Kampanye Partai Golkar Analisis Data Penelitian

Selain itu untuk memperkuat hasil temuan, hal ini dapat peneliti simpulkan dari hasil wawancara peneliti dengan Pak Muhammad sebagai perwakilan suara warganya. Pada dimensi ini terlihat bahwa ikatan emosional pada suatu partai, orientasi terhadap isu yang berkembang, dan orientasi terhadap kandidat dapat menjadi bentuk dimensi support yang dapat memengaruhi sikap seseorang untuk memilih. Ketika terdapat kegiatan menyenangkan bagi seseorang dari suatu berita misalnya dari isu, iklan, ataupun opini yang berkembang dalam masyarakat, seseorang akan semakin memperkuat keyakinan dalam menentukan pilihannya. Kegiatan support ini juga sesuai dengan tingkat pertama dan ketiga dalam pengetahuan yang ditransmisikan oleh media. Pengukurannya dilakukan dengan melihat kualitas kandidat atau partai dari pribadi pemilih. Penelitian ini melakukan wawancara kepada tokoh masyarakat sekitar sebagai perwakilannya. Ikatan emosioal tersebut dapat terlihat dari kecondongan pribadi seseorang akan suatu partainya contohnya seperti, kesukaannya akan visi, misi, serta program-program kerja yang telah terlaksana pada masa sebelumnya, maupun program nantinya yang ingin dilaksanakan. Hal tersebut juga menjadi orientasi positif terhadap kandidatnya. Di mana ketika kita meyakini kandidat tersebut baik, maka kita akan cenderung menyukai dan memilih nantinya. Kesimpulan tersebut peneliti ambil dari hasil wawancara di bawah ini: “Kalau saya lihat ini kenapa, soalnya saya lihat karakternya ini dari dia hidupnya tuh bagus. Kan banyak-banyak orang yang stop dari korupsi, tapi mana kan? Enggak ada. Walau dia bekasnya Pak Harto, mana kan dia ada korupsi? Coba cari aja kan gak ada. Banyak kan partai-partai yang baru, Demokrat, PDI pada kena. Mana Golkar? Kena? Enggak ada kan di TV? Nah itulah itu, jadi segi korupsinya ini yang saya liat gitu, bagus gitu kayaknya itu.” Selain itu, isu yang berkembang melalui media massa, sebagai tingkat kedua pembelajaran publik dalam mengingat fakta dari isu-isu atau kualitasnya, juga menjadi faktor dukungan seseorang dalam menentukan aksinya dalam memilih atau tidak memilih. Akan tetapi, dalam penelitian ini peneliti menemukan fakta isu dapat berkembang dengan baik dari media massa televisi. Ini dapat terlihat dari hasil wawancara berikut: “Banyak kan partai-partai yang baru, Demokrat, PDI pada kena. Mana Golkar? Kena? Enggak ada kan di TV? Nah itulah itu, jadi segi korupsinya ini yang saya liat gitu, bagus gitu kayaknya itu. Saya gak pernah iniin Golkar ya enggak, tapi kenyataannya yang bicara. Wah Pak RTnya nih yang menangin? Enggak saya gak menangin, kenyataan yang bicara gitu. Dulu memang waktu SBY belum naik memang bagus, tapi pas SBY udah naik kan jadi ancur-ancuran. Fakta yang saya liat bukannya ngangkat partai”. “… Karena emang tujuannya saya liat di TV One itu bagus, ya kita ikutin yang bagus gitu. Karena kan yang condong ini kebanyakan yang si Demokrat ini. Dulu saya sangat simpatik sama Demokrat sebelum naik SBY, setelah saya liat saya pilih SBY, saya berjuang untuk Demokrat bakal bagus ini. ternyata bawah-bawahannya banyak kan. Stop korupsi tapi biangnya korupsi, ya kan. Itulah gak sukanya begitu, jangan ngomong aja tapi dikerjakan yang gak bener gitu. Golkar ya mana? Coba ada gak? Gak ada gitu”. b. Likehood of Action Dimensi ini merupakan yang merupakan kemungkinan kegiatan publik dalam melaksanakan apa yang diibaratkan dalam suatu media. Misalnya