C. Pengujian Hipotesis
Berdasarkan hasil uji persyaratan analisis diperoleh bahwa kedua sampel kelas penelitian berdistribusi normal dan kedua varians populasi homogen, maka
selanjutnya dilakukan pengujian hipotesis dengan menggunakan uji-t. Untuk menguji perbedaan dua rata-rata antara kelompok eksperimen dan kelompok
kontrol digunakan uji t. Adapun hipotesis statistik yang akan diuji adalah sebagai berikut:
H
o
: H
1
: Keterangan:
1
rata-rata kemampuan
pemecahan masalah siswa kelompok eksperimen
2
rata-rata kemampuan
pemecahan masalah siswa kelompok kontrol
Setelah melakukan perhitungan dengan menggunakan uji t maka diperoleh = 2.88 menggunakan tabel distribusi t pada taraf signifikansi 5 dan
derajat kebebasan db = 70, diperoleh harga = 1.67. Hasil
perhitungan uji hipotesis disajikan pada tabel berikut:
Tabel 4.7 Hasil Uji Hipotesis
Statistik Kelompok
Eksperimen Kelompok
Kontrol Rata-rata
69.36 61.08
VariansS
2
142.29 155.05
S
Gabungan
12.19 t
Hitung
2.88 t
Tabel
1.67
Kesimpulan Tolak H
o
Tabel di atas menunjukkan bahwa 2.88 1.67, maka
dapat disimpulkan bahwa H ditolak dan H
1
diterima, dengan taraf signifikansi 5, berikut sketsa kurvanya:
Gambar 4.2 Kurva Uji Perbedaan Data Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol
Berdasarkan Gambar 4.2 dapat terlihat bahwa nilai yaitu 2.88 lebih
besar dari yaitu 1.67 artinya jelas bahwa
jatuh pada daerah penolakan H
daerah kritis. Hal ini berarti bahwa kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang menggunakan pendekatan SAVI lebih tinggi
dibandingkan dengan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang diajarkan secara konvensional. Sehingga dapat ditunjukkan bahwa pembelajaran
matematika dengan pendekatan SAVI berpengaruh terhadap kemampuan pemecahan masalah matematik siswa.
D. Pembahasan
Setelah dilakukan uji hipotesis kemampuan pemecahan masalah matematik secara keseluruhan, dapat ditarik kesimpulan bahwa H
ditolak sedangkan H
1
diterima. H
1
menyatakan bahwa rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang pembelajaran matematikanya menggunakan
pendekatan SAVI lebih tinggi daripada siswa yang pembelajaran matematikanya secara konvensional. Dengan taraf kekeliruan 5 dapat dilihat perbedaan yang
signifikan antara nilai rata-rata postes kelompok eksperimen yang lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata postes kelompok kontrol. Secara umum hasil
penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa pembelajaran matematika dengan pendekatan SAVI memberikan pengaruh terhadap peningkatan kemampuan
pemecahan masalah matematik siswa.
1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa Kelompok
Eksperimen dan Kelompok Kontrol
Berdasarkan hasil perhitungan dapat diketahui bahwa pendekatan SAVI dapat mempengaruhi perkembangan kemampuan pemecahan masalah matematik
siswa. Ini terlihat dari kemampuan pemecahan masalah matematik siswa pada kelompok eksperimen yang lebih tinggi dibandingkan dengan kemampuan
pemecahan masalah matematik siwa pada kelompok kontrol. Seperti yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya dalam penelitian ini kemampuan pemecahan
masalah matematika yang diteliti yaitu menggunakan tahapan pemecahan masalah Polya, yang meliputi memahami masalah, menyusun rencana, melakukan
penghitungan, dan menguji kembali. Keempat tahapan pemecahan masalah tersebut diukur pada setiap soal postes yang diberikan. Sebagai gambaran umum
hasil penelitian akan disajikan analisis kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol yang dapat
diuraikan sebagai berikut:
a. Tahapan memahami masalah
Kemampuan memahami masalah siswa terlihat dari proses penyelesaian jawaban siswa yang diawali dengan menuliskan apa saja yang diketahui di dalam
soal dan masalah apa yang dipertanyakan atau ditanya, membuat pemisalan serta dilanjutkan dengan membuat model matematika. Berikut adalah contoh jawaban
siswa kelompok eksperimen:
Gambar 4.3 Contoh Jawaban Siswa Soal Postes Nomor 3 pada Kelompok Eksperimen
Siswa pada kelompok eksperimen sebagian besar telah mampu memahami masalah dengan baik. Namun disamping itu, masih saja ada siswa pada kelompok
eksperimen yang kurang tepat dalam menafsirkan masalah kedalam model matematika. Hal ini menyebabkan hasil yang diperoleh menjadi kurang tepat.
