Peran program pendidikan dalam upaya peningkatan kapasitas pengelolaan keuangan yang berdampak pada kesejahteraan anggota Credit Union : studi kasus pada Credit Union Tyas Manunggal di Bantul, Yogyakarta.

(1)

ABSTRAK

PERAN PROGRAM PENDIDIKAN

DALAM UPAYA PENINGKATAN KAPASITAS PENGELOLAAN KEUANGAN YANG BERDAMPAK PADA

KESEJAHTERAAN ANGGOTA CREDIT UNION Studi Kasus pada Credit Union Tyas Manunggal

di Bantul, Yogyakarta

Sinta Triyani

Universitas Sanata Dharma 2016

Salah satu tanggung jawab sosial dari sebuah Credit Union adalah memajukan pendidikan keuangan, yang merupakan prinsip inti koperasi, kepada seluruh anggotanya. Pendidikan merupakan salah satu pilar utama di Credit Union sebagai sebuah sarana penting untuk memajukan seluruh anggotanya supaya peran mereka tidak terbatas pada status penabung dan peminjam saja, tetapi juga ikut serta membangun pertumbuhan Credit Union-nya melalui pengembangan modal manusia dan modal sosialnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi efektivitas program pendidikan sebuah Credit Union dalam kaitannya dengan peningkatan kapasitas anggota di bidang pengelolaan keuangan yang berdampak pada kesejahteraan anggota. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif fenomenologis hermeneutika dengan metode triangulasi. Subyek penelitian ini adalah 30 anggota aktif, 1 pengurus, dan 2 manajemen Credit Union Tyas Manunggal di Bantul, Yogyakarta. Data penelitian dianalisis dengan cara mengklasifikasikan data berdasarkan kelompok-kelompoknya pada analisis dampak, lalu menghubungkannya dengan semua data dan informasi yang diperoleh dari survei, wawancara, observasi, dan studi pustaka melalui lima analisis pemetaan. Hasil analisis menunjukkan bahwa program pendidikan Credit Union

dinilai cukup efektif mengupayakan peningkatan kapasitas pengelolaan keuangan yang berdampak pada kesejahteraan anggota. Hal tersebut memberikan pengaruh pada terbatasnya pertambahan aset yang dimiliki anggota dan sedikitnya kepemilikan sumber pendapatan tambahan.


(2)

ABSTRACT

THE ROLE OF EDUCATION PROGRAM IN INCREASING FINANCIAL MANAGEMENT CAPACITY TOWARDS A BETTER OF CREDIT UNION MEMBERS’ WELL-BEING

Case Study of Credit Union Tyas Manunggal in Bantul, Yogyakarta

Sinta Triyani

Universitas Sanata Dharma 2016

One of Credit Union’s social responsibilities is to promote financial education,

which is the core principle of cooperative, to all members. Education is one of the pillars in Credit Union as an important tool to advance all members so their role is not only limited to do saving and accessing loans, but also participating in the development of Credit Union growth through the development of human capital and social capital. This study evaluated the effectiveness of a Credit Union’s education program in increasing financial management capacity to promote members’ well -being. This study is an hermeneutic phenomenological qualitative research using triangulation method. The subjects of this study were 30 members, one board of directors, and two management of Credit Union Tyas Manunggal in Bantul, Yogyakarta. The data was analyzed by classifying it into impact analysis, then connecting it with all data and information from surveys, interviews, observations, and literature studies through five mapping analysis. The study found that Credit Union education program is quite effective in increasing financial management capacity towards a better of members’ well-being. It provides limited impacts in increasing members’ assets and the lack of ownership of an additional revenue source.


(3)

PERAN PROGRAM PENDIDIKAN

DALAM UPAYA PENINGKATAN KAPASITAS

PENGELOLAAN KEUANGAN YANG BERDAMPAK

PADA KESEJAHTERAAN ANGGOTA

CREDIT UNION

Studi Kasus Pada Credit Union Tyas Manunggal

di Bantul, Yogyakarta

TESIS

PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN

Diajukan oleh

Sinta Triyani

142222102

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

2016


(4)

PERAN PROGRAM PENDIDIKAN

DALAM UPAYA PENINGKATAN KAPASITAS

PENGELOLAAN KEUANGAN YANG BERDAMPAK

PADA KESEJAHTERAAN ANGGOTA

CREDIT UNION

Studi Kasus Pada Credit Union Tyas Manunggal

di Bantul, Yogyakarta

TESIS

UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN PERSYARATAN

MENCAPAI DERAJAT SARJANA S-2

PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN

Diajukan oleh

Sinta Triyani

142222102

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

2016


(5)

(6)

(7)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Yogyakarta, 25 Agustus 2016


(8)

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH

UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya, mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama : Sinta Triyani Nomor Mahasiswa : 142222102

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan karya ilmiah saya dengan judul: Peran Program Pendidikan dalam Upaya Peningkatan Kapasitas Pengelolaan Keuangan yang Berdampak pada Kesejahteraan Anggota Credit Union: Studi Kasus pada Credit Union Tyas Manunggal di Bantul, Yogyakarta.

Dengan demikian, saya memberikan hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalarn bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di intemet atau media lain untuk kepentingan akademis kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal: 5 September 2016

Yang Menyatakan,


(9)

KATA PENGANTAR

Tesis dengan judul “Peran Program Pendidikan dalam Upaya Peningkatan Kapasitas Pengelolaan Keuangan yang Berdampak pada Kesejahteraan Anggota

Credit Union: Studi Kasus pada Credit Union Tyas Manunggal di Bantul, Yogyakarta” ini merupakan sebuah karya ilmiah yang diharapkan dapat membuka wawasan serta meningkatkan kesadaran atas pentingnya penyelenggaraan pendidikan pengelolaan keuangan yang komprehensif di kalangan penggiat Lembaga Keuangan Mikro, khususnya Credit Union. Penulisan tesis ini diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana S-2 pada Program Studi Magister Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Sanata Dharma.

Penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik serta tepat waktu berkat kasih dan anugerah Tuhan Yang Mahakuasa. Secara khusus, penulis menyampaikan penghormatan dan terima kasih dari lubuk hati terdalam kepada:

1. Drs. A. Yudi Yuniarto, MBA, selaku Dekan Fakultas Ekonomi Periode 2016-2020, Universitas Sanata Dharma.

2. Dr. Herry Maridjo, M.Si., selaku Dekan Fakultas Ekonomi Periode 2012-2016, Universitas Sanata Dharma.

3. Drs. T. Handono Eka Prabowo, MBA, Ph.D, selaku Ketua Program Studi Magister Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Sanata Dharma, yang telah memberikan motivasi selama penulis berproses di perkuliahan.

4. Dr. Titus Odong Kusumajati, MA. Terima kasih untuk senantiasa meluangkan waktu, pikiran, tenaga selama berdiskusi, membimbing penulis memahami topik keuangan mikro dengan segala keunikan di dalamnya, dan memberikan tantangan serta masukan yang sangat berharga pada tesis ini. Terima kasih atas rangkaian cerita kehidupan yang menginspirasi penulis untuk menemukan kebahagiaan di setiap kesulitan.

5. Drs. A. Triwanggono, M.S. Terima kasih telah membantu penulis menemukan celah-celah yang terlupakan pada tesis ini melalui pembahasan sangat detil saat seminar kolokium.


(10)

6. Romo Robertus In Nugroho Budisantoso, SJ., M.Hum., MPP. Terima kasih untuk waktu diskusi dan saran-saran strategisnya selama penulis berproses di perkuliahan, khususnya pada saat seminar proposal tesis.

7. Dr. Caecilia Wahyu Estining Rahayu, M.Si. Terima kasih telah mengenalkan dunia baru kepada penulis. Terima kasih atas segala bentuk bimbingan, perhatian, dan dukungan kepada penulis selama penulis berproses menggenapi dunia pengelolaan investasi.

8. Dr. Lukas Purwoto, M.Si., Dra. Diah Utari B.R., M.Si., dan Dr. FA. Joko Siswanto, MM., Ak., QIA. Terima kasih telah memberikan kepercayaan dan dukungan kepada penulis.

9. Ibu Bernadetta Rini Susanti. Terima kasih telah senantiasa memberikan doa, dukungan, perhatian, dan cerita-cerita kehidupan kepada penulis dan keluarga.

10. Bapak Paulus Hery Astono, Bapak Yohanes Sutanto, Bapak Bambang Supriyadi, segenap informan penelitian, dan seluruh warga Credit Union

Tyas Manunggal yang telah bersedia meluangkan waktu untuk terlibat dalam penelitian ini, serta memberikan dukungan finansial dan doa sepenuh hati kepada penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.

11. Adik Ignatius Dewa, Kakak Beta Wahyuni, Ibu Marseline K., Bapak FX Gimun, Mas Y. Agustiandaru, Mbak Vero, dan Mas Heri Handoko. Terima kasih untuk dukungan, kasih sayang, dan perhatian kepada penulis.

12. Segenap keluarga besar MM USD, khususnya “rasul kumel” angkatan II (September 2014). Teman-teman di Pelatihan Six Capital. Teman-teman

Green Entrepreneurship I. Teman-teman yang telah membantu selama proses penelitian: Enggar dan Rena. Sahabatku: Ermi, Rachmi, Rachma, Nada, Christopher M. Drake.

13. Romo Dr. Ignatius L. Madya Utama, SJ. Secara khusus, penulis menghaturkan banyak terima kasih atas segala bentuk perhatian, nasihat, pencerahan, dan bimbingan spiritual. Terima kasih senantiasa mengarahkan dan menemani penulis dalam melihat karya Tuhan di setiap pengalaman kehidupan. Terima kasih telah mendidik penulis dengan sangat baik.


(11)

14. Teristimewa, terima kasih ditujukan kepada sosok yang sangat berperan selama penulis menyelesaikan studi lanjut S-2 ini, Mama CM Endang Purwaningsih. Terima kasih atas cinta dan kesabaran Mama yang sangat berharga dan tidak tergantikan kepada penulis. Terima kasih selalu mengingatkan penulis untuk tekun dalam berdoa dan bekerja. Mama-lah

sumber kekuatan penulis.

Topik tesis ini masih memerlukan penelitian lebih dalam. Penulis mengharapkan tesis ini dapat menjadi sumber referensi awal tentang penyelenggaraan pendidikan yang tidak hanya terbatas di Credit Union, tetapi juga di Lembaga Keuangan Mikro lainnya.

