Pola Saluran Pemasaran II

65

6.2.2. Pola Saluran Pemasaran II

Saluran pemasaran kedua ini digunakan oleh dua orang peternak responden 40 persen. Saluran ini terdiri dari peternak, pedagang grosir, dan pedagang pengecer. Pada umunya peternak yang memasarkan produknya melalui pola saluran ini adalah peternak dengan skala usaha menengah dan skala usaha besar. Alasan peternak menjalankan saluran ini karena jumlah telur yang dimiliki peternak cukup banyak dan pedagang grosir mampu membeli dalam jumlah yang banyak dengan harga yang lebih tinggi dibandingkan dengan pedagang pengumpul untuk kemudian dijual atau dipasarkan ke pedagang pengecer. Selain itu peternak tidak direpotkan dengan penanganan lebih lanjut seperti pengemasan yang lebih baik, penyimpanan maupun kemungkinan produk yang tidak terjual. Volume penjualan telur ayam kampung yang melewati saluran ini berkisar antara 8.500 butir per hari atau sebesar 37,8 persen dari total volume penjualan telur ayam kampung. Sebanyak satu orang peternak dengan skala usaha menengah dan satu orang peternak dengan skala usaha besar responden telah memiliki jaringan yang kuat hingga bisa menembus pasar modern dan telah menjual telur ayam kampung ke pasar modern untuk kemudian dijual ke swalayan-swalayan. Telur hasil peternak diangkut menggunakan mobil box, mobil pick up, motor sesuai jumlah telur yang akan dipasarkan dengan biaya transportasi yang ditanggung peternak. Setelah sampai dilokasi transaksi antara peternak dengan pedagang grosir tersebut baru dilakukan. Harga jual rata-rata yang diterima peternak pada tipe saluran ini adalah Rp. 1150 per butir. Sistem pembayaran yang dilakukan oleh pedagang grosir terhadap peternak adalah dengan sistem tunai. Sedangkan harga beli untuk pedagang grosir seharga Rp. 1450. Harga jual pedagang pengecer berkisar antara Rp. 1600 sampai dengan Rp. 2000. Harga beli pengecer ini ditentukan melalui proses tawar menawar antara kedua belah pihak yang bertransaksi. Biaya-biaya yang harus ditanggung oleh pedagang pengecer ini adalah biaya sewa tempat, biaya transportasi, retribusi, dan sortasi. Pedagang grosir menjual kembali produknya kepada pedagang pengecer di Kabupaten Bogor maupun di luar Kabupaten Bogor. Sistem pembayaran yang dilakukan oleh pedagang grosir dengan pedagang pengecer adanya yang bersifat 66 tunai dan ada juga dengan sistem bayar kemudian, tergantung bagaimana kesepakatan diantara keduanya.

6.2.3. Pola Saluran Pemasaran III