Seperti pada contoh jawaban siswa berikut ini:
Gambar 4.4 Contoh Jawaban Siswa Kelompok Eksperimen yang Kurang Tepat dalam
Membuat Model Matematika pada Soal Postes Nomor 3
Siswa pada kelompok kontrol dalam memahami masalah juga tergolong sangat baik. Hal ini terlihat dari perolehan nilai rata-rata siswa kelompok kontrol dalam
memahami masalah berdasarkan Tabel 4.8, yaitu 8.25. Berikut adalah contoh jawaban siswa kelompok kontrol:
Gambar 4.5 Contoh Jawaban Siswa Soal Postes Nomor 3 pada Kelompok Kontrol
Permasalahan yang ditemukan pada kelompok kontrol yaitu masih terdapat sebagian kecil siswa kelompok kontrol yang menemui kesulitan dalam
menafsirkan masalah ke dalam model matematika, seperti pada contoh jawaban siswa berikut ini:
Gambar 4.6 Contoh Jawaban Siswa Kelompok Kontrol yang Tidak Dapat Membuat
Model Matematika pada Soal Postes Nomor 3
Secara keseluruhan nilai rata-rata kemampuan memahami masalah kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dapat dilihat pada table berikut:
Tabel 4.8 Rata-rata Tahapan Memahami Masalah Kelompok Eksperimen dan
Kelompok Kontrol Kelompok
Kemampuan Memahami Masalah Skor Ideal
̅
Eksperimen 10
9.08 90.83
Kontrol 8.25
82.50
Berdasarkan tabel di atas skor ideal kemampuan memahami masalah adalah 10. Nilai rata-rata yang dicapai oleh kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol
pada tahapan ini cukup tinggi. Siswa pada kelompok eksperimen memiliki rata- rata sebesar 9.08 dengan presentase 90.83, sedangkan siswa pada kelompok
kontrol memiliki nilai rata-rata sebesar 8.25 dengan presentase 82.50. Hal ini
menunjukkan bahwa kemampuan siswa dalam memahami masalah pada kelompok eksperimen lebih baik dibandingkan kelompok kontrol.
b. Tahapan menyusun rencana
Kemampuan menyusun rencana merupakan proses yang penting dalam menentukan nilai dari variabel yang ditanyakan, jika siswa tidak tepat dalam
menyusun rencana, maka hasil akhir tidak tercapai dan skor akan berkurang. Tahapan menyusun rencana siswa terlihat dari metode penyelesaian SPLDV yang
pilih untuk diterapkan dalam menyelesaikan soal. Berikut adalah contoh jawaban siswa kelompok eksperimen dalam tahapan menyusun rencana:
Gambar 4.7 Contoh Jawaban Siswa dalam Menyusun Rencana Soal Postes Nomor 4 pada
Kelompok Eksperimen
Siswa pada kelompok eksperimen sebagian besar lebih senang mengunakan metode eliminasi dan subtitusi dari pada metode grafik maupun tabel
kemungkinan. Namun pada tahapan meyusun rencana ini siswa kelompok eksperimen masih bermasalah, yaitu kurang teliti ketika proses aljabar
berlangsung. Seperti gambar berikut ini:
Gambar 4.8 Contoh Jawaban Siswa Soal Postes Nomor 4 pada Kelompok Eksperimen
Kurang Teliti dalam Proses Aljabar
Siswa kelompok kontrol dalam tahapan ini juga lebih senang menggunakan metode eliminasi dan metode substitusi. Berikut merupakan contoh jawaban siswa
kelompok kontrol:
Gambar 4.9 Contoh Jawaban Siswa Kelompok Kontrol dalam Menyusun Rencana Soal
Postes Nomor 4
Permasalahan yang ditemukan dalam tahapan menyusun rencana siswa kelompok kontrol selain kurang teliti dalam proses penyelesaian aljbar, yaitu tidak sedikit
siswa kelompok kontrol kesulitan dalam menyusun rencana. Hal ini terlihat dalam pemilihan metode penyelesain SPLDV, seperti pada contoh jawaban siswa
berikut:
Gambar 4.10 Contoh Jawaban Siswa Kelompok Kontrol yang Kesulitan Menyusun
Rencana pada Soal Postes Nomor 4
Selain kekurangan atau permasalahan yang telah disampaikan tersebut, masih terdapat siswa yang tidak melakukan tahapan ini, baik itu siswa kelompok
eksperimen ataupun siswa kelompok kontrol. Mereka mengerjakan hanya sebatas menulis apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan dalam soal.