Yogyakarta, 25 Agustus 2016


(12)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...i

LEMBAR PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ...ii

LEMBAR PERSETUJUAN ...iii

HALAMAN PERNYATAAN ...iv

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ...v

KATA PENGANTAR...vi

DAFTAR ISI ...ix

DAFTAR TABEL ...xii

DAFTAR GAMBAR ...xiii

DAFTAR LAMPIRAN ...xiv

ABSTRAK ...xv

ABSTRACT ...xvi

BAB I PENDAHULUAN ...1

1.1 Latar Belakang ...1

1.1.1 Credit Union: Sebuah Gerakan di dalam Lembaga Keuangan Mikro ...1

1.1.2 Pertumbuhan Credit Union dan Faktor Pengaruh Keberlanjutannya ...3

1.1.3 Pendidikan Anggota di Credit Union ...4

1.1.4 Pendidikan Keuangan dan Pengelolaan Keuangan...6

1.1.5 Peningkatan Kesejahteraan Hidup Anggota: Cita-cita Credit Union ...8

1.1.6 Studi Kasus Credit Union Tyas Manunggal, Bantul, Yogyakarta ...9

1.2 Rumusan Masalah...13

1.3 Tujuan Penelitian ...14

1.4 Manfaat Penelitian ...14

1.5 Batasan Penelitian ...15


(13)

BAB II LANDASAN TEORI ...17

2.1 Literasi Keuangan dan Pendidikan Keuangan ...17

2.1.1 Literasi Keuangan ...17

2.1.2 Pendidikan Keuangan ...19

2.2 Keterkaitan antara Literasi Keuangan dan Pendidikan Keuangan dengan Pengelolaan Keuangan dan Keputusan Finansial ...21

2.3 Pendidikan Anggota di Credit Union ...24

2.3.1 Pendidikan Dasar ...24

2.3.2 Pendidikan Literasi Keuangan ...28

2.4 Pilar Kesejahteraan Hidup ...31

2.5 Evaluasi Efektivitas Program Pendidikan...33

2.6 Analisis Dampak di Lembaga Keuangan Mikro ...34

2.7 Penelitian Kualitatif Fenomenologi tentang Literasi Keuangan: Tinjauan Teoritis ...36

BAB III METODE PENELITIAN ...37

3.1 Jenis Penelitian...37

3.2 Definisi Unit Analisis ...39

3.3 Populasi dan Sampel...44

3.4 Metode Pengumpulan Data ...45

3.5 Instrumen Penelitian ...47

3.6 Metode Analisis Data ...47

3.7 Kredibilitas Data ...50

3.8 Kerangka Penelitian ...51


(14)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...60

4.1 Karakteristik Informan Penelitian ...60

4.2 Pembahasan ...66

4.2.1 Analisis Pemetaan I ...69

4.2.2 Analisis Pemetaan II ...75

4.2.3 Analisis Pemetaan III ...78

4.2.4 Analisis Pemetaan IV...83

4.2.5 Analisis Pemetaan V ...85

4.2.6 Kesimpulan Analisis Pemetaan ...88

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...91

5.1 Kesimpulan ...91

5.2 Keterbatasan Penelitian...93

5.3 Rekomendasi ...93

DAFTAR PUSTAKA ...96


(15)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Dimensi Pendidikan Dasar ... 25

Tabel 4.1 Karakteristik Informan Berdasarkan Tahun Masuk Anggota ... 62

Tabel 4.2 Karakteristik Informan Berdasarkan Jenjang Usia ... 63

Tabel 4.3 Karakteristik Informan Berdasarkan Jenis Kelamin... 63

Tabel 4.4 Karakteristik Informan Berdasarkan Status Pernikahan... 63

Tabel 4.5 Karakteristik Informan Berdasarkan Jumlah Anak ... 64

Tabel 4.6 Karakteristik Informan Berdasarkan Pendidikan Terakhir ... 64

Tabel 4.7 Karakteristik Informan Berdasarkan Pekerjaan ... 65

Tabel 4.8 Karakteristik Informan Berdasarkan Penghasilan Bulanan... 65

Tabel 4.9 Jawaban Informan Terkait Kondisi Pengelolaan Keuangan Sebelum Masuk CUTM... 66

Tabel 4.10 Jawaban Informan Terkait Kepemilikan Tujuan Finansial ... 71

Tabel 4.11 Jawaban Informan Terkait Ketiadaan Tujuan Finansial... 71

Tabel 4.12 Jawaban Informan Terkait Perhitungan Bunga Simpanan ... 73

Tabel 4.13 Jawaban Informan Terkait Perhitungan Pengelolaan Pinjaman ... 74

Tabel 4.14 Jawaban Informan Terkait Kepemilikan Anggaran Belanja ke-1... 75

Tabel 4.15 Jawaban Informan Terkait Kepemilikan Simpanan Terhadap Pengeluaran ke-1 ... 76

Tabel 4.16 Jawaban Informan Terkait Perencanaan Meminjam ke-2... 76

Tabel 4.17 Jawaban Informan Terkait Kepemilikan Simpanan Pribadi ke-1 ... 79

Tabel 4.18 Jawaban Informan Terkait Kondisi Paling Dihindari Saat Mengakses Pinjaman ... 80

Tabel 4.19 Jawaban Informan Terkait Sikap Mengelola Pinjaman ... 82

Tabel 4.20 Jawaban Informan Terkait Peningkatan Simpanan ... 83

Tabel 4.21 Jawaban Informan Terkait Pengurangan Pengeluaran ... 84

Tabel 4.22 Jawaban Informan Terkait Peningkatan Pinjaman ... 84

Tabel 4.23 Jawaban Informan Terkait Pertambahan Aset... 86

Tabel 4.24 Jawaban Informan Terkait Kecukupan Kebutuhan ... 87


(16)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Model Interaktif Miles & Huberman... 49

Gambar 3.2 Kerangka Penelitian... 51

Gambar 3.3 Analisis Dampak ... 52

Gambar 3.4 Analisis Pemetaan I ... 55

Gambar 3.5 Analisis Pemetaan II ... 56

Gambar 3.6 Analisis Pemetaan III... 57

Gambar 3.7 Analisis Pemetaan IV ... 58


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I Kisi-kisi Kunci Kuesioner Penelitian ...101

Lampiran II Hasil Pengolahan Data Kisi-kisi Kunci Penelitian ...105

Lampiran III Kuesioner Penelitian...125

Lampiran IV Panduan Wawancara Pengurus dan Manajemen ...174

Lampiran V Panduan Observasi ...179

Lampiran VI Panduan Studi Pustaka...181

Lampiran VII Data Informan Penelitian...182


(18)

ABSTRAK

PERAN PROGRAM PENDIDIKAN

DALAM UPAYA PENINGKATAN KAPASITAS PENGELOLAAN KEUANGAN YANG BERDAM PAK PADA

KESEJAHTERAAN ANGGOTA CREDIT UNION Studi Kasus pada Credit Union Tyas Manunggal

di Bantul, Yogyakarta

Sinta Triyani

Universitas Sanata Dharma 2016

Salah satu tanggung jawab sosial dari sebuah Credit Union adalah memajukan pendidikan keuangan, yang merupakan prinsip inti koperasi, kepada seluruh anggotanya. Pendidikan merupakan salah satu pilar utama di Credit Union sebagai sebuah sarana penting untuk memajukan seluruh anggotanya supaya peran mereka tidak terbatas pada status penabung dan peminjam saja, tetapi juga ikut serta membangun pertumbuhan Credit Union-nya melalui pengembangan modal manusia dan modal sosialnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi efektivitas program pendidikan sebuah Credit Union dalam kaitannya dengan peningkatan kapasitas anggota di bidang pengelolaan keuangan yang berdampak pada kesejahteraan anggota. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif fenomenologis hermeneutika dengan metode triangulasi. Subyek penelitian ini adalah 30 anggota aktif, 1 pengurus, dan 2 manajemen Credit Union Tyas Manunggal di Bantul, Yogyakarta. Data penelitian dianalisis dengan cara mengklasifikasikan data berdasarkan kelompok-kelompoknya pada analisis dampak, lalu menghubungkannya dengan semua data dan informasi yang diperoleh dari survei, wawancara, observasi, dan studi pustaka melalui lima analisis pemetaan. Hasil analisis menunjukkan bahwa program pendidikan Credit Union

dinilai cukup efektif mengupayakan peningkatan kapasitas pengelolaan keuangan yang berdampak pada kesejahteraan anggota. Hal tersebut memberikan pengaruh pada terbatasnya pertambahan aset yang dimiliki anggota dan sedikitnya kepemilikan sumber pendapatan tambahan.


(19)

ABSTRACT

THE ROLE OF EDUCATION PROGRAM IN INCREASING FINANCIAL MANAGEMENT CAPACITY TOWARDS A BETTER OF CREDIT UNION MEMBERS’ WELL-BEING

Case Study of Credit Union Tyas Manunggal in Bantul, Yogyakarta

Sinta Triyani

Universitas Sanata Dharma 2016

One of Credit Union’s social responsibilities is to promote financial education,

which is the core principle of cooperative, to all members. Education is one of the pillars in Credit Union as an important tool to advance all members so their role is not only limited to do saving and accessing loans, but also participating in the development of Credit Union growth through the development of human capital and social capital. This study evaluated the effectiveness of a Credit Union’s education program in increasing financial management capacity to promote members’ well -being. This study is an hermeneutic phenomenological qualitative research using triangulation method. The subjects of this study were 30 members, one board of directors, and two management of Credit Union Tyas Manunggal in Bantul, Yogyakarta. The data was analyzed by classifying it into impact analysis, then connecting it with all data and information from surveys, interviews, observations, and literature studies through five mapping analysis. The study found that Credit Union education program is quite effective in increasing financial management capacity towards a better of members’ well-being. It provides limited impacts in increasing members’ assets and the lack of ownership of an additional revenue source.


(20)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.1.1 Credit Union: Sebuah Gerakan di dalam Lembaga Keuangan Mikro

Credit Union adalah sebuah gerakan, bukan sekadar sebuah Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang menyediakan fasilitas intermediasi keuangan. World Council of Credit Unions (WOCCU) menuliskan bahwa Credit Union memberikan lebih dari sekadar fasilitas jasa keuangan kepada seluruh lapisan masyarakat. Credit Union menyediakan kesempatan bagi seluruh anggotanya untuk memiliki lembaga keuangan mereka sendiri, membantu mereka menciptakan peluang-peluang seperti memulai sebuah usaha kecil, mengembangkan lahan pertanian, membangun rumah tinggal, dan mendidik anak-anak mereka. Singkatnya, WOCCU menegaskan bahwa keberadaan Credit Union bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan anggotanya, baik secara finansial maupun nonfinansial. Tujuan yang tidak hanya diukur secara finansial inilah yang membedakan Credit Union dengan bentuk lembaga keuangan lainnya.

Berbicara lebih lanjut mengenai suatu gerakan, tidak mungkin melepaskan aspek kemanusiaan yang melekat kuat di setiap kegiatan operasional Credit Union. Salah satu aspek kemanusiaan yang paling nyata di tubuh lembaga ini adalah keberadaan satu benang merah yang mengikat setiap anggota dari suatu Credit Union. McKillop & Wilson (2015, hal. 9) memaparkan bahwa ikatan utama antaranggota didasarkan pada kesamaan komunitas, pekerjaan, dan asosiasi. Bila


(21)

ditarik lebih jauh lagi, ikatan ini terkait pula pada tataran adat istiadat dan lokasi tempat Credit Union itu berada. Kedua hal ini merupakan fondasi penting bagi sebuah Credit Union untuk dapat diterima di tengah masyarakat sesuai dengan kondisi demografis, sosiologis, dan geografis mereka.

