commit to user
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Menurut Undang-Undang RI Nomor 20 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 1, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Sebagaimana yang tercantum pada UUD 1945 pasal
31 ayat 1 bahwa tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran. Pengajaran ditujukan untuk mengembangkan sumber daya manusia berkualitas sebagai generasi
penerus bangsa. Ada banyak faktor pendukung untuk keberhasilan suatu proses pendidikan,
misalnya kurikulum yang solit, tenaga pendidik yang profesional, sarana pendidikan yang lengkap, suasana belajar yang tenang, tingkat intelegensi siswa yang diatas rata-
rata dan lain-lain http:www.psb-psma.org. Guru sebagai tenaga pendidik harus menguasai prinsip-prinsip pembelajaran supaya tujuan dari pembelajaran dapat
dicapai, mulai dari perencanaan pembelajaran sampai evaluasi. Dalam perencanaan yang baik, guru harus pandai memilih dan menentukan model, teknik serta metode
yang sesuai dengan karakteristik pelajaran. Ketepatan pemilihan model, teknik serta metode yang digunakan, akan membawa dampak positif terhadap kualitas
pembelajaran, terutama untuk pelajaran yang dirasa sulit bagi siswa seperti mata pelajaran matematika. Selama ini matematika dianggap sebagai mata pelajaran yang
sulit yang harus dipelajari oleh setiap siswa, karena matematika adalah sarana untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari- hari. Oleh karena itu, kesulitan
belajar matematika harus diatasi sedini mungkin, jika tidak siswa akan mengalami berbagai masalah karena hampir semua bidang studi memerlukan matematika yang
sesuai.
commit to user 2
Dewasa ini, guru dituntut lebih kreatif dan inovatif untuk menciptakan pembelajaran yang menyenangkan. Pembelajaran yang melibatkan siswa secara
maksimal dan turut berpartisipasinya siswa dalam pembelajaran adalah satu dari berbagai aspek yang dituntut dalam suatu pembelajaran. Walaupun demikian, tidak
jarang masih dijumpai guru yang masih mempertahankan cara lama dalam pembelajarannya, yaitu dengan tetap setia pada model pembelajaran konvensional
atau ceramah. Misalnya pada mata pelajaran matematika, biasanya guru menjelaskan materi secara panjang lebar dan siswa hanya mendengarkannya. Jadi, pembelajaran
hanya terjadi satu arah saja yaitu dari guru ke siswa. Padahal banyak model pembelajaran yang dapat diterapkan pada mata pelajaran matematika di antaranya
dengan model pembelajaran kontekstual, model pembelajaran kooperatif, model pembelajaran kuantum, model pembelajaran terpadu, dan model pembelajaran
berbasis masalah Problem Based Learning. Fenomena mendarahdagingnya model pembelajaran konvensional ceramah
juga terjadi di SD N Jetis 04 Sukoharjo. Berdasarkan wawancara penulis dengan guru kelas V SD N Jetis 04 Sukoharjo mengenai pembelajaran matematika di SD
tersebut terutama materi pecahan, ternyata kemampuan materi pecahan para siswa rendah. Dari 14 siswa di kelas tersebut, hanya seorang siswa yang mampu mencapai
KKM 70 dan rerata kelas hanya mencapai 49,71. Untuk identifikasi lebih lanjut, peneliti melakukan wawancara dengan
beberapa siswa SD tersebut mengenai pembelajaran matematika yang diajarkan guru selama ini. Dari hasil wawancara dapat diketahui bahwa para siswa kurang
termotivasi mengikuti pembelajaran menulis karena pembelajaran yang diberikan guru selama ini masih bersifat konvensional dan berjalan secara monoton tanpa ada
variasi metode dan teknik pembelajaran yang diberikan. Menurut mereka, metode dan teknik pembelajaran yang digunakan guru selama ini kurang inovatif karena
dalam kegiatan pembelajaran guru menggunakan metode ceramah saja, sedangkan siswa disuruh mengerjakan soal yang terdapat dalam buku teks yang dimiliki guru
atau lembar kerja siswa LKS. Oleh sebab itulah, pembelajaran menulis di kelas selama ini dirasakan membosankan atau menjenuhkan.