Berdasarkan Tabel 4.9 skor ideal kemampuan menyusun rencana adalah 20. Siswa pada kelompok eksperimen memiliki rata-rata 15.11 dengan presentase
75.56, sedangkan siswa pada kelompok kontrol memiliki nilai rata-rata sebesar 13.97 dengan presentase 69.86. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan siswa
dalam tahapan menyusun rencana pada kelompok eksperimen lebih baik dibandingkan kelompok kontrol.
Tabel 4.9 Rata-rata Tahapan Menyusun Rencana Kelompok Eksperimen dan
Kelompok Kontrol Kelompok
Kemampuan Menyusun Rencana Skor Ideal
̅
Eksperimen 20
15.11 75.69
Kontrol 13.97
69.86
c. Tahapan melakukan perhitungan
Kemampuan siswa dalam melakukan perhitungan baik kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol terbilang cukup baik. Permasalahan pada
kelompok eksperimen adalah masih ditemukannya jawaban siswa yang kurang teliti dalam melakukan perhitungan, seperti pada gambar dibawah ini:
Gambar 4.11 Contoh Jawaban Siswa Kelompok Eksperimen yang Kurang Teliti dalam
Melakukan Perhitungan
Begitu pula pada siswa kelompok kontrol, tidak sedikit siswa yang kurang teliti dalam melakukan perhitungan. Seperti pada gambar berikut:
Gambar 4.12 Contoh Jawaban Siswa Kelompok Kontrol yang Kurang Teliti dalam
Melakukan Perhitungan
Sama halnya dengan tahapan menyusun rencana. Pada tahapan melakukan perhitungan ada beberapa siswa pada kedua kelompok yang tidak melakukan
tahapan ini, yang mereka mengerjakan hanya sebatas menulis apa yang dketahui dan ditanyakan dalam soal.
Secara keseluruhan nilai rata-rata siswa kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dalam tahapan melakukan perhitungan dapat dilihat pada tabel
berikut ini:
Tabel 4.10 Rata-rata Tahapan Melakukan Perhitungan Kelompok Eksperimen dan
Kelompok Kontrol Kelompok
Kemampuan Menyusun Rencana Skor Ideal
̅
Eksperimen 10
7.28 72.78
Kontrol 6.78
67.78
Berdasarkan tabel di atas skor ideal kemampuan menyusun rencana adalah 10. Siswa pada kelompok eksperimen memiliki rata-rata 7.28 dengan
presentase 72.78, sedangkan siswa pada kelompok kontrol memiliki nilai rata-rata
sebesar 6.78 dengan presentase 67.78. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan siswa dalam menyusun rencana pada kelompok eksperimen lebih baik
dibandingkan kelompok kontrol.
d. Tahapan memeriksa kembali
Tahapan memeriksa kembali ini dilakukan untuk mengetahui apakah hasil atau jawaban yang diperoleh tepat atau tidak. Hal ini dilakukan siswa dengan
melakukan pengujian hasil yang diperoleh, yaitu mengganti nilai variabel yang didapatkan pada model matematika. Berdasarkan Tabel 4.11, rata-rata skor
kemampuan siswa pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dalam menguji kembali tergolong rendah. Banyak siswa pada kedua kelompok yang
melewatkan tahapan ini Hal tersebut dapat terjadi karena siswa merasa cukup ketika telah mendapatkan hasil tanpa melakukan pengujian. Mereka belum
menyadari pentingnya tahapan ini. Selain itu, mereka khawatir soal yang dikerjakan tidak terselesaikan karena waktunya terbatas.