Aspek kemanusiaan yang kedua merujuk pada kepemilikan Credit Union. Pemilik Credit Union adalah anggota-anggotanya. Keberlangsungan lembaga ini ditentukan oleh dinamika seluruh anggotanya yang memiliki peran sebagai penabung, peminjam, dan investor.

Dalam praktiknya, peran anggota sebagai penabung dan peminjam bersinggungan satu sama lain. Di satu sisi, sebagai penabung, anggota menghendaki balas jasa simpanan yang tinggi. Di sisi lain, sebagai peminjam, anggota menginginkan akses pinjaman berbunga rendah. Persinggungan kedua peran ini merupakan salah satu konflik sangat potensial yang perlu disadari oleh seluruh anggotanya sejak awal. Penyadaran konflik tersebut adalah salah satu pekerjaan pengurus dan pengelola Credit Union melalui pendidikan kepada seluruh anggotanya.

Sementara itu, pemaknaan peran investor dalam diri anggota lebih dititikberatkan pada kepemilikan lembaga melalui acara Rapat Anggota Tahunan (RAT). Dalam acara tersebut, anggota tidak hanya menerima laporan operasional

Credit Union selama satu tahun, tetapi juga menerima manfaat finansial dari kelebihan hasil kegiatan usaha Credit Union, yakni Surplus Hasil Usaha (SHU).

Kepemilikan berbasis anggota dalam satu ikatan yang sama menjadi salah satu hal yang mempengaruhi perkembangan Credit Union. Dari sudut pandang


(22)

pengelolaan lembaga, ikatan yang sama pada setiap anggota akan mengurangi biaya informasi tentang calon peminjam. Hal ini merupakan salah satu bentuk efisiensi biaya operasional Credit Union. Selain itu, ikatan tersebut berdampak pula pada berkurangnya resiko kegagalan pengembalian pinjaman (Black & Duggar, 1981, dikutip oleh McKillop & Wilson, 2015, hal. 9). Mengenai ikatan yang sama pada setiap anggota, Kusumajati (2012, hal. 7) menambahkan bahwa adat dan budaya lokal yang dimiliki bersama dan diwariskan secara turun-temurun menjadi pertimbangan penting dalam perumusan produk-produk Credit Union, mekanisme kerja, dan penyelesaian masalah operasional, seperti penyelesaian pinjaman tidak lancar dilakukan dengan memanfaatkan tekanan sesama anggota.

1.1.2 Pertumbuhan Credit Union dan Faktor Pengaruh Keberlanjutannya Dalam lima tahun terakhir, data statistik WOCCU menunjukkan bahwa tingkat penetrasi Credit Union di dunia berada di atas angka 7,5% setiap tahunnya. WOCCU menutup tahun 2014 dengan menyatakan ada 60.500 ribu Credit Union

yang sudah eksis berkembang di 109 negara dengan jumlah anggota mencapai 223 juta dan aset senilai US$ 1,8 trilyun. Jumlah Credit Union ini diperkirakan akan terus bertambah karena persentase penetrasi dari tahun 2014 ke tahun 2015 sudah mencapai 8,3%. Kesimpulannya, eksistensi Credit Union di dunia bergerak dan bertumbuh secara positif.

Jasa pinjaman dan kinerja tingkat pengembaliannya merupakan dua hal yang sangat krusial untuk proses keberlanjutan Credit Union, terutama keberlanjutan dari sisi bisnis keuangannya. Pinjaman yang diberikan Credit Union sebagai salah satu


(23)

fasilitas intermediasi keuangan bagi anggotanya berasal dari gabungan tabungan seluruh anggota.

Selaras dengan Berthoud & Hinton (1989), sebagaimana dikutip oleh Kusumajati (2012, hal. 45), yang menyatakan bahwa Credit Union adalah koperasi yang menawarkan pinjaman kepada anggotanya, di mana pinjaman tersebut berasal dari tabungan yang dikumpulkan oleh seluruh anggota. Artinya, apabila pengembalian pinjaman tersendat, perputaran uang ikut mengalami perlambatan, dan jika tidak diatasi cepat, bukan hal yang tidak mungkin Credit Union tersebut perlahan-lahan redup dan akhirnya mati.

Untuk mencegah kemungkinan itu, Credit Union memberlakukan sistem analisis kredit, yang mencakup analisis dokumen dan observasi, sebelum menyetujui pinjaman anggota. Sistem analisis kredit ini tidak sekadar untuk kepentingan eksistensi dan keberlanjutan Credit Union sebagai sebuah lembaga keuangan mikro, tetapi juga kepentingan anggota-anggota lain.

1.1.3 Pendidikan Anggota di Credit Union

Selain sistem analisis kredit yang dilaksanakan oleh manajemen Credit Union, pencegahan dapat dilakukan melalui pendidikan kepada anggota. Pendidikan adalah salah satu pilar utama di Credit Union selain pilar solidaritas, swadaya, dan inovasi. Dari sudut pandang operasional, Munaldus, Karlena, & Herlina (2014, hal. xxv) menerjemahkan pilar tersebut dengan menggarisbawahi pernyataan dari Romo Albrecht Karim Arbie, seorang pastur dari Serikat Yesuit, bahwa permulaan CU dimulai dari pendidikan, perkembangannya dilakukan melalui pendidikan, dikontrol oleh pendidikan, dan bergantung pada pendidikan.


(24)

Dengan demikian, pendidikan sudah seharusnya dimaknai sebagai sarana penting untuk kemajuan dan keberlanjutan sebuah Credit Union.

Selama ini, praktik pendidikan yang berlangsung di Credit Union primer diadakan dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan wajib bagi calon anggota untuk bergabung sebagai anggota. Munaldus, Karlena, & Herlina (2014, hal. 28) menyatakan bahwa Pendidikan Dasar di Credit Union dibagi menjadi dua bagian, yakni Pendidikan Dasar I dan Pendidikan Dasar II.

Pendidikan Dasar I ditujukan kepada calon anggota yang sudah menerima sosialisasi tentang Credit Union. Materi Pendidikan Dasar I memuat sejarah Credit Union, keorganisasian Credit Union, manajemen keuangan pribadi (keluarga), pengantar manajemen kredit, dan pola kebijakan Credit Union setempat. Pendidikan Dasar I, idealnya, dilakukan selama dua hari.

Berikutnya, sasaran peserta Pendidikan Dasar II adalah anggota-anggota

Credit Union yang sudah mengikuti Pendidikan Dasar I. Pendidikan yang berdurasi 2-3 hari ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, wawasan, penghayatan, dan keterampilan anggota dalam berkomunitas di Credit Union. Namun, pada kenyataannya, ada Credit Union yang memangkas beberapa materi inti dalam Pendidikan Dasar I dan II, menggabungkan pangkasan-pangkasan tersebut, kemudian mempersingkat durasi waktu pendidikan menjadi satu hari, bahkan beberapa jam saja.

Lebih jauh lagi, Munaldus, Karlena, & Herlina (2014, hal. 157) menerangkan bahwa materi pendidikan Credit Union sebanyak 80% harus berisi kecerdasan emosi, kecerdasan dalam menghadapi kesulitan, dan kecerdasan spiritual. Sisanya


(25)

sebanyak 20% adalah materi terkait hal-hal teknis seperti keorganisasian, produk dan pelayanan, perhitungan balas jasa simpanan, perhitungan bunga pinjaman, dan tata cara pengajuan pinjaman. Sayangnya, dalam praktik riilnya, persentase materi di atas justru terbalik.

Berikutnya, setelah pendidikan dasar bagi calon anggota, ada pendidikan lanjutan bagi anggota, yakni pendidikan literasi keuangan. Dari beberapa poin yang disampaikan oleh Munaldus, Karlena, & Herlina (2014, hal. 158-160), materi dalam pendidikan literasi keuangan lebih menekankan pada internalisasi pembedaan konsep kebutuhan dan keinginan, pembelajaran tentang perencanaan keuangan yang lebih komprehensif, internalisasi filosofi Credit Union dan anggota-anggotanya sebagai satu kesatuan yang saling menghidupi.

1.1.4 Pendidikan Keuangan dan Pengelolaan Keuangan

Bongini, Colombo, & Drozdowska (2015, hal. 3) mengungkapkan bahwa beberapa pihak merasa khawatir karena pengetahuan konsumen terhadap konsep finansial sangat kurang. Konsep finansial diperlukan untuk mengambil keputusan finansial ketika mengakses sebuah lembaga keuangan. Konsep finansial tersebut terdiri dari keputusan investasi dan menabung yang baik, pengelolaan utang yang lebih baik, dan perencanaan masa pensiun dengan lebih hati-hati. Pengelolaan keuangan merupakan transformasi konsep finansial menuju keputusan finansial yang direalisasikan ke bentuk aktivitas-aktivitas finansial.

Byrne (2010), sebagaimana dikutip oleh McKillop & Wilson (2015, hal. 11) menyatakan, aktivitas dan inisiatif dalam pendidikan dan literasi keuangan merupakan hal pokok dari karakter sosial dan ekonomi sebuah Credit Union dalam


(26)

melayani kebutuhan anggota-anggotanya. Lebih lanjut, McKillop & Wilson (2015, hal. 16) menambahkan, salah satu tanggung jawab sosial dari sebuah Credit Union

adalah memajukan pendidikan keuangan, yang merupakan prinsip inti koperasi, kepada seluruh anggotanya. Sayangnya, tanggung jawab ini cenderung dilakukan secara sederhana dalam rangkaian waktu yang terputus-putus atau tidak rutin pelaksanaannya. Tidak heran bila dampak dari implementasi yang demikian tidak dinikmati oleh semua anggota.

Blake & de Jong (2008), sebagaimana dikutip oleh Byrne, Power, McCarthy, & Ward (2010, hal. 10), menerangkan bahwa mereka yang dikatakan mampu secara finansial adalah mereka yang menggunakan produk yang tersedia sebaik mungkin dengan mengintegrasikan kemampuan untuk mengatasi tekanan finansial dan menghindari masalah keuangan, kemampuan untuk mengatasi krisis, kemampuan untuk menyusun anggaran yang baik, kemampuan untuk mengembangkan pendapatan semaksimal mungkin, dan kemampuan untuk merencanakan masa depan melalui tabungan serta asuransi. Lebih jauh lagi, Byrne, Power, McCarthy, & Ward (2010, hal. 13) mengungkapkan bahwa seseorang dengan kemampuan finansial yang rendah akan memiliki konsekuensi serius, terutama bagi mereka yang berpendapatan rendah.

