1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Air Susu Ibu ASI merupakan makanan pertama, utama, dan terbaik bagi bayi, yang bersifat alamiah. ASI mengandung berbagai zat gizi yang dibutuhkan
dalam proses pertumbuhan dan perkembangan bayi. Susu formula atau makanan- makanan tiruan untuk bayi tidak akan sanggup menandingi keunggulan ASI.
Manfaat ASI akan sangat meningkat bila bayi hanya diberi ASI saja selama 6 bulan pertama kehidupannya. Oleh sebab itu, pemberian ASI selama 6 bulan sejak
kelahiran dikenal dengan pemberian ASI eksklusif Prasetyono, 2012. ASI eksklusif adalah ASI yang diberikan pada bayi selama 6 bulan pertama
kehidupannya tanpa tambahan makanan dan cairan lain. Pemberian ASI Eksklusif dapat menurunkan risiko terjadinya penyakit infeksi maupun non infeksi,
meningkatkan
Intelligence Quotient
IQ dan
Emotional Quotient
EQ anak, serta dapat mengurangi tingkat kematian bayi di Indonesia. Selain itu, memberikan ASI
kepada anak dapat menciptakan ikatan psikologis dan kasih sayang yang kuat antara ibu dan bayi Prasetyono, 2012.
Pemerintah Indonesia telah menetapkan berbagai regulasi tentang pemberian ASI eksklusif. Undang-Undang Kesehatan No. 36 Tahun 2009, pasal 128
menyebutkan bahwa 1 Setiap bayi berhak mendapatkan ASI eksklusif sejak dilahirkan selama 6 bulan kecuali atas indikasi medis; 2 Selama pemberian air
susu ibu, pihak keluarga, pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat harus mendukung ibu bayi secara penuh dengan penyediaan waktu dan fasilitas khusus;
3 Penyediaan fasilitas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat 2 diadakan di tempat kerja dan tempat sarana umum. Pada Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun
2012 Tentang Pemberian ASI Eksklusif, pada Pasal 2 disebutkan bahwa Pengaturan pemberian ASI Eksklusif bertujuan untuk: Menjamin pemenuhan hak
bayi untuk mendapatkan ASI Eksklusif sejak dilahirkan sampai dengan berusia 6 enam bulan dengan memperhatikan pertumbuhan dan perkembangannya;
Memberikan perlindungan kepada ibu dalam memberikan ASI Eksklusif kepada bayinya; dan meningkatkan peran dan dukungan keluarga, masyarakat,
pemerintah daerah, dan pemerintah terhadap pemberian ASI Eksklusif. Selain itu bersadarkan SK Menteri Kesehatan Tahun 2004 No. 450MENKESSKVI2004
tentang Pemberian ASI Eksklusif pada Bayi di Indonesia, menyebutkan bahwa 1 Menetapkan pemberian ASI Eksklusif di Indonesia hingga usia 6 enam bulan,
dan dianjurkan untuk diteruskan hingga usia 2 dua tahun bersama dengan makanan pendamping. 2 Staff layanan kesehatan harus menginformasikan
kepada semua Ibu yang baru melahirkan untuk memberikan ASI Eksklusif Kemenkes RI, 2004.
Penelitian Cai, et al 2012 menunjukkan bahwa data trend prevalensi ASI eksklusif pada bayi berusia kurang dari enam bulan di negara-negara berkembang
meningkat dari 33 pada tahun 1995 menjadi 39 pada tahun 2010. Peningkatan prevalensi di hampir semua daerah di negara berkembang, dengan peningkatan
terbesar terlihat di Afrika Barat dan Tengah. Namun prevalensi pemberian ASI esklusif di Indonesia belum mengalami peningkatan yang signifikan. Selain itu,
persentase pemberian ASI eksklusif di Indonesia belum mencapai target 80 seperti yang ditargetkan oleh pemerintah Indonesia Kemenkes RI, 2015.