Secara keseluruhan nilai rata-rata siswa kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dalam tahapan memeriksa kembali dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 4.11 Rata-rata Tahapan Memeriksa Kembali Kelompok Eksperimen dan
Kelompok Kontrol Kelompok
Kemampuan Menyusun Rencana Skor Ideal
̅
Eksperimen 10
3.78 37.78
Kontrol 1.53
15.28
3. Rekapitulasi Persentase Rata-rata Tahapan Pemecahan Masalah
Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol
Ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah yang terdiri dari empat komponen
yaitu memahami
masalah, menyusun
rencana, melakukan
penghitungan, dan memeriksa kembali, rekapitulasi skor presentase rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematika siswa pada kedua kelompok
disajikan pada tabel berikut:
Tabel 4.12 Persentase Rata-rata Tahapan Pemecahan Masalah Kelompok Eksperimen
dan Kelompok Kontrol
No.
Tahapan Pemecahan Masalah
Skor Ideal
Kelompok Eksperimen
Kelompok Kontrol
̅ ̅
1. 2.
3. 4.
Memahami Masalah MM Melakukan Rencana MR
Melakukan PenghitunganMP Memeriksa Kembali MK
10 20
10 10
9.08 15.11
7.28 3.78
90.83 75.69
72.78 37.78
8.25 13.97
6.78 1.53
82.50 69.86
67.78 15.28
Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa sebagian besar siswa kelas eksperimen sudah mampu untuk memahami masalah yang ada pada soal-soal
postes. Siswa yang mampu memahami masalah sebanyak 90.83. Untuk tahap menyusun rencana, dan melakukan penghitungan presentasenya sebesar 75.69
dan 72.78. Persentase yang paling kecil dari keempat tahapan tersebut adalah tahapan memeriksa kembali yaitu 37.78. Pada kelas kontrol persentase tahapan
yang paling tinggi sama dengan kelas ekperimen yaitu pada tahap memahami masalah sebanyak 82.50. Untuk tahap menyusun rencana, dan melakukan
penghitungan sebanyak 69.86 dan 67.78. Presentase terkecil yaitu pada tahap memeriksa kembali sebanyak 15.28.
Tabel 4.12 menunjukkan bahwa adanya perbedaan presentase tahapan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa antara kelompok eksperimen
yang pembelajarannya menggunakan pendekatan SAVI dan kelompok kontrol yang menggunakan pembelajaran konvensional. Dari tabel tersebut, dapat
diketahui bahwa nilai presentase tahapan pemecahan masalah kelompok eksperimen lebih tinggi daripada presentase kelas kontrol. Secara visual skor
presentase tahapan pemecahan masalah matematika siswa kelompok eksperimen dan kelompok kontrol disajikan pada diagram berikut:
Gambar 4.13 Diagram Presentase Tahapan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik
Siswa Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol
Berdasarkan data yang disajikan pada Gambar 4.14, menunjukkan bahwa pada kedua kelompok eksperimen dan kelompok kontrol kemampuan memahami
masalah menempati urutan tertinggi dari kemampuan pemecahan masalah lainnya, diikuti dengan kemampuan meyusun rencana pada urutan kedua,
kemampuan melakukan penghitungan pada urutan ketiga, dan urutan terakhir ditempati kemampuan memeriksa kembali.
E. Proses Pembelajaran dengan Pendekatan
SAVI
Penerapan pendekatan SAVI dalam kegiatan belajar mengajar pokok bahasan Sistem Persamaan Linier Dua Variabel memberikan pengalaman belajar
baru bagi siswa kelompok eksperimen. Secara garis besar proses pembelajaran dengan SAVI diawali dengan pembagian siswa ke dalam beberapa kelompok
setelah siswa berkumpul dalam kelompoknya, sebagai kegatan pendahuluan peneliti menampilkan suatu masalah kehidupan sehari-hari yang terkait dengan
materi melalui paparan powerpoint yang di dalamnya terdapat teks, gambar, dan image yang dianimasikan. Hal ini bertujuan untuk merangsang rasa keigintahuan
siswa dan merupakan pemberian stimulus awal belajar visual, auditori, dan intelektual.
