87
tetapi juga bisa secara kasat mata yang lebih praktis. Misalnya, pertambahan jumlah petak sawah atau berkurangnya mesin gilingan yang masih produktif digunakan.
Dengan demikian, aset anggota perlu dimaknai dari sisi lokalitasnya.
Tabel 4.24 Jawaban Informan
Terkait Kecukupan Kebutuhan Jawaban
Kebutuhan Primer Kebutuhan Sekolah Fr.
Fr.
Ya 27
90,0 24
80,0
Tidak 3
10,0 6
20,0 Total
30 100,0
30 100,0
Sumber: Hasil Pengolahan Data Kuesioner Fr.: frekuensi
: persentase
Tabel 4.25 Jawaban Informan
Terkait Kepemilikan Usaha Jawaban
Frekuensi Persentase
Ya 12
40,0
Tidak 18
60,0 Total
30 100,0
Sumber: Hasil Pengolahan Data Kuesioner
Sementara itu, peneliti menemukan bahwa lebih dari 80 informan telah berhasil memenuhi kecukupan kebutuhan primer dan kebutuhan sekolah atau
pendidikan. Di sisi lain, sayangnya, tidak sampai 50 informan yang memiliki sumber pendapatan tambahan. Padahal, salah satu fokus yang sudah lama
direncanakan oleh CUTM adalah setiap anggota didorong untuk memiliki sumber pendapatan baru demi meningkatkan kesejahteraan mereka. CUTM, dengan
berbagai latar belakang anggotanya, memang memiliki perhatian cukup besar di bidang kewirausahaan.
88
Berdasarkan pembahasan data-data dalam analisis V, lebih dari 50 informan telah mampu menambah aset mereka, memenuhi kebutuhan primer
keluarga, dan
yakin bisa
menyekolahkan anak
mereka hingga
lulus SMASMKsederajat. Secara umum, mereka mampu mengelola keuangan dengan
baik sehingga hal-hal fundamental, seperti pemenuhan kebutuhan makan, kebutuhan berpakaian, dan kepemilikan tempat tinggal, dapat dipenuhi. Namun,
merujuk pada usaha tambahan yang hanya dimiliki oleh 12 informan, peneliti menilai bahwa pengelolaan keuangan anggota dirasa cukup efektif memberikan
dampak pada kesejahteraan hidupnya.
4.2.6 Kesimpulan Analisis Pemetaan
Secara umum, mengacu pada pembahasan hasil analisis dampak melalui analisis pemetaan I, II, III, IV, dan V, peneliti menilai bahwa program pendidikan
CUTM belum diterima dan dimaknai oleh anggota secara maksimal. Menurut peneliti, berdasarkan hasil observasi pada Pendidikan Dasar, ada beberapa faktor
yang menyebabkan lemahnya proses perpindahan materi knowledge transfer dari penyaji kepada peserta pendidikan.
Dari sisi keutuhan materi, durasi 2 jam tidak cukup untuk penyaji menyampaikan materi secara komprehensif dan memastikan bahwa anggota
menerima materi tersebut dengan level pemahaman yang sama dengan penyaji. Ditambah, menurut peneliti, waktu praktik di kelas sangat kurang. Ada materi yang
dibawa pulang oleh peserta dan bisa dipraktikkan di rumah. Akan tetapi, hal itu tidak selalu dievaluasi lebih lanjut.
89
Dari sudut pandang sosiologis dan geografis, peneliti mencermati bahwa seseorang yang sudah lama tinggal di Jawa, terutama di Yogyakarta, diasumsikan
telah menerima kecukupan pendidikan formal dan informal yang lebih baik daripada seseorang yang tinggal di luar Jawa. Hal ini dipicu oleh perkembangan di
Jawa lebih maju sehingga untuk mendapatkan akses pendidikan dan pembelajaran menjadi lebih mudah. Melalui sudut pandang ini, peneliti mencermati bahwa
calon anggota dengan kebiasaan sekolah dan belajar yang sudah di-lakoni sejak dini, memiliki persepsi masing-masing terhadap pendidikan di CUTM. Pada
umumnya, seseorang yang merasa pernah mendapatkan suatu materi, akan memiliki perasaan acuh tak acuh untuk menerima ulang materi tersebut, apalagi
bila ia sudah merasa yakin bahwa materi tersebut berada dalam level yang sama dengan level pemahaman materi yang sudah ia dapatkan sebelumnya. Ditambah,
budaya Jawa, khususnya di Yogyakarta, yang sangat kental d engan roh “mangan
ora mangan kumpul ” mendorong banyak orang, terutama mereka yang sudah
melewati usia 40 ke atas, untuk lebih sering bersosialisasi dengan para sedulur dan tetangga-tetangganya. Lebih sering bersosialisasi artinya lebih banyak acara. Di
satu sisi, budaya tersebut baik untuk membangun komunitas belajar, seperti yang akan dilakukan oleh CUTM melalui kader-kadernya. Di sisi lain, kehadiran belajar
tidak selalu menjadi prioritas pertama bagi calon anggota karena merasa sosialisasi dengan sedulur-nya terasa lebih penting daripada menerima pendidikan.
Merujuk dari penjelasan di atas, tantangan bagi CUTM terkait penyelenggaraan pendidikan adalah menyusun program pendidikan sarat praktik dan terasimilasi
dengan budaya Yogyakarta, terutama wong mBantul. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
90
Asimilasi budaya adalah salah satu faktor sangat penting yang harus diusahakan oleh Lembaga Keuangan Mikro LKM untuk selalu bertumbuh dan
berkelanjutan di wilayah operasionalnya. The Group of Common Initiative of the Women Farmers of Bogso dalam tulisan yang disusun oleh United Nations
Economic Commission for Africa 2000, hal. 7 memasukkan peribahasa lokal “You
can’t wrap a gift box with just one hand” untuk membangun Yum, mengembangkan kekuatan anggota LKM, dan meningkatkan perekonomian komunitasnya di sebuah
wilayah di Kamerun, Afrika Tengah. Yum adalah alur pinjaman yang disediakan LKM setempat kepada para petani perempuan yang berfokus pada singkong, mulai
dari proses produksinya hingga ke ranah pemasarannya. Yum ini, kemudian, meluas pada pinjaman yang bisa diakses untuk kesehatan dan keperluan sekolah anak-anak
petani. Menurut peneliti, asimilasi budaya tidak boleh terputus-putus melalui
implementasi yang hanya diterapkan pada salah satu program di Credit Union. Asimilasi budaya harus mengikat visi, misi, tujuan, program, dan produk. Di
CUTM, asimilasi budaya “mangan ora mangan kumpul” hidup di dalam komunitas-komunitas yang digerakkan oleh manajemen melalui kader-kadernya.
Asimilasi budaya muncul pula pada produk tabungan dan pinjaman paguyuban bagi anggota-anggota yang memiliki satu jenis usaha. Akan tetapi, hal itu tampak belum
maksimal dihidupkan pada tujuan dan produk CUTM. Hal ini terlihat dari belum adanya produk tabungan individual yang dikhususkan untuk menabung demi
pembangunan sumber pendapatan baru. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI