Perumusan masalah Analisis Tataniaga Telur Ayam Kampung di Kabupaten Bogor Jawa Barat

7 vertikal. Efisiensi sistem pemasaran dapat dilihat dari terselenggaranya integrasi vertikal dan integrasi horizontal yang kuat, terjadi pembagian yang adil dari rasio nilai tambah yang tercipta dengan biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan produktif masing-masing pelaku. Sistem pemasaran tersebut sering juga disebut sebagai saluran pemasaran atau distribusi. Peranan pemasaran sendiri dalam peternakanagribisnis adalah sangat besar, karena lebih kurang 80 persen pemasaran merupakan segmen dari sistem agribisnis dan 70 persen dari setiap pengeluaran konsumen untuk makan dan menutupi biaya pemasaran. Permasalah yang selalu dihadapi adalah bagaimana menciptakan sistem penanganan komoditi peternakan yang sejalan dengan perbaikan kesejahteraan pelaku didalamnya, terutama yang berkaitan dengan aspek-aspek perdagangan hasil peternakan

1.2. Perumusan masalah

Jawa Barat merupakan salah satu provinsi yang memiliki potensi dan daerah sentra produksi telur ayam buras terbesar ke tiga setelah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Khususnya wilayah Bogor selain memiliki wilayah yang luas juga memiliki jumlah populasi tertinggi di Jawa Barat serta merupakan tujuan pasar utama produk ternak ayam pedaging dan petelur. Hal ini dilandasi oleh beberapa alasan yaitu: adanya permintaan yang tinggi, akibat adanya perkembangan industri kawasan Jakarta, Bogor, Tangerang dan Bekasi, jarak ke pasar utama dekat Jakarta, dan adanya dukungan investasi industri baik industri hulu industri pembibitan dan industri pakan ternak maupun industri hilir penjualan telur ke berbagai restoran dan rumah makan. Pemasaran merupakan suatu hal yang tidak bisa dipisahkan dengan usaha produksi, karena pemasaran merupakan ujung tombak untuk menilai berhasil tidaknya usaha yang dijalankan. Tujuan akhir dari suatu proses produksi adalah manghasilkan produk untuk dipasarkan atau dijual dengan harapan mendapat imbalan berupa penghasilan dan keuntungan yang memadai. Skala usaha yang berbeda dan lokasi peternakan yang tersebar diberbagai tempat mengakibatkan pemasaran telur ayam kampung di Kabupaten Bogor menghadapi permasalahan harga dan biaya pemasaran. Biasanya harga dari setiap 8 produk berfluktuasi karena adanya persaingan harga diantara produk-produk yang dipasarkan pada suatu pasar yang terbentuk. Pada pemasaran telur ayam kampung, harga yang diterima peternak produsen masih jauh lebih rendah dari harga yang dibayarkan oleh konsumen akhir. Harga yang diterima peternak pada kondisi normal adalah Rp.1000,00 per butir, sementara harga yang dibayarkan konsumen Rp.1600,00 sampai dengan Rp. 2000,00 per butir. Jika dibandingkan dengan telur ayam ras pada kondisi normal harga yang diterima peternak adalah Rp750 per butir sementara harga yang dibayarkan konsumen Rp 850 sampai dengan Rp.1000 per butir. Dari kedua jenis telur diatas, harga telur ayam kampung sangat tinggi sekali dibandingkan dengan ayam broiler. Disamping proses produksinya yang lebih lama dibandingkan dengan telur ayam ras, telur ayam kampung juga masih jarang diusahakan secara intensif. Selain itu proses penyediaan DOC hingga pemasaran telur ayam kampung belum terintegrasi seperti ayam ras kebanyakan, hal ini yang mengakibatkan perbedaan harga yang sangat signifikan antara telur ayam kampung dengan ayam ras. Pada pemasaran telur ayam kampung di Bogor peternak selalu berpatokan terhadap harga jual yang terjadi didaerah Jawa Tengah dan Jawa Timur khususnya Blitar sebagai sentra produksi telur ayam terbesar di Indonesia. Di daerah tersebut harga jual telur sangat rendah dan tidak bisa menutupi harga produksi, karena di daerah Blitar dan sekitarnya para peternak banyak mengusahakan budidaya ayam kampung tetapi dengan skala kecil. Pada umumnya peternak bertindak sebagai penerima harga price taker, sehingga menyebabkan penerimaan ditingkat peternak menjadi paling rendah. Hal tersebut terjadi dikarenakan peternak tidak memiliki bargaining position yang kuat dibandingkan dengan lembaga pemasaran lainnya serta tidak memiliki informasi yang lengkap mengenai harga jual dipasaran. Selain itu, jauhnya lokasi pemasaran dari sentra produksi memungkinkan timbulnya resiko para peternak seandainya peternak menjual hasil panennya langsung kepada konsume akhir, yaitu berupa biaya transpotasi. Sedangkan jika menjual hasil panen di daerah produksinya, peternak menghadapi resiko harga penjualan terlalu rendah. Semakin banyak pihak yang terlibat dalam pemasaran, maka akan semakin 9 banyak pula perlakuan yang diberikan dan pengambilan keuntungan oleh setiap lembaga pemasaran. Proses pemasaran telur ayam kampung ini terjadi melalui beberapa lembaga pemasaran, dimulai dari peternak sampai ke pedagang pengencer yang pada akhirnya berhubungan dengan konsumen. Panjang atau pendeknya pola saluran pemasaran akan berpengaruh terhadap permintaan keuntungan peternak pada setiap lembaga pemasaran yang terlibat. Sehingga perlu dikaji sistem pemasaran telur ayam kampung dengan mengidentifikasi faktor-faktor pembentukan mekanisme pasar antara lain lembaga pemasaran, pola saluran pemasaran, fungsi-fungsi pemasaran, struktur pasar, perilaku pasar serta keragaan pasar sehingga terjadi permasalahan tersebut. Melihat kondisi tersebut ada beberapa permasalahan yang terjadi dan perlu dikaji antara lain: 1. Bagaimana sistem pemasaran telur ayam kampung di Kabupaten Bogor ? 2. Apakah saluran pemasaran telur ayam kampung di Kabupaten Bogor sudah efisien yang dapat dilihat dari marjin pemasaran, farmer’s share dan rasio keuntungan biaya?

1.3. Tujuan Penelitian