10 20
30 40
50 60
70 80
90 100
MM MR
MP MK
Per sen
tase
Tahapan Memecahkan Masalah
Kelompok Eksperimen Kelompok Kontrol
Kegiatan selanjutnya peneliti memberikan LKS Lembar Kerja Siswa dan alat peraga sebagai bahan diskusi kepada masing-masing kelompok. LKS ini
terdiri dari beberapa persoalan yang yang berusaha memfasilitasi gaya belajar siswa. Melalui kegiatan diskusi dengan LKS, siswa berkolaborasi mengkonstruk
pengetahuannya terhadap konsep materi pelajaran, saling sharing bertukar informasi, wawasan, dan pengalaman dalam menyelesaikan permasalahan yang
ada di LKS auditori. Sebagai bentuk pelatihan intelektual, pada bagian terakhir disajikan suatu masalah atau kejadian yang kemudian siswa ditugaskan untuk
menyelesaikannya. Pada beberapa pertemuan, sebelum siswa mengerjakan bagian akhir dari LKS, dilakukan penampilan hasil pekerjaan terlebih dahulu oleh
perwakilan kelompok yang ditunjuk, yaitu penampilan hasil pengerjaan LKS pada bagian pendahuluan. Hal ini bertujuan agar tidak terjadi kesalahan terhadap
pemahaman konsep siswa. Setelah itu, guru menampilkan suatu masalah yang lain dimana penyelesaiannya dengan memanfaatkan alat peraga. Siswa masih dalam
kelompoknya berkolaborasi melakukan percobaan atau memanipulasi alat peraga yang diberikan untuk menyelesaikan masalah yang diberikan tersebut somatis
dan visual. Dalam kegiatan ini siswa diarahkan kepada proses pemecahan masalah dengan tahapan-tahapannya, yaitu memahami masalah, menyusun
rencana pemecahan, melaksanakan rencana pemecahan, dan memeriksa kembali hasil penyelesaian yang diperoleh.
Kegiatan pembelajaran
selanjutnya, siswa
diinstruksikan untuk
menyelesaikan masalah yang terdapat pada bagian akhir dari LKS. siswa diberikan kesempatan untuk berdiskusi dalam kelompoknya untuk menyelesaikan
masalah tersebut. Bekerja sama dalam mengidentifikasi informasi pada masalah tersebut untuk memahaminya, menyusun dan mengembangkan rencana
penyelesaiannya, kemudian melaksanakan rencana yang telah disusun dan memeriksa kembali hasil yang diperoleh. Peran peneliti selama pembelajaran
berlangsung hanya sebagai fasilitator yang mengarahkan dan membimbing siswa. Setelah siswa selesai mengerjakan bagian akhir tersebut, peneliti menunjuk satu
kelompok untuk menampilkan hasil pekerjaannya didepan kelas, sementara kelompok lain menanggapi, bertanya dan sebagainya. Selanjutnya untuk
Gambar 4.14 Penggunaan Alat Peraga Oleh Siswa
Gambar 4.15 Kegiatan Diskusi kelompok
penguatan siswa, secara bersama-sama peneliti dengan siswa menyelesaikan masalah yang telah ditampilkan diawal pembelajaran. Dalam hal ini proses
pemeriksaaan kembali terhadap jawaban lebih tekankan kepada siswa. Kemudian siswa diberikan latihan soal sebagai kegiatan evaluasi dan terakhir siswa
dibimbing untuk melakukan refleksi terhadap materi yang baru dipelajari. Siswa pada awal pembelajaran tampak sedikit aneh dengan beberapa
kegiatan pembelajaran yang dirasa asing bagi mereka. Kemudian siswa juga terlihat bingung terhadap apa yang dimaksudkan dengan persoalan-persoalan pada
LKS dan merasa persoalan-persoalan pada LKS terlalu banyak serta menyulitkan. Namun hal tersebut tidak berlangsung lama, mereka mulai terbiasa dengan
suasana pembelajaran dalam pertemuan selanjutnya dan pada akhirnya mereka berperan dengan aktif dalam diskusi kelompok untuk menyelesaikan setiap
persoalan dalam LKS, dan melakukan kegiatan-kegiatan pembelajaran sebagaimana yang diinstruksikan. Pembelajaran dengan pendekatan SAVI lebih
menuntut siswa untuk bertanggung jawab terhadap proses belajar pada dirinya. Gambar berikut merupakan contoh kegiatan siswa dalam pembelajaran:
Pembelajaran dengan pendekatan SAVI tidak lagi hanya menguntungkan salah satu kelompok siswa saja karena proses pembelajaran sesuai dengan gaya
belajarnya, melainkan semua siswa dengan berbagai gaya belajarnya mampu untuk menerima materi pembelajaran sesuai dengan gaya belajar masing-masing.