Pernyataan-pernyataan di atas semakin menekankan pentingnya literasi keuangan dan pendidikan keuangan bagi setiap orang. Apabila ditelaah lebih lanjut dalam konteks Credit Union yang merupakan sebuah gerakan dari kumpulan anggota yang saling percaya, maka pendidikan merupakan salah satu sarana penting untuk memajukan seluruh anggotanya supaya peran mereka tidak terbatas pada


(27)

status penabung dan peminjam saja, tetapi juga ikut serta membangun pertumbuhan

Credit Union-nya melalui pengembangan modal manusia dan modal sosialnya. 1.1.5 Peningkatan Kesejahteraan Hidup Anggota: Cita-cita Credit Union

Pada awalnya, LKM diciptakan dengan tujuan untuk menyediakan fasilitas jasa keuangan kepada masyarakat yang tidak memiliki akses ke lembaga keuangan formal karena suatu alasan tertentu, seperti ketidakmampuan memenuhi persyaratan administrasi. Wright (1999), sebagaimana dikutip oleh Ahorlu (2014, hal. 24), menyatakan bahwa fokus untuk membantu masyarakat miskin dalam meningkatkan kesejahteraan hingga mencapai titik tertentu adalah dengan menyediakan berbagai jasa keuangan yang disesuaikan dengan kebutuhan mereka sehingga kekayaan dan penghasilan akan berkembang seiring berjalannya waktu.

Merujuk pada pernyataan di atas, kehadiran LKM dimaknai sebagai sebuah komponen kunci dari sistem keuangan yang memiliki maksud untuk mengubah dan mengembangkan kehidupan masyarakat berpendapatan rendah melalui penciptaan lapangan pekerjaan yang nantinya dapat menjadi sebuah kontribusi pertumbuhan ekonomi lokal. Dengan demikian, ada sebuah cita-cita fundamental yang diperjuangkan oleh setiap LKM, yakni meningkatkan kesejahteraan hidup bagi para kliennya.

Bagi LKM yang membawa identitas Credit Union dengan segala keunikannya, kesejahteraan hidup yang dicita-citakan itu kurang tepat bila hanya berbicara tentang peningkatan yang diukur dari sisi finansial. Ada sisi nonfinansial yang harus masuk ke pemaknaan kesejahteraan hidup. Hal ini menjadi salah satu


(28)

tugas Credit Union untuk menanamkan kesadaran kepada anggota-anggotanya bahwa sejahtera memiliki makna lebih dalam daripada sekadar memiliki tabungan. 1.1.6 Studi Kasus Credit Union Tyas Manunggal, Bantul, Yogyakarta

Credit Union Tyas Manunggal (CUTM) berdiri pada tanggal 7 Oktober 2005, berlokasi di Gedogan RT 06, Sumbermulyo, Bambanglipuro, Bantul, Yogyakarta. Pada tahun 2011, CUTM mendapatkan legalitas operasional dari pemerintah sebagai lembaga keuangan simpan pinjam berbentuk koperasi. Nomor legalitas CUTM adalah 144/BH/XV.1/V/2011.

Sejak kelahirannya pada tahun 2005, Credit Union Tyas Manunggal (CUTM) memiliki pertumbuhan aset yang kuat dengan tingkat kelalaian kredit kurang dari 2%. Tutup buku tahun 2015 menunjukkan tingkat kelalaian kredit hanya sebesar 1,9% dari angka ideal 5%. Angka ini meningkat cukup signifikan dari tahun 2014 yang berada pada posisi 0,74%. Meskipun demikian, angka ini memberikan bukti bahwa CUTM masih berhasil menekan tingkat pengembalian kredit gagal atas pinjaman yang diakses oleh anggota-anggotanya.

Sayangnya, penyerapan dana pinjaman anggota CUTM ini belum maksimal. Selama tahun 2015, CUTM mencatat jumlah peminjam sebanyak 1073 orang atau sekitar 52,47% dari total anggota. Penyerapan dana pinjaman hanya berada di angka 65% dari persentase ideal sebesar 70-80%. Hal ini menunjukkan adanya idle money

yang tidak digunakan secara efektif dalam perputaran bisnis keuangan CUTM. Artinya, cadangan dana resiko yang semakin besar jumlahnya tidak diikuti dengan semakin maksimalnya penyerapan dana pinjaman oleh anggota.


(29)

Ditinjau dari bisnis keuangannya, peneliti menemukan beberapa kondisi yang saat ini terjadi di CUTM. Pertama, jumlah aset bertumbuh sangat kuat. Kedua, penabung melakukan perannya dengan baik. Ketiga, peminjam melakukan kewajibannya mengangsur dengan sangat baik. Keempat, jumlah peminjam pada tahun 2012-2015 tidak pernah lebih dari 65% dari total anggota. Kelima, persentase jumlah uang yang beredar di anggota atau persentase penyerapan dana pinjaman belum maksimal karena hanya sekitar 58-66% dari total aset selama tahun 2012-2015.

Peneliti meringkas kondisi-kondisi di atas menjadi empat intisari. Pertama, kinerja keuangan CUTM sangat sehat, ditilik dari pertumbuhan aset, pertambahan SHU setiap tahun, dan tingkat kemacetan kredit yang rendah. Kedua, anggota-anggota yang mengakses pinjaman menunjukkan kinerja pengembalian sangat baik. Ketiga, hampir setengah dari total anggota CUTM belum atau tidak mengakses pinjaman. Keempat, adanya inefisiensi praktik di CUTM berkenaaan dengan idle money yang belum diserap oleh anggota.

Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti menyimpulkan bahwa sistem simpan-pinjam di Credit Union berkaitan langsung dengan keberlanjutan finansialnya. Apabila salah satu sistem tersebut berjalan tidak lancar, maka tantangan lembaga tersebut untuk bertumbuh dan berkelanjutan semakin besar. Beberapa contoh ketidaklancaran dari sistem simpan-pinjam, antara lain:

a. Jumlah peminjam terlalu sedikit apabila dibandingkan dengan jumlah dana pinjaman yang tersedia. Hal ini mengakibatkan lambatnya perputaran uang di dalam Credit Union.


(30)

b. Peminjam tidak selalu taat melakukan kewajibannya membayar pinjaman pokok dan bunga pinjaman dengan lancar. Hal ini menambah persentase tingkat kemacetan kredit dan lembaga semakin kesulitan menangani akibat selanjutnya.

c. Pertambahan jumlah simpanan tidak selalu diikuti dengan pertambahan jumlah pinjaman. Hal ini akan berpengaruh pada timpangnya biaya operasional lembaga, terutama pada sistem pembayaran bunga simpanan anggota dan pembagian SHU.

Ketidaklancaran sistem yang paling banyak terjadi di Credit Union adalah peminjam tidak selalu taat melakukan kewajiban mengembalikan pinjaman pokok dan membayar bunga pinjaman. Hal ini dapat dilihat dari persentase tingkat Non-Performance Loan.

Salah satu ketidaklancaran yang utama dari sistem simpan-pinjam di CUTM adalah jumlah peminjam sedikit sehingga jumlah dana pinjaman yang diserap anggota belum maksimal. Bagusnya, jumlah peminjam CUTM memiliki kinerja pengembalian sangat baik sehingga tidak menganggu biaya operasional lembaga, termasuk sistem pembayaran bunga simpanan dan pembagian SHU. Kedua hal di atas menimbulkan pertanyaan bagi peneliti. Pertama, pertanyaan terkait alasan sedikitnya jumlah peminjam di CUTM. Kedua, pertanyaan terkait keberadaan faktor yang mendorong kinerja pengembalian pinjaman sangat baik. Peneliti kemudian mengaitkan kedua pertanyaan tersebut dengan keberlangsungan pendidikan anggota Credit Union, yakni peran program pendidikan anggota di CUTM dalam upaya peningkatan kesadaran bagi para peminjam untuk bertanggung


(31)

jawab mengembalikan pinjaman pokok dan bunga pinjaman supaya lembaga dapat terus eksis. Dalam hal ini, ada penekanan penting mengenai pendidikan anggota

Credit Union dan keterkaitannya dengan perencanaan masa depan ekonomi mereka. Pentingnya pendidikan ini memotivasi peneliti untuk menggali peran CUTM selama ini dalam memberikan pendidikan kepada anggota-anggotanya terkait keputusan finansial mereka untuk menabung, mengakses pinjaman, dan mengangsur pinjaman.

Berikutnya, salah satu program berkelanjutan yang sedang dibangun oleh CUTM adalah penciptaan usaha kecil menengah (UKM) yang dikelola oleh anggota-anggotanya. UKM-UKM ini, kemudian, akan dikelompokkan berdasarkan jenis usahanya dan didorong untuk menciptakan rantai usaha yang tidak terputus antaranggota. Aksi pertama dari program ini adalah mendorong anggota untuk membangun sumber pendapatan tambahan sehingga sarana untuk meningkatkan kesejahteraan pun semakin meluas.

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa kesejahteraan hidup tidak hanya diukur dari sisi finansial, peneliti memasukkan unsur sumber pendapatan tambahan sebagai salah satu unit analisis penelitian untuk mengevaluasi dampak dari pendidikan CUTM terhadap pembangunan kesejahteraan nonfinansial. Meskipun tujuan pembangunan sumber pendapatan tambahan adalah mendorong peningkatan ekonomi yang lebih mudah diukur secara finansial, peneliti lebih fokus pada eksistensi sumber pendapatan tersebut di dalam pengelolaan keuangan dan peran CUTM dalam membimbing anggota-anggotanya menciptakan sumber pendapatan tersebut sebagai bentuk tanggung jawab sosial lembaga untuk


(32)

meningkatkan kesejahteraan hidup. Dengan demikian, peneliti hendak mengevaluasi efektivitas pendidikan tersebut dalam kaitannya dengan peningkatan kapasitas anggota di bidang pengelolaan keuangan dan dampak dari aktivitas pengelolaan keuangan tersebut terhadap kesejahteraan hidup anggota.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, masalah yang akan dijawab melalui penelitian ini berkaitan dengan efektivitas program pendidikan CUTM dalam upaya peningkatan kapasitas pengelolaan keuangan yang berdampak pada kesejahteraan anggota. Pertanyaan penelitian dirumuskan sebagai berikut:

a. Sejauh mana efektivitas program pendidikan CUTM dalam upaya peningkatan pengetahuan finansial anggota?

b. Sejauh mana efektivitas program pendidikan CUTM dalam upaya peningkatan keterampilan finansial anggota?

c. Sejauh mana efektivitas program pendidikan CUTM dalam upaya perubahan sikap finansial anggota?

d. Sejauh mana efektivitas implementasi pengetahuan finansial, keterampilan finansial, dan sikap finansial anggota terhadap pengelolaan keuangannya?

e. Sejauh mana efektivitas pengelolaan keuangan anggota memberikan dampak pada kesejahteraan hidupnya?


(33)

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

a. Mengevaluasi efektivitas program pendidikan CUTM dalam upaya peningkatan pengetahuan finansial anggota.

b. Mengevaluasi efektivitas program pendidikan CUTM dalam upaya peningkatan keterampilan finansial anggota.

c. Mengevaluasi efektivitas program pendidikan CUTM dalam upaya perubahan sikap finansial anggota.

d. Mengevaluasi efektivitas implementasi pengetahuan finansial, keterampilan finansial, dan sikap finansial anggota terhadap pengelolaan keuangannya.

e. Mengevaluasi dampak efektivitas pengelolaan keuangan anggota terhadap kesejahteraan hidupnya.