commit to user 3
Dari hasil ulangan dapat diketahui bahwa siswa yang mendapat nilai 70 ke atas hanya berjumlah 1 orang, sedangkan sisanya sebanyak 13 siswa mendapat nilai
50 ke bawah. Nilai terendah yang diperoleh siswa adalah nilai 15. Berdasarkan hal ini dapat diketahui bahwa siswa yang telah mencapai ketuntasan belajar hanya
seorang siswa sedangkan yang lain sebanyak 13 siswa belum mencapai ketuntasan belajar. Hal ini dapat memperkuat bukti bahwa kemampuan materi pecahan siswa
masih rendah. Rendahnya kemampuan materi pecahan ini dapat dipengaruhi oleh beberapa
faktor, yaitu kurangnya motivasi siswa dalam pembelajaran, kurangnya penggunaan media pembelajaran, rendahnya kreatifitas guru untuk menciptakan inovasi-inovasi
penggunaan model-model pembelajaran, tidak tepatnya pemilihan metode pembelajaran, lingkungan sekolah yang kurang kondusif, teknik penilaian yang tidak
tepat, soal tes yang kurang valid serta keadaan jasmani dan rohani siswa yang kurang mendukung.
Berdasarkan berbagai permasalahan yang telah diungkapkan di atas terkait dengan rendahnya kemampuan materi pecahan siswa, peneliti bersama guru
berdiskusi untuk mengatasi permasalahan dalam pembelajaran materi pecahan dalam matematika pada siswa kelas V SD N Jetis 04 Sukoharjo. Dari diskusi tersebut
diharapkan mampu meningkatkan kemampuan materi pecahan siswa, yakni guru harus menerapkan teknik pembelajaran yang berbeda dari teknik sebelumnya. Lebih
lanjut, guru dan peneliti menemukan satu tindakan dari penjabaran teknik pembelajaran yang sebelumnya telah dibicarakan. Penerapan tindakan ini diharapkan
mampu meningkatkan kemampuan materi pecahan siswa. Tindakan yang dimaksud adalah dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe struktural dengan
teknik
make a match
. Dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe struktural dengan teknik
make a match
ini, pembelajaran akan lebih menyenangkan dan siswa lebih antusias untuk mengikuti pembelajaran, sehingga siswa akan lebih
memahami materi pelajaran, lebih aktif dalam pembelajaran sehingga kemampuan materi pecahan dan kualitas pembelajaran matematika akan meningkat juga. Hal ini
karena model pembelajaran kooperatif tipe struktural dengan teknik
make a match
bersifat seperti permainan sehingga siswa tidak akan merasa terbebani dalam
commit to user 4
pembelajaran seperti pembelajaran-pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran konvensional.
Dengan demikian, model pembelajaran ini dapat digunakan sebagai alternatif guna meningkatkan kemampuan materi pecahan, khususnya pada siswa kelas V SD
N Jetis 04 Sukoharjo.
Dan dalam penelitian ini penulis menetapkan judul “PENINGKATAN
KEMAMPUAN MATERI PECAHAN DALAM MATEMATIKA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STRUKTURAL DENGAN
TEKNIK
MAKE A MATCH
PADA SISWA KELAS V SD N JETIS 04 SUKOHARJO TAHUN PELAJARAN 20102011
” sebagai judul dalam penelitian
ini. Agar penelitian ini terarah pada masalah yang diteliti, maka penelitian ini peneliti membatasi pada tiga aspek, yaitu: masalah yang diteliti adalah kemampuan materi
pecahan dalam matematika, model pembelajaran yang digunakan adalah model pembelajaran kooperatif tipe struktural dengan teknik
make a match
, dan siswa yang diteliti adalah siswa kelas V SD N Jetis 04 Sukoharjo Tahun Pelajaran 20102011
berjumlah 14 siswa.
B. Perumusan Masalah