Sehingga siswa merasa tidak bosan, menjadikan mereka aktif, lebih terfokus dan antusias dalam memahami materi pembelajaran serta memiliki aktivitas
menyelesaikan masalah yang lebih baik. Siswa dengan gaya belajar somatik terfasilitasi dengan pemberian modalitas berupa aktivitas-aktivitas fisik, seperti
memperagakan suatu proses dengan bantuan alat peraga, melakukan percobaan, dan sebagainya. Siswa dengan gaya belajar auditori terfasilitasi dengan pemberian
modalitas berupa diskusi dalam kerja kelompok. Siswa dengan gaya belajar visual terfasilitasi dengan pemberian modalitas berupa media atau alat peraga
pembelajaran dan siswa dengan gaya belajar intelektual terfasilitasi dengan bahan diskusi ataupun soal-soal latihan. Melalui gaya belajar visual, siswa belajar
mendapatkan informasi sehingga mereka akan terbantu apabila dihadapkan suatu masalah untuk memahami masalah tersebut, dengan gaya belajar auditori siswa
dapat berdiskusi dan mengembangkan suatu rencana pemecahan masalah, sedangkan dengan gaya belajar somatik siswa belajar memahami suatu
keteraturan pola, mendapatkan pengalaman langsung dalam belajar ketika melakukan percobaan, dan gaya belajar intelektual selalu terintegrasi pada ketiga
gaya belajar tersebut. Pengalaman belajar dengan pendekatan SAVI yaitu pengkombinasian dari
gaya belajar somatik, auditori, visual dan intelektual dalam satu peristiwa. Dalam hal ini pemahaman konsep diharapkan akan melekat lebih kuat pada diri siswa
dan kemudian siswa dapat mengintegrasikan pengetahuannya kepada suatu keterampilan baru yaitu kemampuan memecahkan masalah. Jika siswa telah
memiliki kemampuan pemahaman terhadap konsep-konsep matematika yang kuat, maka ia diharapkan akan mampu menggunakannya untuk memecahkan
masalah. Sedangkan
pada proses
pembelajaran kelompok
kontrol yang
menggunakan pendekatan pembelajaran konvensional, siswa cenderung pasif. Dalam pembelajaran ini, siswa hanya mendengarkan apa yang disampaikan guru,
melakukan apa yang diperintahkan dan ditugaskan oleh guru tanpa berkomentar apapun, apabila mereka mengalami kesulitan dalam belajar mereka tidak mau
bertanya atau malu bertanya kepada guru. Jika mereka tidak dapat menyelesaikan
soal, maka sebagian besar dari mereka lebih memilih diam dan tidak mengerjakan soal tersebut. Latihan soal yang diberikan pada kelompok ini sama dengan latihan
soal pada kelompok eksperimen. Proses pembelajaran dirasa kurang optimal karena kurang mampu menjangkau kesuluruhan siswa. Kelas sangat didominasi
oleh guru dan siswa yang pintar saja. Berdasarkan pengolahan data hasil penelitian postes, secara umum hasil
akhir siswa pada kelas eksperimen lebih baik dibandingkan dengan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa pada kelas kontrol. Hal ini menunjukkan
bahwa pembelajaran matematika dengan pendekatan SAVI telah memberikan pengaruh terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis siswa.
F. Keterbatasan Penelitian