Pranata Sosial Pranata Kepemilikan dan Sistem Penguasaan Wilayah

84 Dalihan Na Tolu bukanlah kasta karena setiap orang Batak memiliki ketiga posisi tersebut, ada saatnya menjadi Hula-hulaTondong, ada saatnya menempati posisi Dongan TubuSanina dan ada saatnya menjadi Boru. Dengan dalihan Na Tolu, adat Batak tidak memandang posisi seseorang berdasarkan pangkat, harta atau status seseorang. Dalam sebuah acara adat, seorang Gubernur harus siap bekerja mencuci piring atau memasak untuk melayani keluarga pihak istri yang kebetulan seorang Camat. Itulah realitas kehidupan orang Batak yang sesungguhnya. Lebih tepat dikatakan bahwa Dalihan Na Tolu merupakan sistem demokrasi orang Batak karena sesungguhnya mengandung nilai nilai yang universal.

4.2.3.3 Pranata Sosial

Masyarakat Batak secara umum menganut garis keturunan berdasarkan laki- laki atau patrilineal. Marga laki-laki si Bapak yang digunakan sebagai marga pewaris keturunannya. Di dalam masyarakat suku Batak, anak laki-laki lebih diagungkan daripada anak perempuan karena akan meneruskan marga keluarga. Perkawinan antara perempuan dan laki-laki dilarang dalam satu marga atau saudara senina dalam satu ras sukunya. Dalam kehidupan kesehariannya, masyarakat Meranti Barat peran raja adat Raja Hata masih menjadi pegangan masyarakat. Kepemimpinan informal yang sudah ada sebelum adanya struktur formal pemerintahan menjadi kepemimpinan yang dipatuhi dan dihormati masyarakat Partukkoan. Kepemimpinan raja adat ini didasari pada milik marga yang pertama sekali membuka desa.

4.2.3.4 Pranata Kepemilikan dan Sistem Penguasaan Wilayah

85 Berdasarkan informasi ketika diskusi pada studi kelayakan diketahui dari peserta dinas bahwa status kawasan adalah bukan hutan lindung. Berdasarkan sejarahnya, lahan pemukiman masyarakat merupakan lahan tanah adat marga Siagian, hal ini dikarenakan marga Siagian yang pertama sekali menemukan daerah ini. Kepemilikan tanah adat tidak dapat diperjual belikan atau dipindah tangankan kepada orang lain. Dalam adat Batak tanah ulayat merupakan tanah milik bersama hanya simbolis semata sebab kepemilikan tanah secara nyata adalah milik individual. Konsep ini sesuai misi budaya orang Batak dimana seorang anak malah dinilai berhasil bila keluar dari teritoritanah ayahnya dan membangun harajaannya sendiri. Untuk tindak lanjut program KAT penghormatan terhadap hak tanah ulayat ini harus benar-benar diperhatikan. Jika melihat kepada status dan manfaat jika pelaksanaan program KAT ini dilakukan terkait dengan tanah ulayat, bagaimanapun tanah ulayat tidak dapat dipindah tangankan kepada orang lain, sehingga sasaran program benar-benar dapat di manfaatkan oleh masyarakat lokal sebagai target penerima manfaat program. Hasil FGD yang dilakukan, untuk persoalan tanah ini, maka marga Siagian sudah menyatakan bersdia menyerahkan tanahnya sekitar 2 ha untuk keberlanjutan program KAT yang akan dilaksanakan di Desa Meranti Barat ini.

4.2.3.5 Pranata Agama, Religi dan Kepercayaan