1.4 Manfaat Penelitian a. Manfaat Teoritis:

Bahan referensi untuk dunia akademik tentang Lembaga Keuangan Mikro Credit Union, khususnya terkait penyelenggaraan program pendidikan sebagai salah satu pilar Credit Union.

b. Manfaat Praktis:

Bahan evaluasi dan rekomendasi untuk implementasi kebijakan pendidikan yang lebih baik terkait masa depan ekonomi bagi anggota dan lembaga dalam praktik nyata di CUTM.


(34)

1.5 Batasan Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti berfokus pada kajian program Pendidikan Dasar dan Pendidikan Literasi Keuangan di Credit Union Tyas Manunggal, Bantul, Yogyakarta yang dikaitkan dengan kapasitas pengelolaan keuangan, serta dampak kapasitas tersebut terhadap kesejahteraan hidup anggota. Dengan demikian, penelitian ini tidak ditujukan untuk menciptakan generalisasi analisis program pendidikan Credit Union di Indonesia.

1.6 Sistematika Penulisan Bab I. Pendahuluan

Bab ini menguraikan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II. Landasan Teori

Bab ini menerangkan teori-teori pendukung penelitian yang menjadi dasar untuk membahas hasil temuan peneliti.

Bab III. Metode Penelitian

Bab ini menguraikan jenis penelitian, definisi unit analisis, populasi dan sampel, metode pengumpulan data, instrumen penelitian, metode analisis data, kredibilitas data, kerangka penelitian, dan denah analisis antarunit analisis.


(35)

Bab IV. Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab ini memaparkan hasil temuan penelitian dalam bentuk deskripsi data dan uraian analisis data.

Bab V. Kesimpulan dan Saran

Bab ini terdiri dari kesimpulan hasil penelitian, keterbatasan penelitian, dan implikasi penelitian.


(36)

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Literasi Keuangan dan Pendidikan Keuangan

Berdasarkan bab sebelumnya, pendidikan adalah salah satu sarana penting dalam membentuk kesadaran individu untuk merencanakan masa depan ekonominya. Guna mendukung proses penelitian, subbab ini memuat teori-teori yang dapat menjadi acuan untuk memahami konsep literasi keuangan dan pendidikan keuangan.

2.1.1 Literasi Keuangan

Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD, 2009, hal. 4-6) menyatakan, tingkat kemampuan dan literasi keuangan individu yang rendah adalah dua faktor dominan yang berpengaruh buruk terhadap kondisi ekonomi seseorang, khususnya pada masa krisis. OECD menyoroti tiga hal pokok yang mendasari pernyataan di atas. Pertama, seseorang cenderung menilai pengetahuan dan keterampilan finansial adalah sesuatu yang terlalu tinggi atau terlalu sulit untuk dipahami. Kedua, kurangnya kepercayaan diri untuk mengakses institusi keuangan. Ketiga, dampak krisis sangat besar terjadi pada kelompok-kelompok yang rentan.

Lusardi (2008, hal. 1-4) menyoroti bahwa ada banyak bukti yang menyatakan banyak orang tidak dibekali pengetahuan yang cukup untuk membuat keputusan finansial. Padahal, literasi keuangan berdampak pada pembuatan keputusan finansial. Pada penelitian berikutnya, Lusardi, Mitchell, & Curto (2010, hal. 3-7)


(37)

menemukan bahwa tingkat literasi keuangan yang rendah cenderung terkait erat dengan karakteristik sosio-demografi dan pengalaman finansial di dalam keluarga. Lusardi mengemukakan pula bahwa individu dengan tingkat literasi keuangan yang minim cenderung memiliki masalah terkait utang dan perencanaan masa depan ekonominya.

Huston (2010, hal. 296-297) memaparkan bahwa pengetahuan finansial merupakan dimensi tidak terpisahkan dari literasi keuangan, meskipun hal tersebut belum dapat menggambarkan literasi keuangan seseorang. Remund (2010, hal. 284) menuliskan pengertian literasi keuangan sebagai berikut:

Financial literacy is a measure of the degree to which one understands key financial concepts and possesses the ability and confidence to manage personal finances through appropriate short-term decision-making and sound, long-range financial planning, while mindful of life events and changing economic conditions. Literasi keuangan mengukur kedalaman seseorang memahami konsep-konsep kunci tentang keuangan, memiliki kemampuan dan kepercayaan diri untuk mengelola keuangan pribadinya melalui pengambilan keputusan jangka pendek yang tepat dan baik, perencanaan keuangan jangka panjang, sambil menyadari peristiwa kehidupan dan perubahan kondisi ekonomi.

Lebih lanjut, Remund menjelaskan bahwa meskipun literasi keuangan, secara konseptual, merujuk pada keterampilan, ukuran literasi keuangan yang ada saat ini lebih didominasi dengan ukuran kecukupan pengetahuan.

Zait & Bertea (2014, hal. 38-39) mengemukakan lima dimensi literasi keuangan. Pertama, pengetahuan tentang konsep dan produk finansial. Kedua, kecerdasan komunikasi terkait konsep finansial. Ketiga, kemampuan menggunakan pengetahuan untuk membuat keputusan finansial. Keempat, pemanfaatan berbagai instrumen keuangan. Kelima, kepercayaan diri seseorang terhadap aktivitas dan


(38)

keputusan finansial sebelumnya. Lebih dalam lagi, istilah literasi keuangan menggabungkan pengetahuan, pendidikan, kemampuan, kompetensi, dan tanggung jawab pada saat bersamaan.

2.1.2 Pendidikan Keuangan

Lingkungan finansial yang dihadapi saat ini memiliki tingkat kompleksitas yang lebih berbahaya bagi individu dalam membuat keputusan finansialnya (Boshara, Gannon, Mandell, Phillips, & Sass, 2010, hal. 5). Ketidakcukupan pemahaman konsep finansial pada individu diidentifikasi sebagai penghalang potensial dari setiap upaya pengembangan kebijakan lembaga. Hal tersebut juga menjadi pertanyaan penting untuk lembaga keuangan mengenai efektivitas usaha penyelenggaraan pendidikan keuangan selama ini terutama bagi konsumen yang rentan (Moore, 2003, hal. 28).

OECD (2005b, hal. 13, 26) menuliskan pengertian pendidikan keuangan sebagai berikut:

Financial education is the process by which financial consumers/investors improve their understanding of financial products and concepts and through information, instruction and/or objective advice, develop the skills and confidence to become aware of financial risks and opportunities, to make informed choices, to know where to go for help and to take other effective actions to improve their financial well-being.

Pendidikan keuangan adalah proses bagi konsumen/investor keuangan guna meningkatkan pemahaman tentang konsep, produk keuangan, instruksi dan/atau saran objektif melalui informasi, guna mengembangkan keterampilan dan kepercayaan diri untuk menjadi sadar terhadap peluang dan risiko (keuangan), guna menetapkan pilihan, guna mengetahui tempat mencari bantuan, dan guna mengambil tindakan efektif lainnya dalam rangka mengembangkan kesejahteraan finansial mereka.


(39)

OECD menganjurkan program pendidikan keuangan sebaiknya fokus pada aspek perencanaan hidup terkait tabungan, pinjaman, asuransi, dan pensiun. Dalam surveinya, FINRA (2009, hal. 5) menekankan empat komponen kemampuan keuangan, yakni mampu memenuhi kebutuhan, membuat perencanaan, mengelola produk keuangan, serta memiliki pengetahuan keuangan dan membuat keputusan finansial.

Yoong & Ferreira (2011, hal. 12) menjelaskan lebih lanjut bahwa bagi konsumen, ada hubungan antara pendidikan keuangan dengan perilaku finansial – perencanaan lebih baik, penggunaan pinjaman lebih tepat, dan pertambahan kekayaan– yang mengarah pada kehidupan finansial lebih sejahtera. Sementara itu, bagi industri jasa keuangan, peningkatan permintaan produk-produk keuangan, daya saing lembaga, transparansi lembaga, dan peningkatan efisiensi adalah dampak dari partisipasi konsumen yang diedukasi dengan baik.

Hogarth (2006, hal. 1) menjelaskan bahwa konsumen yang teredukasi dengan baik akan menciptakan riak-riak ekonomi bagi sekitarnya, tidak hanya untuk diri sendiri. Mereka mampu membuat keputusan finansial dengan lebih baik untuk kepentingan pribadi maupun keluarga, serta mampu meningkatkan kesejahteraan hidup.

Dengan demikian, mengakses atau meningkatkan pemahaman finansial jelas sekali urgensinya bagi konsumen dalam menghadapi perubahan kondisi ekonomi. Dengan semakin kompleksnya produk dan jasa keuangan, individu dihadapkan pada tanggung jawab lebih besar terkait pengelolaan keuangan pribadinya, bahkan


(40)

keuangan keluarganya. Untuk mampu bertanggung jawab atas segala keputusan finansialnya, individu memerlukan pendidikan keuangan yang memadai.

2.2 Keterkaitan antara Literasi Keuangan dan Pendidikan Keuangan dengan Pengelolaan Keuangan dan Keputusan Finansial

Subbab sebelumnya membahas konsep literasi keuangan dan pendidikan keuangan secara umum. Pada subbab ini, kedua konsep tersebut dihubungkan dengan praktik pengelolaan keuangan dan keputusan finansial.

Dari sejumlah penelitian yang telah dilakukan, rendahnya tingkat literasi keuangan dikaitkan dengan perilaku negatif terhadap aktivitas meminjam, seperti menunda pembayaran angsuran sehingga utang terus menumpuk (Zinman, 2008, hal. 15; Lusardi & Tufano, 2009, hal. 19-22). Literasi keuangan, secara positif, berkorelasi dengan perencanaan pensiun, menabung, dan akumulasi aset (Rooij, Lusardi, & Alessie, 2011, hal. 13-14).

President’s Advisory Council on Financial Capability (2008, hal. 9-10) mengungkapkan bahwa literasi keuangan terdiri dari pengetahuan finansial dan keterampilan finansial secara umum yang sifatnya personal. Sementara itu, pendidikan keuangan didefinisikan sebagai jalur pengetahuan terstruktur yang dapat digunakan sebagai alat untuk mengembangkan literasi keuangan. Kedua konsep tersebut berkaitan, namun secara substansial, keduanya memiliki perbedaan. Lebih lanjut, selain sebagai keterampilan hidup yang sangat penting, literasi keuangan juga dipandang sebagai salah satu komponen kunci dari perkembangan dan stabilitas finansial serta ekonomi.


