Begitu pula tenaga kesehatan yang ada di tempat kerja, selain bertugas untuk mengobati penyakit, tenaga kesehatan di tempat kerja juga bertugas untuk
memberikan edukasi untuk meningkatkan pengetahuan karyawan. Salah satunya ialah edukasi tentang ASI eksklusif dan manajemen laktasi khususnya pada
pekerja wanita. Selain itu peran petugas kesehatan sangat penting dalam mendukung program ASI eksklusif pada pekerja dan mendukung para pekerja
yang hamil dan menyusui untuk melakukan manajemen laktasi dan memberikan ASI eksklusif Prasetyono, 2012. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Oktora
2013 menyatakan bahwa tidak semua petugas kesehatan memberikan informasi mengenai pentingnya ASI eksklusif kepada ibu. Hal ini tentu berdampak pada
kegagalan praktik pemberian ASI eksklusif.
2.1.6.13 Peran Pengasuh Bayi
Pengasuh bayi memiliki peran yang penting, khususnya pada bayi yang dilahirkan dari ibu yang bekerja. Selama ibu bekerja, peran ibu dalam mengasuh
digantikan oleh pengasuh bayi. Pengasuh bayi adalah orang yang ditunjuk oleh ibu untuk mengurus bayi. Pengasuh bayi bisa berasal dari orang tua, saudara,
tetangga, atau orang yang bekerja khusus untuk mengasuh bayi. Dalam praktik pemberian ASI eksklusif oleh ibu bekerja, pengasuh bayi
sangat berperan penting karena pengasuh bayi bertugas untuk memberikan ASI perah yang disediakan oleh ibu. Sehingga pengasuh bayi harus memiliki
pengetahuan yang sama baiknya dengan ibu. Termasuk pengetahuan tentang ASI eksklusif dan ASI perah Prasetyono, 2012. Penelitian yang dilakukan oleh
Abdullah 2013 menyatakan bahwa ada hubungan antara pengasuh bayi dengan perilaku pemberian ASI eksklusif pada ibu bekerja.
2.1.6.14 Lama Jam Kerja
Masa kerja lama kerja seseorang perlu diketahui karena dapat menjadi salah satu indikator tentang kecenderungan para pekerja untuk melakukan sesuatu.
Menurut Undang- Undang RI No. 13 tahun 2003, tentang tenaga kerja, pasal 77 tentang jam kerja menyebutkan bahwa waktu kerja 7 jam dalam 1 hari untuk 6
hari kerja dalam 1minggu. 8 jam kerja dalam 1 hari untuk 5 hari kerja dalam 1 minggu. Dalam kaitannya dengan pemberian ASI eksklusif, ibu yang bekerja
memiliki intensitas yang jarang dengan bayinya selama ia bekerja. Sehingga perlu dilakukan manajemen laktasi agar ia dapat memberikan ASI eksklusif.
2.1.6.15 Kebijakan Cuti Melahirkan di Tempat Kerja
Kebijakan adalah aturan tertulis yang merupakan keputusan formal organisasi yang bersifat mengikat dan mengatur perilaku yang bertujuan untuk menciptakan
tata nilai baru dalam masyarakat. Di Indonesia, kebijakan tentang cuti melahirkan telah diatur dalam Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
pasal 82 ayat 1 yang berbunyi “Pekerjaburuh perempuan berhak memperoleh istirahat selama 1,5 satu setengah bulan sebelum saatnya melahirkan anak dan
1,5 satu setengah bulan sesudah melahirkan menurut perhitungan dokter ka
ndungan atau bidan”. Tempat kerja di Indonesia, umumnya menggunakan undang-undang ini
sebagai kebijakan cuti melahirkan yang diterapkan di instansi yang dikelolanya. Kebijakan cuti melahirkan selama 3 bulan banyak digunakan sebagai alasan
penyebab gagalnya pemberian ASI eksklusif, sedangkan pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan. Namun ada pula tempat kerja yang memberikan kebijakan khusus
bagi ibu hamil untuk mendapatkan cuti hingga bayinya usia 6 bulan, dengan harapan ibu bekerja tersebut dapat memberikan ASI eksklusif kepada bayinya.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Haryani 2014 menyatakan bahwa salah satu alasan tidak diberikan ASI eksklusif oleh ibu bekerja ialah waktu cuti yang
terbatas.
2.2 TEORI PERILAKU
HEALTH BELIEF MODEL
HBM
Teori
Health Belief Model
merupakan teori perubahan perilaku kesehatan dan model psikologis yang digunakan untuk memprediksi perilaku kesehatan dengan
berfokus pada persepsi dan kepercayaan individu terhadap suatu penyakit. Teori ini dikembangkan oleh M. Rosenstock pada tahun 1966, digunakan untuk
mempelajari dan mempromosikan peningkatan pelayanan kesehatan. Model ini ditindak lanjuti oleh Becker dan rekan pada tahun 1974, 1984, dan 1988.
Teori
Health Belief Model
didasarkan pada atas 3 faktor esensial yang meliputi :
a. Kesiapan individu untuk merubah perilaku dalam rangka menghindari suatu
penyakit atau memperkecil risiko kesehatan b.
Adanya dorongan dalam lingkungan individu yang membuatnya merubah perilaku
c. Perilaku itu sendiri.