Persentase pemberian ASI eksklusif pada bayi 0-6 bulan di Indonesia pada tahun 2014 sebesar 52,3, menurun apabila dibandingkan dengan persentase pada
tahun 2013 yaitu sebesar 54,34. Begitu pula dengan persentase pemberian ASI eksklusif di Jawa Tengah pada tahun 2014 sebanyak 60, menurun apabila
dibandingkan dengan persentase pada tahun 2013 yaitu sebanyak 67,95 Kemenkes RI, 2015.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, menyebutkan bahwa banyak alasan yang menjadi penyebab seorang ibu tidak memberikan ASI
eksklusif kepada bayinya. Hasil penelitian oleh Helda 2009, menyebutkan bahwa kebijakan tentang hak cuti melahirkan yang diterima ibu bekerja tidak
sesuai dengan kebutuhan pemberian ASI eksklusif. Undang-Undang Republik Indonesia No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan menyebutkan bahwa
pekerja perempuan mendapatkan hak cuti selama 3 bulan. Sedangkan pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan. Sehingga hal itu menjadi alasan seorang ibu untuk
tidak dapat memberikan ASI eksklusif kepada bayinya hingga usia 6 bulan. Adanya persepsi yang salah tentang menyusui bahwa menyusui akan
membuat daya tarik seorang wanita menurun juga merupakan penghambat pemberian ASI eksklusif. Alasan lain yang menjadi penyebab rendahnya
pemberian ASI Eksklusif adalah pengetahuan tentang manajemen laktasi dan sikap terhadap menejemen laktasi. Berdasarkan penelitian oleh Tasnim, et al
2014 menyebutkan bahwa 21,2 responden tidak memberikan ASI eksklusif
karena faktor kurangnya pengetahuan. Masyarakat yang tidak tahu tentang pentingnya serta manfaat yang diberikan oleh ASI tidak akan memberikan ASI
secara eksklusif kepada bayinya. Hasil penelitian oleh Rahmawati 2010 menyebutkan bahwa alasan
pekerjaan menjadi salah satu penyebabnya. Kesibukan bekerja di luar rumah hingga 8 jam menyebabkan intensitas pertemuan antara ibu dan bayi menjadi
kurang. Padahal telah dikeluarkan peraturan bersama 3 menteri Menteri Pemberdayaan Wanita dan Perlindungan Anak, Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi serta
Menteri Kesehatan
No. 48MEN.PPXII2008,
PER.27MENXII2008 dan 1177MENKESPBXII2008 tentang pemberian ASI selama waktu kerja di tempat kerja.
Hasil penelitian Anggraeni, dkk 2015 menyatakan bahwa ada perbedaan pemberian ASI eksklusif berdasarkan status kerja. Penelitian yang dilakukan Putri
2013, juga menyatakan bahwa pemberian ASI eksklusif pada wanita pekerja pabrik lebih sedikit daripada ibu rumah tangga. Selain itu faktor dukungan tempat
kerja berupa penyediaan ruang laktasi, serta faktor dorongan petugas kesehatan juga mempengaruhi pemberian ASI Eksklusif oleh ibu bekerja Haryani, 2014.
Kabupaten semarang merupakan salah satu kawasan industri di Jawa Tengah. Terdapat beberapa pabrikperusahaan besar yang berdiri di kawasan tersebut dan
sebagian besaar pegawainya adalah perempuan. Namun sebagian besar tempat kerja tersebut belum memiliki fasilitas ruang laktasi sehingga kurang mendukung
program pemberian ASI eksklusif pada ibu bekerja. Sedangkan telah dikeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 15 Tahun 2013 tentang Tata Cara
Penyediaan Fasilitas Khusus Ibu Menyusui danatau Memerah ASI. Peraturan ini dikhususkan untuk tempat kerja dan tempat umum. Pekan ASI sedunia tahun 2015
mengangkat tema “menyusui dan bekerja” dengan tujuan untuk mendukung ibu
bekerja agar dapat memberikan ASI eksklusif IDAI, 2015. PT. Apac Inti Corpora merupakan salah satu perusahaan yang ada di
Kabupaten Semarang yang memiliki 3
shift
kerja dengan lama kerja masing- masing adalah 8 jam. Sebagian besar karyawannya adalah wanita mempunyai
kemungkinan untuk hamil dan menyusui. Perusahaan ini juga telah menyediakan ruang laktasi dan fasilitas lainnya yang berupa wastafel, pompa, meja, kursi,
lemari pendingin, media informasi dan sebagainya untuk membantu ibu menyusui dalam program pemberian ASI secara eksklusif. Menurut tenaga kesehatan yang
ada di PT. Apac Inti Corpora, para tenaga kesehatan juga sudah memberikan informasi terkait ASI eksklusif baik melalui media maupun penyuluhan secara
langsung. Namun jumlah pekerja yang melakukan pemberian ASI secara eksklusif masih sangat rendah.
Berdasarkan data yang didapat dari poliklinik PT. Apac Inti Corpora pada bulan Maret 2016, di sana terdapat 209 karyawan wanita yang memiliki bayi usia
0-12 bulan. Dari 209 karyawan wanita yang memiliki bayi usia 0-12 bulan, 95 karyawan diantaranya memiliki bayi usia 6-12 bulan, dan 114 karyawan lainnya
memiliki bayi usia 6 bulan. Dari 100 95 karyawan yang memiliki bayi usia 6-12 bulan, hanya 14,25 15 karyawan yang memberikan ASI eksklusif kepada
bayinya saat usia 0-6 bulan.
Upaya yang dilakukan dalam mencapai keberhasilan pemberian ASI eksklusif pada ibu disebut dengan manajemen laktasi. Manajemen laktasi sangat dibutuhkan
bagi seorang ibu khususnya ibu yang bekerja di luar rumah agar tetap dapat memberikan ASI eksklusif kepada bayinya. Manajemen laktasi terdiri dari
beberapa komponen yang meliputi perawatan payudara, ASI eksklusif, perencanaan menyusui, teknik menyusui, ASI perah, serta mitos dan masalah
dalam menyusui Perinasia, 2011. Pada ibu yang bekerja, sangat penting untuk mengetahui manajemen laktasi.
Selain itu, ibu bekerja juga perlu menanggapi dan memandang positif manajemen laktasi agar dapat mencapai keberhasilan dalam memberikan ASI eksklusif.
Sehingga, meskipun ibu bekerja di luar rumah namun tetap dapat memberikan ASI eksklusif kepada bayinya IDAI, 2010. Namun selain melakukan manajemen
laktasi, faktor internal dan eksternal lainnya juga harus dipertimbangkan dalam keberhasilan memberikan ASI eksklusif pada ibu bekerja. Faktor-faktor tersebut
meliputi tingkat pendidikan, pengetahuan, pendapatan, paritas, persepsi, sarana dan prasarana, dukungan keluarga, dukungan atasan langsung, dukungan teman
kerja, peran petugas kesehatan di tempat kerja, peran pengasuh bayi, lama jam kerja, kebijakan cuti melahirkan dan sosial budaya.
Salah satu teori yang membahas tentang perilaku kesehatan ialah teori
Health Belief Model
HBM
.
Teori ini mengemukakan bahwa perilaku seseorang dipengaruhi oleh persepsi seseorang yang meliputi persepsi tentang kerentanan,
keseriusan, hambatan, dan manfaat. Selain itu juga ada variabel demografi dan isyarat untuk bertindak yang mempengaruhi persepsi seseorang. Teori HBM tepat
digunakan dalam penelitian ini karena manajemen laktasi bersifat individu dan teori HBM menyatakan bahwa perilaku seseorang dipengaruhi oleh persepsi atau
kepercayaan individu itu sendiri tanpa memandang apakah persepsi tersebut sesuai atau tidak dengan realita Priyoto, 2014.
Berdasarkan permasalahan rendahnya persentase pemberian ASI eksklusif di PT. Apac Inti Corpora meskipun di sana telah disediakan fasilitas ruang laktasi
dan fasilitas pendukung menyusui lainnya, maka perlu dilakukan kajian lebih dalam tentang faktor-faktor yang mempengaruhi praktik pemberian ASI eksklusif
pada Ibu bekerja di PT. Apac Inti Corpora yang dikaji menggunakan teori
Health Belief Model
dalam manajemen laktasi.
1.2 RUMUSAN MASALAH