(41)

Menurut Lewis & Klein (2009, hal. 15), ada keterkaitan antara kecukupan pendidikan dalam peningkatan literasi keuangan dengan dampak pendidikan pada keputusan finansial, baik itu untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Pernyataan tersebut merupakan perkembangan dari pertanyaan Lyons, Chang, & Scherpf (2006, hal. 29) tentang efektivitas pendidikan keuangan dalam peningkatan literasi keuangan yang dikaitkan dengan perkembangan perilaku finansial. Perilaku finansial yang dimaksud meliputi penetapan tujuan keuangan, penggunaan rencana belanja, penelusuran pengeluaran, pengurangan utang, penyisihan biaya untuk dana darurat, dan penyimpanan uang (menabung).

Meier & Sprenger (2008, hal. 18) menyatakan bahwa mereka yang berpartisipasi dalam pendidikan keuangan memiliki orientasi untuk masa depan yang lebih baik. Meskipun pendidikan keuangan dipandang sesuatu yang sangat penting, Hastings, Madrian, & Skimmyhorn (2013, hal. 358) lebih menekankan bahwa, pada akhirnya, hanya pendidikan keuangan terstruktur yang memiliki pengaruh penuh makna bagi partisipan. Pendidikan yang kurang atau tidak terstruktur akan menciptakan hasil finansial (financial outcome) yang lemah.

Hilgert, dkk. (2003, hal. 311) memaparkan bahwa ada hubungan kuat antara pengetahuan finansial dengan sejumlah praktik finansial seperti: membayar tagihan tepat pada waktunya, pencatatan pengeluaran, pengelolaan dana cadangan, dan penyusunan tujuan-tujuan finansial. Penelitian relevan lainnya menyebutkan ada hubungan antara kemampuan numerik atau kemampuan kognitif secara umum dengan hasil finansial (financial outcome). Walaupun konsep dari kemampuan tersebut berbeda dengan literasi keuangan, ada kecenderungan memiliki korelasi


(42)

positif. Dengan kata lain, individu yang memiliki kemampuan numerik atau kemampuan kognitifnya tinggi, tingkat literasi keuangannya pun tinggi (Banks, dkk., 2010, hal. 397-398).

Dalam penelitiannya, Cole, dkk. (2011, hal. 38) memaparkan, data survei dari Indonesia dan India menunjukkan literasi keuangan berkaitan erat dengan perilaku finansial dan kesejahteraan rumah tangga. Lebih lanjut, literasi keuangan adalah salah satu aspek terkuat dan paling konsisten dari permintaan layanan keuangan. Penelitian Cole, dkk. menampilkan bukti tentang pentingnya literasi keuangan pada pengguna layanan keuangan dalam membuat keputusan finansial yang lebih baik.

Carpena, dkk. (2011, hal. 16-17) menggunakan metodologi empiris yang lebih menyakinkan untuk mendapatkan dampak dari pendidikan keuangan pada literasi keuangan dan hasil finansial. Pada beberapa evaluasi pendidikan keuangan di institusi keuangan mikro di India, Carpena, dkk. menyebutkan bahwa pendidikan keuangan tidak semerta-merta memperbaiki keputusan finansial partisipan, namun hal tersebut memperbaiki sikap finansial individu melalui peningkatan kesadaran terhadap produk-produk keuangan.

Orton (2007, hal. 7) memaparkan definisi kapasitas finansial (financial capability), pengetahuan dan pemahaman finansial (financial knowledge and understanding), kompetensi dan keterampilan finansial (financial skills and competence), serta tanggung jawab finansial (financial responsibility) dari Policy Research Initiative (2005). Kapasitas finansial dipahami sebagai kesatuan dari pengetahuan, keterampilan, sikap, dan tanggung jawab individu.


(43)

Sementara itu, pengetahuan dan pemahaman finansial adalah kemampuan untuk mengendalikan uang dalam berbagai bentuk, kegunaan, dan fungsi, termasuk kemampuan untuk menangani masalah finansial sehari-hari dan membuat pilihan yang tepat sesuai dengan kebutuhan pribadinya. Keterampilan dan kompetensi finansial adalah kemampuan untuk menerapkan pengetahuan dan pemahaman finansial di berbagai konteks termasuk di dalam situasi yang bisa diprediksi maupun di dalam situasi tidak terduga, termasuk kemampuan untuk mengelola peluang finansial dan menyelesaikan masalah finansial. Tanggung jawab finansial adalah kemampuan untuk menghargai dampak yang lebih luas dari keputusan finansial atas pribadi, keluarga, dan masyarakat, termasuk kemampuan untuk memahami hak, tanggung jawab, dan saran-saran dari berbagai sumber.

2.3 Pendidikan Anggota di Credit Union

Pada subbab ini, penjelasan terkait pendidikan dispesifikkan lagi berdasarkan karakteristik Credit Union. Ada beberapa jenis pendidikan yang diselenggarakan di

Credit Union. Namun, subbab ini hanya memaparkan pendidikan yang dikhususkan untuk (calon) anggota-anggota, yakni Pendidikan Dasar dan Pendidikan Literasi Keuangan.

2.3.1 Pendidikan Dasar

Pada bab sebelumnya, penjelasan terkait Pendidikan Dasar untuk anggota dikemukakan oleh Munaldus, Karlena, & Herlina (2014, hal. 28). Ada dua Pendidikan Dasar di Credit Union, yakni Pendidikan Dasar I dan Pendidikan Dasar II. Berikut adalah tabel perbandingan keduanya ditinjau dari beberapa dimensi.


(44)

Tabel 2.1

Dimensi Pendidikan Dasar

Dimensi Pendidikan Dasar I Pendidikan Dasar II

1. Sasaran peserta

Calon anggota yang sudah menerima sosialisasi tentang Credit Union.

Anggota-anggota Credit Union yang sudah mengikuti Pendidikan Dasar I.

2. Durasi waktu 2 hari 2-3 hari

3. Tujuan pendidikan

Mengenal:

- Sejarah Credit Union, - Keorganisasian Credit Union,

- Manajemen keuangan pribadi (keluarga), - Pengantar manajemen kredit,

- Pola kebijakan Credit Union setempat.

Meningkatkan: - Pengetahuan, - Wawasan, - Penghayatan,

- Keterampilan anggota dalam berkomunitas di

Credit Union.

Menurut Munaldus, Karlena, & Herlina (2014, hal. 157), materi pendidikan

Credit Union sebanyak 80% harus berisi kecerdasan emosi (Emotional Quotient -EQ), kecerdasan dalam menghadapi kesulitan (Adversity Quotient-AQ), dan kecerdasan spiritual (Spiritual Quotient-SQ). Sisanya sebanyak 20% adalah materi terkait hal-hal teknis seperti keorganisasian, produk dan pelayanan, perhitungan balas jasa simpanan, perhitungan bunga pinjaman, dan tata cara pengajuan pinjaman.

Ada dua hal yang diukur dalam EQ menurut Paterson (2011) sebagaimana dikutip oleh Braidfoot & Swanson (2013, hal. 14). Pertama, kemampuan dalam mengenali dan memahami emosi diri sendiri dan orang lain. Kedua, kemampuan dalam menggunakan kesadaran tersebut untuk mengelola perilaku dan relasi. Terkait EQ dalam konteks finansial, Sullivan (2011, hal. 4) mengemukakan bahwa emosi dapat mempengaruhi keputusan finansial dengan cara yang tidak terduga.


(45)

Pada penelitian sebelumnya, Boyatzis (2006, hal. 130) memeriksa keterkaitan EQ para pemimpin dengan kinerja keuangan mereka. Boyatzis membagi indikator-indikator penelitian ke dalam empat area kompetensi. Pertama, area motivasi diri (self-motivation), meliputi: inisiatif, perencanaan, orientasi pencapaian, dan kepercayaan diri. Kedua, area pengaturan diri (self-regulation), mencakup: pengambilan resiko, pengendalian diri, kemampuan beradaptasi, kesadaran, dan pembelajaran nilai-nilai. Ketiga, area manajemen manusia (people management), meliputi: keterampilan berpresentasi, kemampuan berjejaring, kepemimpinan, pembinaan, empati, pengaruh, kemampuan memfasilitasi pembelajaran, serta kemampuan membedakan reputasi perusahaan dan sumber daya. Keempat, area pengetahuan, mencakup: pengenalan pola, sistem berpikir, dan kecukupan pengetahuan yang sudah ada. Melalui pemeriksaan keempat area ini, Boyatzis menemukan bahwa EQ para pemimpin yang memiliki kapasitas pada setiap area cenderung tinggi dan menghasilkan kinerja keuangan personal yang sehat.

Selain EQ, AQ juga merupakan salah satu aspek penting dalam kualitas hidup seseorang. AQ mengukur kemampuan dalam menghadapi kesusahan. Stoltz (1997) sebagaimana dikutip oleh Santos (2012, hal. 14) menemukan bahwa mereka yang ber-AQ tinggi mengungguli mereka yang ber-AQ rendah. Konsep AQ berasal dari tiga ranah ilmiah: psikologi kognitif (bawah sadar), psikoneuroimunologi (kesehatan fisik dan mental), serta neurofisiologi (kebiasaan). Terkait AQ dalam konteks finansial, Santos (2012, hal. 19-22) menyatakan bahwa ketiga konsep AQ di atas mampu mengukur beberapa karakteristik pribadi yang berkaitan dengan kinerja pekerjaan dan keberhasilannya secara finansial.


(46)

Zohar & Marshall (2006), sebagaimana dikutip oleh Hasiara, dkk. (2015, hal. 3), menyatakan bahwa SQ adalah kecerdasan dalam menghadapi berbagai isu makna dan nilai yang menempatkan perilaku manusia dalam konteks makna yang lebih luas dan lebih kaya. Kecerdasan ini bertujuan menilai suatu pekerjaan sebagai cara hidup penuh makna. Salah satu ukuran untuk menilai kecerdasan ini, menurut Veach & Chappel (1992) sebagaimana dikutip oleh Amram (2009, hal. 44), adalah mendeskripsikan peningkatan aspek kesehatan dan kesejahteraan hidup seseorang. Terkait SQ dalam konteks finansial, Ayranci (2011, hal. 27-30) menemukan bahwa komponen-komponen SQ seperti kesadaran diri, kesediaan diri menghadapi tantangan, suasana hati, emosi pribadi, dan gambaran menyeluruh –holistic view–) memiliki pengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan. Pengaruh terkuat berasal dari suasana hati dan gambaran menyeluruh. Sementara itu, penelitian Collins (2001) dan Tischler, dkk. (2002) sebagaimana dikutip oleh Ayranci (2011, hal. 14) menyebutkan bahwa beberapa komponen SQ mampu mendorong pemimpin untuk menunjukkan kinerja keuangan yang lebih baik.

Melalui peningkatan ketiga kecerdasan ini, seseorang dianggap mampu untuk mengambil keputusan-keputusan rasional dalam berbagai konteks. Kecerdasan EQ, AQ, dan SQ, dalam konteks finansial, mendorong seseorang untuk memiliki kesadaran penuh terhadap setiap keputusan finansial yang diambilnya. Kesadaran penuh tidak sekadar memuat pengetahuan, keterampilan, dan sikap, tetapi juga pertimbangan-pertimbangan seperti keberanian, kepercayaan diri, dan optimisme saat mengambil keputusan finansial.


