Sifat Kimiawi Sifat Biologis

Sifat Bahan Pangan Pengawasan Mutu BahanProduk Pangan 11 Gambar 1.6. Kisaran pH lingkungan dari beberapa mikroba Sifat Bahan Pangan Pengawasan Mutu BahanProduk Pangan 12 Pengawasan Mutu Bahan Produk Pangan 13

BAB II MUTU BAHAN PANGAN

2.1. Mutu dan kualitas

Mutu adalah gabungan dari se- jumlah atribut yang dimiliki oleh bahan atau produk pangan yang dapat dinilai secara organoleptik. Atribut tersebut meliputi parame- ter kenampakan, warna, tekstur, rasa dan bau Kramer dan Twigg, 1983. Menurut Hubeis 1994, mutu dianggap sebagai derajat penerimaan konsumen terhadap produk yang dikonsumsi berulang seragam atau konsisten dalam standar dan spesifikasi, terutama sifat organoleptiknya. Mutu juga dapat dianggap sebagai kepuas- an akan kebutuhan dan harga yang didapatkan konsumen dari integritas produk yang dihasilkan produsen. Berdasarkan ISODIS 8402 – 1992, mutu didefinsilkan sebagai karakteristik menyeluruh dari suatu wujud apakah itu produk, kegiatan, proses, organi- sasi atau manusia, yang menun- jukkan kemampuannya dalam memenuhi kebutuhan yang telah ditentukan Fardiaz, 1997. Kramer dan Twigg 1983 telah mengklasifikasikan karakteristik mutu bahan pangan menjadi dua kelompok, yaitu : 1 karakteristik fisik atau karakteristik tampak, meliputi penampilan yaitu warna, ukuran, bentuk dan cacat fisik; kinestika yaitu tekstur, kekentalan dan konsistensi; flavor yaitu sensasi dari kombinasi bau dan cicip, dan 2 karakteristik tersembunyi, yaitu nilai gizi dan keamanan mikrobiologis. Mutu berbeda dengan kualitas. Pisang batu mempunyai kualitas lebih baik sebagai bahan baku rujak gula, namun pisang yang bermutu baik adalah cavendish karena memiliki sejumlah atribut baik. Hanya satu karakteristik baik yang dimiliki oleh pisang batu, yaitu daging buahnya berbiji sehingga cocok untuk rujak. Pisang cavendish memiliki sejum- lah karakteristik baik, yaitu rasa yang manis, kulitnya mulus, bentuknya menarik, dan tekstur daging buahnya lembut. Dengan demikian, cavendish merupakan buah pisang yang bermutu baik sedangkan pisang batu merupa- kan pisang berkualitas baik untuk dibuat rujak. Istilah kualitas berbeda pengerti- annya antara satu orang dengan lainnya. Kualitas bahan pangan dapat dikatakan baik hanya kare- na karakter ukuran, jenis, atau kesegarannya. Harga jual bahan pangan yang mahal dianggap lebih berkualitas dibandingkan dengan harga jual yang lebih murah. Sebagai contoh, durian monthong dari Thailand dianggap Pengawasan Mutu Bahan Produk Pangan 14 lebih berkualitas dibandingkan durian lokal yang harganya relatif murah.

2.2. Faktor yang mempengaruhi mutu

Mutu dari bahan pangan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik internal maupun ekternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari bahan pangan itu sendiri, yaitu jenis kelamin, ukur- an, spesies, perkawinan, dan ca- cat. Faktor eksternal berasal dari lingkungannya, seperti jarak yang harus di tempuh hingga ke tem- pat konsumen, pakan yang dibe- rikan, lokasi penangkapan atau budidaya, keberadaan organisme parasit, kandungan senyawa ber- racun, atau kandungan polutan

