pada rasa tanggungjawab untukmenghasilkan sesuatu. Negosiasi pada tahap ini mencerminkan
derajatperbedaan yang terjadi dalam individu maupun kelompok.
h. Risk-taking, yaitu dimana proses yang berlangsung dan
berkembangtidak hanya sekedar menghasilkan keputusan, tetapi memikirkan akibatdari hasil yang menyangkut keuntungan,
hambatan, dan implikasi. Padatahap ini semua orang memikirkan resiko yang diharapkan dari hasilkeputusan. Karenanya, akuntabilitas
merupakan basis penting.
i. Partnership, yaitu memerlukan kerja secara equal menuju hasil
yangmutual. Equal tidak hanya sekedar dalam bentuk struktur dan fungsitetapi dalam tanggungjawab.
j. Self-management, yaitu puncak dari partisipasi masyarakat.
Stakeholderberinteraksi dalam proses saling belajar learning process untukmengoptimalkan hasil dan hal-hal yang menjadi
perhatian.
Khumas dkk dalam Dwiningrum, 2015: 73-75 berpendapat bahwa proses keterlibatan atau partisipasi orangtua di sekolah dapat disusun
secara sistematis sebagai berikut : a.
SpectatorLevel I, menunjukkan keterlibatan orangtua di sekolah sangat kecil bisa dikatakan tidak ada. Orangtua merasakan bahwa
sekolah dan guru merupakan sebuah kekuasaan yang otonom sehingga menginginkan campur tangan orangtua. Pintu sekolah dipandang oleh
orangtua sebagai penghalang untuk berpartisipasi. Aktivitas yang menuntut partisipasi orangtua dilakukan di luar sekolah. Peran orangtua
sangat terbatas. Komunikasi antara guru dan orangtua, baik melalui surat atau telepon sangat jarang terjadi. Bentuk komunikasi terjadi
hanya bila orangtua mempunyai keluhan atau penolakan terhadap informasi yang diterima mengenai anaknya. Lebih buruk dari itu,
orangtua memperlihatkan reaksi yang berlebihan terhadap prestasi buruk yang dicapai oleh anak dengan mengkritik sekolah secara
terbuka, menghukum anak atau bahkan melukai secara fisik.
19
b.
Support Level II, menunjukkan keterlibatan orangtua di sekolah hanya pada saat khusus di mana pihak sekolah meminta keterlibatan mereka.
Tugas yang dibebankan kepada orangtua biasanya dapat diselesaikan di rumah dan tidak menuntut waktu dan energi. Sebagai contohnya,
orangtua ke sekolah untuk memastikan bahwa anaknya hadir, orangtua memeriksa pekerjaan rumah anak. Selain itu, orangtua biasanya
menyumbang bagi sekolah, membayar iuran kelompok orangtua- guru, dan lain-lain.
c.
Engagement Level III, menunjukkan hubungan orangtua dan sekolah yang saling menghormati dalam suasana saling mendukung.
Keterlibatan orangtua di sekolah berdasarkan dua kebutuhan umum, yaitu mengamati sekolah dan pengaruhnya terhadap anak; sertadengan
tujuan agar partisipasinya disaksikan oleh anak. Pihak sekolah mengharapkan orangtua dapat mengembangkan, mendistribusikan
sumber informasi untuk sekolah dan masyarakat, serta bekerja sebagai volunteeratau narasumber untuk membagi pengetahuan, ketrampilan
dan bakat khusus pada siswa. Guru dapat meminta orangtua untuk menyediakan sarana transportasi, menemani siswa pada kunjungan
studi lapangan, bahkan orangtua dapat membimbing dan membawa siswa di kelas pada kegiatan akademis di bawah pengawasan guru.
Orangtua menyadari bahwa fungsi sekolah tidak hanya menyediakan ketrampilan sebagai bekal kerja, tetapi sekolah juga berfungsi memberi
bekal agar memiliki ketrampilan hidup yang berkualitas.
d.
Decision Making Level IV, pada level ini orangtua menuntut hubungan yang saling tergantung antara rumah dan sekolah. Pada
tingkat ini, kekuatan sekolah diperoleh melalui jaringan yang dimiliki orangtua. Aktivitas orangtua pada tingkat ini adalah secara konsisten
mempengaruhi pengambilan keputusan. Orangtua bertanggung jawab pada setiap aspek sekolah.
Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa partisipasi orangtua terdiri dari beberapa tingkatan
antara lain manipulation, consultation, self-management, partnership, risktaking, decisionmaking, dan consensus-building, spectator, support,
dan e
ngagement
4. Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Orangtua