(47)

Munaldus, Karlena, & Herlina (2014, hal. 156-158) menulis bahwa pendidikan Credit Union kepada anggota harus menimbulkan kesadaran diri, yang kemudian dikembangkan dengan munculnya kesadaran terhadap lingkungan sekitar. Selain itu, materi pendidikan Credit Union perlu dilandasi oleh misi lembaga tersebut yang berbasis pada triple bottom line, yakni keuangan, sosial, dan lingkungan. Pendidikan Credit Union sebaiknya diselenggarakan berulang-ulang dengan peningkatan materi secara bertahap. Hal ini tidak sekadar untuk selalu menyalakan semangat Credit Union, tetapi juga menambah kapasitas modal anggota-anggotanya.

2.3.2 Pendidikan Literasi Keuangan

National Federation of Community Development Credit Unions (NFCDCU, 2015, hal. 5-8) mengatakan bahwa Credit Union menyediakan pendidikan keuangan dan konseling untuk anggota-anggotanya, sama seperti menyediakan produk, jasa, dan dukungan keuangan yang dapat membantu anggota untuk keluar dari pinjaman berbunga sangat tinggi, mengontrol keuangan pribadi, dan mencapai kemandirian ekonomi. Sistem Credit Union menunjukkan kesediaan untuk melayani pencapaian literasi keuangan dengan memastikan bahwa materi disampaikan melalui bahasa yang jelas dan sederhana yang mudah diterima oleh anggota-anggota Credit Union. Anggota-anggota yang pernah diwawancarai oleh NFCDCU menyakini bahwa layanan terpenting di Credit Union adalah memberikan pendidikan literasi keuangan dan konseling finansial personal kepada anggota.


(48)

Pada bab sebelumnya, penjelasan terkait Pendidikan Literasi Keuangan untuk anggota dikemukakan oleh Munaldus, Karlena, & Herlina (2014, hal. 158-160). Materi pendidikan literasi keuangan lebih fokus pada prinsip kebutuhan dan keinginan, pembelajaran tentang perencanaan keuangan yang lebih komprehensif, internalisasi pilar swadaya dalam diri anggota, internalisasi filosofi Credit Union

dan anggota-anggotanya sebagai satu kesatuan yang saling menghidupi.

Munaldus, Karlena, Yohanes, Saniansah, & Hendi (2012, hal. 190-225) menulis bahwa, ada lima aspek kunci keuangan pribadi yang harus dikelola terkait literasi keuangan. Pertama, uang dan pendapatan. Kedua, manajemen uang. Ketiga, belanja dan berutang. Keempat, menabung dan investasi. Kelima, manajemen resiko.

Asian Confederations of Credit Unions (ACCU, 2015) menyatakan bahwa misi Credit Union adalah mengusahakan para anggotanya mencapai kemandirian keuangan. Untuk mencapai misi itu, anggota harus mampu mengambil keputusan finansial yang tepat. Literasi keuangan memungkinkan anggota meningkatkan pendapatan dan mengaturnya dengan bijak. Pada akhirnya, anggota akan mampu mengelola berbagai peristiwa kehidupan pribadi dan keluarganya dengan baik. Sebagai contoh, anggota mampu menyekolahkan anak, membiayai pengobatan, menyediakan dana cadangan ketika ada ancaman pengangguran, dan mengelola dana pensiun.

Lebih lanjut, ACCU menggarisbawahi adanya fakta yang menunjukkan hubungan kuat antara literasi keuangan dengan kesejahteraan keluarga. ACCU


(49)

mendefinisikan literasi keuangan sebagai kemampuan memproses informasi keuangan dan membuat keputusan tepat terkait keuangan pribadi.

Pada tahun 2010, ACCU mengeluarkan dokumen Credit Union Business Solution Series Number 16 dengan judul 360 Degrees Financial Literacy for Credit Unions Members. Dokumen ini berisi materi literasi keuangan. Berikut adalah delapan hal utama yang harus dipahami dan dipraktikkan oleh anggota:

a. Misi Credit Union: menolong anggota untuk membantu dirinya sendiri mencapai kemandirian keuangan.

b. Produk dan pelayanan Credit Union: menawarkan solusi keuangan atas berbagai masalah atau kebutuhan keuangan anggota pada setiap tahap kehidupan.

c. Mempelajari bahasa penciptaan kekayaan dalam bentuk mempertanyakan jumlah kekayaan bersih yang dimiliki sekarang.

d. Aturan manajemen keuangan pribadi, terdiri dari: 1) Penetapan tujuan keuangan.

2) Hidup sesuai kemampuan.

Pengeluaran tidak lebih besar dari pendapatan. 3) Pembebasan diri dari utang.

4) Pembebasan diri dari tunggakan pengembalian pinjaman. 5) Pengendalian pengeluaran.

6) Pemahaman prinsip opportunity cost.

Opportunity cost adalah pertimbangan biaya dan manfaat dari setiap keputusan finansial.


(50)

7) Pemahaman nilai waktu dari uang.

8) Pemahaman perhitungan bunga majemuk dari uang.

9) Pemahaman terkait pengambilan resiko dengan penuh perhitungan. 10) Aktivitas menabung.

11) Pemahaman berinvestasi dengan kerangka berpikir yang baru. 12) Pemahaman pertambahan ragam investasi dan kekayaan. e. Memahami cara-cara menabung

f. Memahami pengelolaan dana darurat

g. Memahami perencanaan keuangan keluarga

h. Memahami anggaran belanja keluarga melalui pengembangan peta jalan keuangan

Dengan demikian, pendidikan literasi keuangan sudah seharusnya tidak sekadar memuat faktor pengetahuan dan numerikal saja. Ada faktor afektif yang perlu diterapkan untuk mendorong pengambilan keputusan finansial yang rasional.

2.4 Pilar Kesejahteraan Hidup

Berbicara tentang kesejahteraan, tidak terlepas dari konteks pendapatan dan kekayaan. Dua hal tersebut menjadi indikator utama yang pada umumnya digunakan untuk menilai kesejahteraan seseorang. Pendapatan merujuk pada siklus ekonomi rumah tangga dalam kurun waktu tertentu. Siklus tersebut dimulai dari menerima pendapatan, mengelola keuangan, dan membiayai pengeluaran rumah tangga. Sementara itu, kekayaan ditafsirkan sebagai alat pelindung kehidupan


(51)

rumah tangga, seperti investasi, asuransi, dan kepemilikan aset. Dalam konteks penelitian ini, kekayaan adalah aset.

Linderberg (2002, hal. 304) memaknai pelindung kehidupan sebagai kemampuan keluarga atau komunitas untuk mempertahankan dan mengembangkan pendapatan, aset, dan relasi sosialnya dari tahun ke tahun. Definisi ini, bagi Lindenberg, mengandung makna pelindung kehidupan yang lebih luas dari sekadar ketahanan ekonomi.

Selaras dengan pernyataan Linderberg, Kabeer (2003, hal. 106) juga menerangkan bahwa dampak sosial adalah elemen penting untuk menilai kinerja LKM dan potensi keberlanjutannya di tengah masyarakat karena memiliki pengaruh dalam membentuk kesejahteraan masyarakat. Kabeer memasukkan unsur modal manusia, yakni kesehatan, nutrisi, pendidikan, dan relasi sosial sebagai komponen dampak sosial untuk penilaian LKM.

OECD’s Better Life Initiative (2013) mendefinisikan kesejahteraan hidup sebagai berikut:

Reflecting this multi-dimensional approach, the OECD identifies

three pillars for understanding and measuring people’s well-being: (1) Material living conditions (or economic well-being), which

determine people’s consumption possibilities and their command over resources. (2) Quality of life, which is defined as the set of non-monetary attributes of individuals that shapes their opportunities and life chances, and has intrinsic value under different cultures and contexts. (3) The sustainability of the socio-economic and natural systems where people live and work, which is important for well-being to last over time.

Mengacu pada pendekatan multidimensi, OECD mengidentifikasi tiga pilar untuk memahami dan mengukur kesejahteraan masyarakat: (1) Syarat hidup materi (atau kesejahteraan ekonomi), yang menentukan konsumsi masyarakat dan kontrolnya terhadap sumber daya. (2) Kualitas hidup, yang didefinisikan sebagai


(52)

kesatuan atribut nonekonomi, yang membentuk peluang dan kesempatan hidup, serta memiliki nilai intrinsik sesuai dengan konteks dan budayanya. (3) Keberlanjutan sistem sosio-ekonomi dan alam di tempat masyarakat hidup dan bekerja yang penting untuk kesejahteraan dari waktu ke waktu.

Dengan demikian, kesejahteraan yang diuraikan OECD meliputi ukuran finansial dan nonfinansial. Definisi di atas sesuai dengan makna kesejahteraan Credit Union

Tyas Manunggal (CUTM). Dalam konteks penelitian, kesejahteraan akan diukur secara finansial melalui peningkatan tabungan dan/atau aset. Sementara itu, kesejahteraan nonfinansial diukur melalui kualitas kesehatan dan pendidikan, serta eksistensi sumber pendapatan baru sebagai salah satu indikator bahwa anggota turut berupaya mencapai kesejahteraannya melalui sistem sosio-ekonomi yang berkelanjutan.

2.5 Evaluasi Efektivitas Program Pendidikan

Shalock (2001) sebagaimana dikutip oleh Wang (2009, hal. 145) menjelaskan bahwa dalam evaluasi efektivitas, ada pertanyaan yang perlu dijawab: “apakah program ini sudah menghasilkan tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya?” Jawaban pertanyaan tersebut digunakan untuk: (1) membandingkan tujuan program dengan hasil yang dicapai, (2) memahami kinerja program dan menilai hasilnya, (3) menyediakan informasi timbal balik sebagai bentuk reaksi atas perubahan dan perkembangan selama program berlangsung.

Stufflebeam (2003) sebagaimana dikutip oleh Zhang, dkk. (2011, hal. 63-66) menyediakan model evaluasi berbasis manajemen terhadap suatu program pendidikan atau pelatihan. Tujuan evaluasi berbasis manajemen ini adalah


(53)

membantu pembuat keputusan mengambil keputusan yang lebih baik, terutama untuk program pendidikan. Model CIPP Stufflebeam meliputi evaluasi konteks (context evaluation), evaluasi masukan (input evaluation), evaluasi proses (process evaluation), dan evaluasi produk (product evaluation).

Dalam konteks penelitian di CUTM, evaluasi efektivitas program pendidikan dilakukan dengan menerapkan analisis dampak (impact analysis). Analisis tersebut dimulai dari menganalisis masukan (input), keluaran (output), hasil (outcome), dan berakhir pada dampak (impact). Analisis dampak ini memasukkan komponen-komponen evaluasi dari model Stufflebeam. Evaluasi konteks dan evaluasi masukan dikelompokkan ke dalam kelompok masukan (input) di analisis dampak. Evaluasi proses menggambarkan keluaran (output) dan hasil (outcome) di analisis dampak. Terakhir, evaluasi produk mencerminkan dampak.