2.2.1 Spesies

Spesies ternak atau ikan mempe- ngaruhi kesukaan konsumen ter- hadap bahan pangan. Spesies yang satu dapat diterima atau ba- nyak diminta oleh konsumen dibandingkan spesies yang lain. Demikian pula harga spesies yang satu dapat lebih mahal bila dibandingkan spesies lainnya. Penerimaan konsumen terhadap bahan pangan dipengaruhi oleh kecocokan kenampakan, rasa, adanya tulang halus atau duri, tabu menurut agama, atau kebia- saan sosial. Bahan pangan yang cocok untuk dibuat produk tertentu dianggap lebih berkualitas bila dibanding- kan dengan bahan pangan lain- nya. Sebagai contoh yang khas, nenas Bogor yang rasanya manis paling enak dibuat selai nenas, sehingga nenas Bogor dianggap lebih berkualitas sebagai bahan baku pembuatan selai nenas manis dibandingkan nenas yang berasal dari Palembang atau si madu dari Subang. Contoh lainnya. Untuk membuat bawang goreng, penggunaan bawang merah jenis Sumenep dianggap lebih berkualitas diban- dingkan dengan bawang Brebes. Demikian pula dengan daging yang berasal dari sapi Australia dianggap lebih berkualitas dibandingkan daging sapi lokal karena dapat diolah menjadi bistik yang lebih enak. Dalam pembuatan produk filet ikan, daging ikan kakap dianggap lebih berkualitas dibandingkan daging ikan nila atau mas. Ikan bandeng yang berukuran terlalu besar dianggap kurang berkuali- tas karena di dalam dagingnya banyak mengandung tulang halus yang sangat mengganggu waktu memakannya. Sebaliknya, ikan bandeng yang ukurannya terlalu kecil juga dianggap kurang ber- kualitas karena dagingnya sedikit. Demikian pula ikan yang tesktur dagingnya terlalu keras atau lunak. Spesies yang satu lebih diterima oleh masyarakat di suatu daerah, sedangkan di daerah lain spesies Pengawasan Mutu Bahan Produk Pangan 15 tersebut kurang diterima oleh konsumen. Contoh yang paling khas adalah cumi-cumi. Di wilayah Propinsi Jawa Barat, cumi-cumi disukai dan harganya mahal, namun di Sumatera Utara cumi-cumi ini banyak digunakan sebagai umpan pancing. Lokasi tempat tinggal juga dapat menentukan mutu dari bahan pangan. Masyarakat yang tinggal ditepi laut menganggap ikan lebih berkualitas dibandingkan dengan daging ternak atau tumbuhan, namun berlaku sebaliknya bagi masyarakat yang tinggal disekitar pegunungan. Untuk membuat pepes ikan, se- bagian besar masyarakat Jawa Barat lebih memilih ikan gurame sedangkan masyarakat yang ber- tempat tinggal di sekitar Jawa Timur ternyata lebih menyukai bila menggunakan ikan kembung sebagai bahan bakunya. Perbedaan komposisi tubuh dari setiap spesies jelas akan mem- pengaruhi mutu. Spesies ikan dengan kandungan lemak tidak jenuh tinggi relatif lebih mudah mengalami proses pembusukan dibandingkan ikan yang memiliki kandungan lemak tidak jenuh rendah. Spesies ikan berbentuk bulat lebih mudah membusuk dibandingkan dengan spesies yang pipih. Ikan memiliki pola kandungan lemak yang berbeda sepanjang tahun Gambar 2.1. Perbedaan kandungan lemak tersebut akan berpengaruh terhadap mutu ikan selama penyimpanan. Gambar 2.1. Pola tahunan kandungan lemak pada ikan Sumber : Wheaton dan Lawson, 1985 Teknik produksi juga mempenga- ruhi mutu bahan pangan. Tanaman kangkung yang dibudi- daya dengan teknik hidroponik dianggap memiliki kualitas lebih baik dibandingkan tanaman kang- kung yang dipanen dari kolam, terlebih kolam yang tercemar. Ikan yang kondisi fisiknya sudah rusak atau cacat dianggap berku- alitas rendah. Ikan dengan kon- disi tubuh rusak cenderung lebih cepat membusuk dibandingan ikan dengan kondisi fisiknya baik. Ikan yang fisiknya rusak cende- rung memiliki kandungan gliko- gen rendah dibandingkan ikan dengan kondisi baik. Setelah mati, glikogen dalam daging akan dirombak menjadi asam laktat yang mempengaruhi Pengawasan Mutu Bahan Produk Pangan 16 nilai pH. Rendahnya konsentrasi asam laktat menyebabkan pH meningkat. Bakteri pembusuk lebih aktif pada daging dengan pH tinggi. Nilai pH yang rendah dapat menimbulkan pengaruh tidak diinginkan pada ikan. Pada bagian potongan daging ikan yang dies cukup lama akan terlihat putih dan pudar Gambar 2.2. Potongan ikan tersebut masih dapat dikonsumsi, namun kurang menarik untuk dipandang. Gambar 2.2. Permukaan potongan daging ikan yang dies cukup lama terlihat putih dan pudar Banyak jenis salak yang sudah dikenal, namun masyarakat lebih menyukai salak yang berasal dari daerah Pondoh atau pulau Bali. Sebagian masyarakat menyukai daging ayam negeri ras karena dagingnya dianggap lebih lunak, namun sebagian lagi menyukai ayam kampung buka ras yang aroma dagingnya lebih enak. Masyarakat ada yang menyukai sate ayam madura, namun ada pula yang cenderung mencari sate kambing dari Brebes karena menggunakan daging kambing muda sebagai bahan bakunya. Beberapa penggemar sate lebih menyukai sate padang yang me- miliki ciri khas menggunakan jeroan sapi sebagai bahan baku dan bubur sebagai kuahnya.

2.2.2 Ukuran

Ukuran bahan pangan juga dapat mempengaruhi mutu. Bahan pa- ngan yang memiliki ukuran besar dianggap lebih bermutu diban- dingkan dengan bahan pangan berukuran lebih kecil. Biaya yang harus dikeluarkan untuk membeli bahan pangan berukuran besar lebih banyak dibandingkan biaya yang dikeluarkan untuk membeli bahan pangan sejenis namun memiliki ukuran relatif lebih kecil. Bahan pangan berukuran besar dianggap dapat memberikan cita- rasa lebih baik, bagian yang da- pat dimakan edible part lebih banyak, dan biaya penanganan per unit berat lebih murah. Dalam bidang perikanan, ikan berukuran besar dianggap lebih baik dibandingkan ikan kecil karena beberapa alasan, yaitu : a ikan besar yang tertangkap selalu disiangi dengan membuang saluran pencernaan yang berisi mikroba pembusuk dan enzim proteolitik sehingga proses pembusukan dapat dihambat; b untuk satuan bobot yang sama, ikan besar memiliki luas permukaan lebih kecil untuk