2.6 Analisis Dampak di Lembaga Keuangan Mikro

Analisis dampak merupakan sebuah proses memastikan suatu intervensi mencapai hasil yang diharapkan. Dalam karya Ledgerwood (1999, hal. 46-59), Dichter menulis analisis dampak intervensi Lembaga Keuangan Mikro (LKM). Menganalisis dampak yang terjadi pada sebuah lembaga keuangan mikro sangat penting, terutama bila tujuannya adalah mengurangi kemiskinan. Analisis dampak LKM memeriksa pengaruh intervensi lembaga pada hasil yang diharapkan yang sesuai dengan tujuan keberadaan lembaga tersebut.

Menurut Dunn (1996) sebagaimana dikutip oleh Ledgerwood (1999, hal. 48), sebuah tinjauan penelitian beberapa tahun ini, membahas konsep “portofolio


(54)

ekonomi rumah tangga”. Konsep ini merupakan gabungan antara sumber daya manusia dan keuangan yang menghasilkan relasi dinamis aktivitas konsumsi, produksi, dan investasi.

Beberapa pengguna potensial hasil analisis dampak LKM adalah praktisi lembaga, pendonor, pembuat kebijakan, dan akademik. Dalam konteks penelitian di CUTM, pengguna potensial lebih diarahkan ke golongan praktisi (staf manajemen), pembuat kebijakan (pengurus dan pengawas), serta akademik. Praktisi lembaga memperhatikan perbaikan dan pengembangan lembaga terkait intervensi mereka untuk mencapai dampak yang diharapkan. Pembuat kebijakan dan akademik memperhatikan pengaruh dampak intervensi LKM. Kedua pengguna tersebut dapat menggunakan hasil analisis untuk mempertimbangkan perubahan kebijakan, keputusan alokasi anggaran, dan membahas pertanyaan terkait penelitian akademik.

Secara umum, dampak LKM dikelompokkan ke dalam tiga kategori, yakni ekonomi, sosiopolitik atau budaya, dan personal atau psikologis. Setiap kategori memiliki target dan tingkat pengaruh yang berbeda-beda. Dalam konteks penelitian di CUTM, dampak LKM yang dianalisis masuk ke kategori ekonomi dan kategori personal atau psikologis dengan target anggota-anggotanya.

Analisis dampak pada ekonomi anggota melalui pemeriksaan pertumbuhan akumulasi kesejahteraan pada level komunitas atau rumah tangga dan perlindungan pendapatan melalui pengelolaan konsumsi yang lebih baik. Analisis dampak pada personal atau psikologis anggota melalui pemeriksaan perubahan cara pandang pribadinya terhadap masa depan ekonominya. Misalnya, setelah mendapatkan


(55)

pendidikan keuangan, seseorang merasa lebih percaya diri dalam mengelola keuangan, berani untuk meminjam demi pengembangan modal usahanya, dan optimis untuk selalu taat mengembalikan pinjaman pokok serta membayar bunga pinjaman sesuai dengan perjanjian yang berlaku.

2.7 Penelitian Kualitatif Fenomenologi tentang Literasi Keuangan: Tinjauan Teoritis

Campbell (2007) menulis disertasi doktoral dengan judul “A

Phenomenological Study of Family Influence on Millennial College Students’

Money Beliefs and Behaviors”. Tujuan penelitian kualitatif fenomenologi ini adalah mengeksplorasi fenomena pengaruh orang tua kepada anak-anaknya mengenai uang yang membentuk keyakinan dan perilaku mereka. Campbell menggunakan kuesioner, wawancara, refleksi tertulis, genogram, dan studi pustaka untuk mengumpulkan data. Ada tujuh tema yang dimunculkan oleh Campbell, yakni hidup dalam satu tujuan, pembatasan pinjaman, pengelolaan dan perencanaan, menabung, berinvestasi, menyelesaikan pendidikan lebih tinggi, dan bekerja keras.

A Phenomenological Study to Discover Low-Income Adults' Perceptions and Expectations Regarding Financial Literacy” oleh Schaffer (2013) bertujuan untuk

menemukan strategi meningkatkan kehadiran kelompok berpenghasilan rendah ke dalam program literasi keuangan yang disediakan oleh pemerintah dan swasta. Schaffer mengumpulkan data dari 20 partisipan melalui wawancara mendalam terkait latar belakang kehidupan, program pendidikan, dan harapan masa depan mereka.


(56)

BAB III

METODE PENELITIAN

Sebagaimana telah dijelaskan pada bab-bab sebelumnya bahwa salah satu tanggung jawab sosial dari sebuah Credit Union adalah memajukan pendidikan keuangan, yang merupakan prinsip inti koperasi, kepada seluruh anggotanya. Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi program pendidikan di sebuah koperasi, yakni Credit Union Tyas Manunggal (CUTM), dalam kaitannya dengan peningkatan kapasitas anggota di bidang pengelolaan keuangan dan dampaknya pada kesejahteraan anggota.

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan kualitatif deskriptif dengan pendekatan fenomenologi. Merriam (2009, hal. 23) memaparkan bahwa dasar penelitian kualitatif, secara filosofis, berasal dari konstruksionisme, fenomenologi, dan interaksi simbolis yang diterapkan oleh peneliti untuk memahami pengalaman kehidupan manusia, menafsirkan cara pandang manusia, dan mendalami hal-hal yang dianggap penting oleh manusia untuk membangun pengalamannya. Penelitian kualitatif diterapkan untuk menjawab pertanyaan “mengapa” dan “bagaimana” dari perilaku, pendapat, dan pengalaman manusia.

Lebih dalam, Creswell (2007, hal. 37) menerangkan bahwa penelitian kualitatif dimulai dari asumsi, sudut pandang, dan studi dari rumusan masalah penelitian yang memuat pertanyaan berkenaan dengan masalah manusia atau sosial.


(57)

Kemudian, laporan hasil penelitian memuat suara partisipan, refleksi peneliti, dan deskripsi serta interpretasi yang lengkap mengenai permasalahan. Bahkan, lebih jauh, hasil penelitian bisa dikembangkan sebagai pancingan atau sinyal untuk mengambil tindakan konkret.

Guest, dkk. (2012, hal. 17) menyebutkan kekuatan dari pendekatan fenomenologi, yaitu baik untuk sampel data yang kecil dan memiliki kebebasan mengeksplorasi data lebih dalam. Makna fenomenologi lebih luas dari sekadar pengalaman karena melibatkan persepsi, perasaan, dan pengalaman hidup terpenting dan semuanya itu yang menjadi objek penelitian (Guest, MacQueen, & Namey, 2012, hal. 13). Selaras dengan Guest, dkk., Merriam (2009, hal. 26) memaparkan bahwa penelitian fenomenologi cocok untuk mempelajari afektif, emosi, dan pengalaman manusia dengan lebih detil.

Selanjutnya, Creswell (2007, hal. 59) memaparkan dua pendekatan fenomenologi, yakni hermeneutika dan psikologis. Manen (1990), sebagaimana dikutip oleh Creswell, menjelaskan bahwa fenomenologi hermeneutika berorientasi pada pengalaman hidup partisipan. Peneliti menginterpretasi “teks-teks” kehidupan yang muncul dari partisipan dan menuliskan hasil interpretasinya ke laporan akhir. Sementara itu, pada fenomenologi psikologis, peneliti justru lebih banyak mendeskripsikan pengalaman partisipan daripada melakukan interpretasi. Dengan demikian, fokus dari studi fenomenologi hermeneutika adalah mengungkapkan dan menafsirkan esensi pengalaman kehidupan manusia, sehingga produk akhir dari penelitian fenomenologi hermeneutika adalah deskripsi dan interpretasi yang menyajikan esensi dari pengalaman tersebut.


(1)

Lampiran VI


(2)

PANDUAN STUDI PUSTAKA MATERI PENDIDIKAN DASAR DAN MATERI PENDIDIKAN LITERASI KEUANGAN

No Topik Pendidikan Dasar Ada Tidak

1 Sejarah Credit Union

2 Keorganisasian Credit Union 3 Pengelolaan keuangan

4 Pengelolaan pinjaman 5 Pola kebijakan CUTM

6 Keterampilan berkomunitas anggota

No Topik Pendidikan Literasi Keuangan Ada Tidak 1 Misi Credit Union

2 Perhitungan jumlah aset dan kekayaan Anda saat ini 3 Langkah-langkah menetapkan tujuan keuangan 4 Pengendalian pengeluaran

5 Perbedaan antara keinginan dan kebutuhan 6 Pembebasan diri dari tunggakan pinjaman 7

Prinsip opportunity cost

(cara mempertimbangkan keselarasan antara biaya dan manfaat setiap keputusan finansial)

8 Nilai waktu uang berdasarkan inflasi 9 Cara menghitung bunga simpanan 10 Cara menghitung bunga pinjaman

11 Pengelolaan resiko yang akan terjadi pada setiap keputusan finansial

12

Cara menambah aset dan jumlah kekayaan melalui pembangunan sumber pendapatan baru atau pengembangan usaha

13 Pengelolaan dana darurat

14 Penyusunan anggaran belanja keluarga


(3)

Lampiran VII


(4)

DATA INFORMAN PENELITIAN

A. Informan Pengurus dan Manajemen Credit Union Tyas Manunggal

No. Nama Jabatan

1 Yohanes Sutanto Ketua Pengurus CUTM 2 Paulus Hery Astono Manajer CUTM

3 Bambang Supriyadi Kepala Divisi Kredit

B. Informan Anggota Credit Union Tyas Manunggal

No. Nama No. Anggota

1 Antonita Suharyati 83

2 Bernadeta Etin Widiasih 105

3 Yb Budiyana Tarogo 118

4 M. Dwi Ismarwanto 249

5 Mulyono 1049

6 Priyambodo 413

7 Rina Dwi Wiyanti 562

8 Suryanti 666

9 Theresia Kartini 705

10 Harijadi Eko Wahidin 807 11 Yd. Widi Purwanta, SIP 875 12 Maria Martha Santyawati 26

13 Triadi 1186

14 Ria Andriyani 1257

15 Rini Lestari 1887

16 Marjiyem 588

17 Dwi Yanta 646

18 Maria Immaculata Sudarniy 726

19 Sarjiman 913

20 Caecilia Warsirah 87

21 Christina Sudiwiasih 265

22 Y. Rusmi Marsiwi 350

23 Yacinta Damini 1891

24 Chatarina Suji 514

25 Agustinus Murwata 691

26 Mujiati 831


(5)

Lampiran VIII

DOKUMENTASI PENELITIAN

KUESIONER


(6)

Pengisian Kuesioner Bersama-sama Kloter 1: 27 Februari 2016

Pengisian Kuesioner Bersama-sama Kloter 2: 28 Februari 2016